Kolaborasi dan Inovasi, Mantra Produktivitas Abad 21

Bagi yang muslim, selalu saja saya kemukakan bahwa tidak saja urusan shalat dan makan yang perlu berjamaah. Urusan lainpun dalam kebaikan perlu berjamaah, paling tidak mendatangkan keberkahan.

Selasa, 19 Januari 2021 | 13:46 WIB
0
150
Kolaborasi dan Inovasi, Mantra Produktivitas Abad 21
Jaringan Listrik (www.pln.go.id)

Kita memegang gawai, diproduksi Samsung, perusahaan Korea Selatan. Sementara untuk perangkat lunaknya diproduksi Google, peusahaan Amerika Serikat.

Kerjasama Samsung dan Google membawa produknya menjadi pilihan paling banyak dipakai. Melintasi negara, etnis. Bukan lagi soal darimana asal perusahaan, begitu pula dengan pekerja yang lintas etnis. Di sisi lain politik justru menggaungkan nasionalisme dan juga pemimpin daerah yang lahir dari daerah itu.

Sebagaimana Nokia dulu. Bahkan disebut “gawai sejuta umat”. Hanya saja, sekarang Nokia tidak bersanding lagi di pasaran Bersama Samsung. Perlahan, mereka mulai kewalahan dalam produksi kemudian dijual murah ke Microsoft.

Stephen Elop, CEO Nokia, mengatakan dalam pidato terakhir “Kami tak melakukan kesalahan apa-apa, tapi bagaimana kami bisa kalah.” Sebuah kalimat yang menggambarkan kebingungan atas dinamika zaman yang terus berubah.

Selanjutnya, Microsoft menjualnya ke Foxconn. Prospek bisnis yang tidak cerah. Berpindah tangan dari satu pemilik ke pemilik lainnya.

Sebelum itu, di suatu masa Blackberry menguasai tangan masyarakat Indonesia. Sejaya apapun juga itu, tetap saja tumbang. Sekarang Samsung yang berkuasa.

Di belakang Samsung, laporan dari Counterpoint ada Xiaomi, kemudian disusul Apple. Pengapalan Xiaomi terkirim sampai ke Eropa dan Amerika Serikat.

Namun, bukan tentang gawai dan perangkat lainnya. Gambaran di atas sekedar memberikan ilustrasi bahwa diperlukan inovasi. Hanya saja, kemampuan inovasi tidak bisa serta merta dicapai.

Walau dalam taksonomi Bloom memberikan gambaran hirarki bahwa ada enam tahapan dalam kemampuan belajar, namun untuk kemahiran inovasi adalah perpaduan pengalaman dan keterbukaan dalam menerima pendapat orang lain.

Juga kemauan dan kemampuan untuk terus belajar. “Belajar dari buaian sampai liang lahat” petuah yang tetap relevan. Bahwa belajar tidak dihentikan pada urusan ijazah dan wisuda.

Jika itu dikelola, maka kita akan lihat produktivitas perusahaan seperti Samsung, dan juga Xiaomi. Dukungan Xiaomi Fans yang selama ini hanya biasa dikenal di dunia sepakbola, kali ini digunakan untuk sebuah gawai.

Begitu pula Xiaomi tidak hanya menjajakan gawai tetapi piranti lainnya seperti tas, lampu, bahkan sampai rice cooker. Dikenal awalnya dengan handphone, kemudian tidak sebatas handphone saja.

Belajar dari kejatuhan Nokia dan Blackberry, ketika menguasai pasar lupa melalukan inovasi. Bolehjadi keunggulan hari ini, justru menjadi kelemahan esok hari.

Kunci Produktivitas, Kolaborasi dan Inovasi

Dengan kolaborasi dapat ditunjukkan Samsung yang merajai. Bukan saja Indonesia, tetapi pasar gawai sedunia.

Ini karena kesediaan Samsung untuk bekerja bersama dengan Google dalam pengembangan Android. Kemudian justru Android sekarang ini dipakai di pelbagai gajet. Namun dengan kemampuan inovasi Samsung kemudian mengantarkan menduduki tahta tertinggi.

Hanya saja, jika belum sampai pada tahta tertinggi, maka tidak perlu berkecil hati. Xiaomi sebelumnya dari segi penjualan masih tertinggal dengan Apple. Namun sejak 2019, mulai menyusul dan bahkan melampaui penjualan Apple.

Di situ dapat dilihat bahwa perlu strategi dan metode inovasi yang boleh jadi hanya lazim dalam bidang tertentu, kemudian diadaptasi dan dijadikan kelaziman baru.

Pola yang ada dalam sepakbola kemudian diadaptasi pada gawai. Justru menjadikan Xiaomi langkah demi langkah bisa mengejar Apple.

Baca Juga: E-Marketing [33] Pemasaran Online dan Industri Hotel

Sebuah grup band dinamakan “Superman is dead”. Ini bukan sekadar gurauan semata. Saat ini, tidak ada produktivitas yang bisa dilakukan seorang diri.

Tamsil yang lain pada soal suasana kota. Sebagaimana Nagoya yang menjadi rumah bagi tiga merek otomotif utama Jepang, Toyota, Suzuki, dan Honda.

Di tempat yang sama, Aichi Prefecture, berdiri Toyota City. Disebut demikian karena adanya 12 pabrik Toyota untuk pelbagai tipe produksi mobil.

Ini merupakan usaha bersama. Bukan hanya pemerintah kota tetapi juga warga dan industri. Ketiganya bahu membahu mewujudkan kenyamana bekerja dan tentu dampaknya akan kembali ke masyarakat.

Dimana bagian komponen dari otomotif itu diproduksi melalui kelompok kecil industri rumahan.

Bagi yang muslim, selalu saja saya kemukakan bahwa tidak saja urusan shalat dan makan yang perlu berjamaah. Urusan lainpun dalam kebaikan perlu berjamaah, paling tidak mendatangkan keberkahan.

***