Umrah [3] Hikmah dari Sakitnya Suami

Tepat pukul 19.00, pesawat Saudia Airlines bertolak menuju Jakarta. Sesuai jadwal, sepuluh jam kemudian kami pun tiba kembali di Tanah Air bersama seluruh rombongan umrah.

Sabtu, 26 Oktober 2019 | 07:34 WIB
0
371
Umrah [3] Hikmah dari Sakitnya Suami
Suami sakit (Foto: Dok. pribadi)

Singkat cerita, setelah habis satu kantong cairan infus, suami saya diperbolehkan meninggalkan Ajyad Emergency Hospital. Perawat membekali kami obat-obatan. Salah satu di antaranya penawar rasa sakit jenis ibuprofen. Dalam Bahasa Inggris saya bertanya kepada perawat, berapa saya harus bayar. Dia menjawab bahwa semua free untuk jamaah yang menunjukkan paspor dan visa umrah. Subhanallah.

Kami kembali ke hotel. Kursi roda kosong saya dorong. Saya bersyukur suami membaik. Suami membatalkan niat ikut tawaf sunnah. Tapi dia minta saya mengikuti tawaf sunnah dan city tour bersama jamaah lain ke padang Arofah, Musdalifah, Mina, tempat melempar jumrah, Jabal Tsur dan Jabal Rahmah.

Saat tawaf sunnah, saya berkesempatan masuk lingkaran HIjr Ismail dan Multazam. Saya panjatkan doa-doa untuk pribadi dan kawan-kawan. Tak lupa saya minta Allah sehatkan suami saya.

Sepanjang perjalanan saya membayangkan suami saya, berharap dia tidak kesakitan lagi. Ketika kembali lagi ke hotel, saya langsung berlari ke kamarnya. Kabar buruk, suami saya kesakitan lagi. Padahal obat sudah diminum. Duh Allah... apa lagi ini?

Saat itu saya berinisiatif membawanya kembali ke RS. Kami berjalan pelan-pelan melewati tengah-tengah mall As Sofwah dan turun ke rumah sakit. Sampai di sana suasana sangat crowded. Suasana di RS sangat berbeda dengan tengah malam ketika kami datang untuk kali pertama. Antrean mengular, ramai sekali. Ada beberapa jamaah yang dibawa ke tempat itu dalam keadaan tidak sadar.

Melihat itu semua kami merasa lebih beruntung. Suami masih sadar. Dia juga merasa lebih baikan. Kemudian suami saya berkata sebaiknya balik saja ke hotel. Pasien-pasien itu lebih membutuhkan pelayanan rumah sakit daripadanya, kata dia. Kami pun balik ke hotel.

Di tengah perjalanan kami berpapasan dengan Ustadz Ridwan dan salah satu jamaah yang berniat menjemput kami. Dikiranya kami masih di RS. Malam itu saya minta dia beristirahat saja di kamar saja agar besok bisa melaksanakan sholat jamaah yang terakhir di Masjidil Haram sekaligus tawaf wada'.

Sempat hilang-timbul sakitnya, hingga akhirnya jadwal kami meninggalkan Tanah Haram. Alhamdulillah kami berdua masih sempat melaksanakan salat Subuh berjamaah di masjidil Haram dan tawaf wada', sesuai rencana. Sebelum Jumatan kami sudah menuju Airport Jeddah walau jadwal penerbangan jam 19.00. Jumatan dilaksanakan di perjalanan, tepatnya di Masjid Qishas, karena aturan penerbangan di Bandara Jeddah, lima jam sebelum keberangkatan kami sudah harus tiba di terminal keberangkatan.

Leganya saya ketika tiba di Airport Jeddah. Hikmah sakitnya suami begitu besar. Semula suami mengkhawatirkan fisik saya yang ringkih. Ternyata saya justru strong. Malah dia yang akhirnya butuh perawatan rumah sakit. Padahal selama ini fisiknya kuat. Dia gemar olahraga. Sepekan tenis satu sampai dua kali kadang tambah berenang.

Hikmah lagi, betapa bersyukurnya saya dapat ketua rombongan dan pembimbing yang penuh tanggungjawab. Mereka siaga 24 jam. Juga teman-teman serombongan sangat baik. Mereka begitu penuh perhatian, saling membantu dan sangat saya rasakan kehadiran dan pertolongannya ketika suami sakit. Semoga Allah membalas kebaikan mereka.

Tepat pukul 19.00, pesawat Saudia Airlines bertolak menuju Jakarta. Sesuai jadwal, sepuluh jam kemudian kami pun tiba kembali di Tanah Air bersama seluruh rombongan umrah Madinah Iman Wisata.

(Selesai)

***

Tulisan sebelumnya: Umrah [2] Ketika Suami Sakit di Tanah Suci