Beragam Budaya, Banyak Nama Namun Satu Makna

Kamis, 24 Februari 2022 | 10:50 WIB
0
150
Beragam Budaya, Banyak Nama Namun Satu Makna
Ilustrasi budaya (Foto: rumahfilsafat.com)

2014, derita menerpa hidup saya. Tak tertahankan, karena mereka datang bergerombolan pada waktu yang sama. Semua keadaan tak sesuai rencana. Kematian tak terduga dari keluarga sungguh membuka mata.

2014 juga, perjalanan Dharma saya dimulai. Saya meninggalkan mitos dan takhayul dari cara berpikir lama. Dharma adalah jalan pembebasan yang sesuai dengan alam sebagaimana adanya. Sedikit demi sedikit, mata saya terbuka.

Mistik Kristen

Lahir dan besar di dalam tradisi Katolik Roma, saya mendalami akarnya. Saya berjumpa dengan sosok mistikus Kristen, dari Anthony de Mello, Yohannes Salib sampai Meister Eckhart. Mereka semua berkata serupa, bahwa diri kita yang asli itu sejati. Diri kita yang sejati itu adalah Kristus.

Kerajaan Allah tidak di luar diri. Ia tidak di tempat-tempat suci nun jauh disana. Kerajaan Allah ada di dalam diri setiap orang. Kita semua, sejatinya, memiliki hakekat Kristus, yakni hakekat Ilahi.

Zen Buddhis

Perjalanan Dharma mengajak saya ke tradisi Zen Buddhis. Dalam sekejap mata, saya langsung jatuh cinta. Ajarannya begitu sederhana, dan nyata. Tak ada teori yang membuat pusing kepala. Tidak ada bahasa asing yang terasa tak bermakna.

Diri kita yang sejati adalah Buddha. Ia bersifat sadar, dan kosong dari konsep. Hakekat Buddha (Buddha nature) adalah kekosongan yang hidup (aware emptiness). Batin menjadi jernih, dan siap menolong semua mahluk, tanpa kecuali.

Vajrayana Tibetan

Tradisi Buddhis Vajrayana Tibetan juga memukau jiwa. Diri kita yang asli itu adalah rigpa. Rigpa itu jernih seperti cermin. Ia memantulkan semuanya, tanpa pilih kasih.

Para Rinpoche pun menjadi guru yang menata jiwa. Mantera dan laku tapa diajarkan dengan begitu sabar dan sistematis. Kehadiran guru menjadi penting untuk mengarahkan jalan Dharma. Semua bertujuan untuk menyadari Rigpa yang tertanam di dalam diri setiap mahluk.

Yoga

Jalan spiritualitas juga adalah jalan tubuh. Tradisi Yoga pun masuk. Seorang tokoh besar dari India Selatan, Sadhguru, pun kini menjadi guru pembimbing. Baginya, Yoga adalah jalan untuk menjadi peka pada energi kehidupan yang ada di dalam diri.

Sadhguru selalu berkata, kita bukanlah tubuh kita. Tubuh hanyalah sisa makanan yang telah kita makan. Kita juga bukanlah pikiran kita, karena itu hanya hasil pola didik dari masyarakat. Kita yang sejati adalah kehidupan yang bersifat jernih dan tak terbatas.

Tai Chi

Olah tubuh pun juga ditemukan di tradisi Cina. Tai Chi dan Qi Gong mengajarkan berbagai jalan, supaya orang terbebaskan dari sakit dan derita. Keduanya menekankan, bahwa diri sejati manusia adalah energi semesta. Namanya adalah Chi.

Chi adalah pencipta dan penopang semesta. Ia ada di dalam diri setiap mahluk. Sebagai manusia, kita hanya perlu mengenali, dan mengembangkannya. Dengan begitu, kita menjadi manusia yang seimbang, yakni cerdas, bijaksana dan sehat.

Satu Makna

Ada banyak budaya yang saya sentuh. Ada banyak nama dan konsep yang saya pelajari. Namun, semua itu mengarah pada satu makna. Diri kita yang sejati itu sadar dan tak terbatas.

Kecemasan hancur seketika. Ketakutan akan kematian sirna dalam sekejap mata. Beragam pertanyaan terjawab dengan sempurna. Di sini dan saat ini, keabadian hadir di dalam jiwa.

Yang saya cari selama ini, ternyata, sudah selalu saya miliki. Saya hanya perlu berhenti sejenak, dan melihat. Tak lebih. Tak kurang.

***