Karena Jokowi sudah menang, di Pilpres 2019 ini, saatnya mengritik pembantu-pembantunya yang kurang smart dalam bekerja.
Di fesbuk dulu ada semacam adagium 'no pict = hoax'. Sekarang di tengah upaya pemberantasan hoax, Menkominfo malah memblokir postingan bergambar. Semua gambar, bahkan gambar sop buah saya yang segar itu juga ilang. Takut ngiler, ya?
Meski Rudiantara sudah menyampaikan permintaan maaf, susah saya memaafkan. Alasan pemblokiran gambar, sungguh merupakan bentuk kegagalannya sebagai menteri. Gagal memberikan pemahaman dan pembelajaran literasi digital pada rakyat. Sebagai balas dendam, usulan saya sederhana. Dalam periode kedua, Rudiantara nggak usah disertakan dalam zaken kabinet yang bakal dibangun Jokowi. Rudiantara nggak zaken deh!
Memblokir gambar, tapi membiarkan teks dan narasi kebencian, adalah sama saja. Maksudnya, sama saja bodohnya. Kenapa tak diblokir sekalian semuanya, segala macam teks atau narasi itu? Karena bukan gambar yang mengerikan, melainkan teks atau captionnya yang bisa menjadikan gambar itu 'berbunyi' dan berbohong.
Lagian, kenapa Menkominfo beraninya dengan yang gratisan? Kenapa segala televisi yang hampir semuanya melanggar UU Penyiaran 2002, dibiarkan terus menyiarkan acara demo kerusuhan secara live? Nggak berani pada yang berduit, ya? Kalau cuma mau mandang gambar sebagai provokasi, televisi bisa jadi biang provokasi.
Narasi kebencian, atau teks-teks provokasi hitam, mestinya dilawan dengan kontra narasi atau kontra teks. Pembelajaran pada rakyat mestinya melalui digiatkannya gerakan penyadaran.
Membangun basis literasi. Agar rakyat pinter dan imun, sehingga tak mudah tertipu. Meskipun saya jamin Rudiantara tak akan berani memblokir narasi kebohongan yang memakai label agama. Padahal, mana lebih berbahaya gambar atau agama? Nggak berani jawab palingan.
Baca Juga: Gerakan Tukang Pulsa ke Istana Minta Jokowi Pecat Menkominfo
Apa yang dilakukan Menkominfo persis seperti orang-orang kampung yang bikin 'polisi tidur' pada jalan-jalan yang dibikin mulus di kampung mereka. Mereka tak berani menegur para pengebut di jalanan kampung, tapi yang jadi korban seluruh pengguna jalan itu.
Padahal bisa kita pastikan jumlah pengebut liar jauh lebih sedikit dari pemakai jalan yang sopan. Bayangkan, polisi tidur itu betapa menyusahkan penjual mi dogdog kelilingan. Pernah lihat penjual mi dogdog ngebut mendorong gerobagnya?
Karena Jokowi sudah menang, di Pilpres 2019 ini, saatnya mengritik pembantu-pembantunya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews