Ajaran dari beberapa agama memang sangat mudah dipelintir untuk membenarkan kekerasan. Beberapa agama lain tidak mungkinakan jatuh ke dalam kekerasan.
Saya mengucapkan terima kasih dari lubuk hati terdalam terhadap Dhimas Anugrah atas tulisannya. Beliau adalah sahabat dalam berpikir dan bergerak untuk pencerahan bangsa. Tulisan-tulisannya lembut, sekaligus reflektif. Gaya kami memang berbeda.
Dialektika pemikiran adalah kunci perkembangan budaya. Inilah yang kiranya penting untuk dilakukan. Perbedaan pendapat tak harus jadi musuh seumur hidup. Rumah Filsafat kiranya bisa menjadi ruang untuk tetap bersahabat, walaupun berbeda sudut pandang.
Tiga Tanggapan
Saya ingin menanggapi tulisan Anugrah tentang agama kematian. Ada tiga hal yang ingin saya tekankan. Pertama, saya sepakat dengan pandangan Anugrah, bahwa agama kematian sama dengan ideologi totaliter. Keduanya membawa maut bagi keberagaman, dan menciptakan konflik yang tak kunjung padam.
Dua, saya juga sepakat, bahwa penafsiran terhadap suatu ajaran agama bisa sangat mematikan. “Ketika ada seseorang melakukan perbuatan buruk atas nama agama,” demikian tulis Anugrah, “maka sebenarnya ia tidak sedang menjalankan ajaran agamanya, tetapi mengekspresikan penafsirannya atas agama yang dianutnya.”
Penafsiran adalah soal mutu cara berpikir. Jika cara berpikirnya terbelakang dan merusak, maka penafsiran bisa ikut terbelakang dan merusak. Ini tetap bisa terjadi, walaupun sebuah agama penuh dengan ajaran yang mendamaikan.
Tiga, namun, saya tidak sepakat, jika semua agama adalah agama kemanusiaan. “Kita juga perlu sadar”, demikian tulis Anugrah, “bahwa misi agama itu sendiri sejalan dengan kemanusiaan dan menghargai kehidupan, karena buah dari kehidupan insan beragama adalah memanusiakan manusia lainnya.”
Pandangan ini adalah pandangan yang terlalu idealis dan romantis tentang agama. Ini mengabaikan fakta, bahwa agama adalah institusi buatan manusia yang kerap terpelintir ke dalam korupsi, diskriminasi dan perang besar satu sama lain.
Beberapa agama memiliki ajaran yang amat sangat mudah jatuh ke dalam kekerasan. Beberapa agama lain tak akan pernah jatuh ke dalam kekerasan, apapun penafsiran yang dilakukan. Beberapa agama, dari intinya, memang rawan kekerasan. Kita harus sungguh peka dan cermat akan hal ini.
Agama Nir-Kekerasan
Seorang Yogi yang sungguh radikal tidak akan membunuh mahluk lain. Seorang Yogi yang radikal akan duduk diam, hanyut dalam keheningan. Ia tidak akan membawa bom bunuh diri. Ia tidak akan memulai perang ratusan tahun yang menewaskan ratusan ribu orang.
Ada satu agama yang sangat lembut, yakni Jainisme. Agama ini melihat, bahwa semua mahluk memiliki jiwa yang setara. Semuanya harus diperlakukan dengan sikap welas asih dan rasa hormat. Seorang Jain yang radikal adalah seorang vegetarian (tidak makan daging dalam segala bentuknya) yang ketat. Tidak hanya itu, mereka hidup amat sederhana, guna melestarikan semua kehidupan yang ada.
Jadi, ajaran dari beberapa agama memang sangat mudah dipelintir untuk membenarkan kekerasan. Beberapa agama lain TIDAK MUNGKIN akan jatuh ke dalam kekerasan. Kita perlu peka pada perbedaan ini. Lalu, kita perlu melakukan hal-hal tertentu, supaya agama kematian yang penuh kekerasan tidak menyebar. Hanya itu yang ingin saya sampaikan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews