Soal Uighur tidak ada urusannya dengan Indonesia. Tapi keribetannya diimpor sampai kesini. Apalagi ada penunggang gelap : apapun masalahnya, solusi ya khilafah.
Hari ini Indonesia bakal merasakan bagaimana kepentingan AS terwujud secara nyata. Perang dagang dengan China, disebarkan ke seluruh dunia. Caranya dengan memainkan isu Uighur. Metodenya, masih menggunakan pola lama. Jualan agama.
Seolah membela isu Uighur adalah bagian dari kepentingan agama. Berbagai hoax disebar bahwa ada kamp konsentrasi di China yang isinya orang Uighur. Padahal persoalan Iughur ini lebuh pada penanganan sparatisme. Ketimbang soal agama.
Siang nanti kabarnya FPI dan seluruh gerombolan pengasong agama akan demo ke Kedubes China.
Apa dampaknya bagi Indonesia? Di mata pemerintah China, sentimen agama dan rasial yang subur ini makin membuat mereka makin malas berinvestasi. Kerjasama dagang antar negara bukan hanya pertimbangan ekonomi. Tetapi juga mempertimbangkan faktor budaya, politik dan sosiologis.
Jika publik Indonesia terus dibakar kebencian rasial dan agama. Investor China mungkin ogah membangun usaha disini. Mereka lebih suka Vietnam, Thailand atau Malaysia.
Pola dan cara AS memainkan isu selalu sama sejak dulu. Mulanya dibakar oleh sebuah tulisan pada Wall Street Journal, yang menuding organisasi Islam Indonesia dibayar China untuk kasus Uighur. Padahal ini undangan kunjungan biasa bagi NU dan Muhamadiyah.
Sejak dulu negara-negara tetangga sering mengundang organisasi di Indonesia untuk melakukan muhibah. Dan ini biasa saja. Tapi sama Wall Street Journal diplintir. Dari berita pelintiran itulah kemudian isu Uighur ini berkembang lagi.
Sama kayak saat AS mau menyerang Irak dulu. Isu bahwa Irak memiliki senjata pemusnah masal disebarkan media-media mereka. Dunia dibius kebohongan. Lalu Irak diserang dan dihancurkan.
Sampai akhirnya Irak luluh lantak tidak ada sebutirpun senjata penusnah masal ditemukan di Irak.
Begitu juga ketika mau menghancurkan Suriah. Mereka membuat video palsu tentang kekejaman Bassar Assad. Dibuat oleh White Helmet, organisasi (pura-pura) yang katanya mengurus HAM dan kesehatan. Disebarkan ke seluruh dunia.
Di Indonesia, kaki tangannya sama saja. Isu soal Suriah yang makan ya, gerombolan sejenis FPI, HTI, PA 212, atau PKS. Begitupun soal Uighur. Tombol AS yang bergerak disini ya, dia-dia juga. PKS malah sudah mengirimkan kadernya ke Kongres AS bicara soal Uighur.
Gerombolan ini rela menjadi kaki tangan kepentingan AS disini. Untuk mengobarkan sentimen agama dan rasial. Seperti juga FSA, Jabhat Al Nusra, ISIS, Alqaedah di Suriah. Perannya mirip.
Bedanya di Suriah, kaki tangan kepentingan AS dan Israel itu dipersenjatai. Makanya bisa mengobarkan perang. Sedang disini, paling hanya disuplai petrodolar. Tidak langsung dari AS. Tapi dari negara-negara Timur Tengah.
Soal Uighur adalah problem dalam negeri China. Sama kayak dulu Indonesia berhadapan dengan GAM Aceh. Atau OPM di Papua. Gak ada hubungannya dengan agama. Ini lebih pada masalah sparatisme.
Tapi AS butuh orang-orang tolol yang mabuk agama untuk jadi bonekanya. Berjalan sesuai kepentingan AS. Kebetulan stok di Indonesia sangat banyak. Klop.
Nah, hari ini kita lihat para boneka AS yang gemar memakai sorban, pakaian laskar, teriak takbir, sedang memari di atas gendang yang ditabuh Donald Trump. Di depan Kedubes China di Jakarta.
Soal Uighur tidak ada urusannya dengan Indonesia. Tapi keribetannya diimpor sampai kesini. Apalagi ada penunggang gelap : apapun masalahnya, solusi ya khilafah.
Dari Uighur sampai sembelit. Solusinya khilafah.
"Mas, Felix Siuaw bukan dari Iughur kan?," tanya Abu Kumkum.
Mbuhhh...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews