Umrah [2] Ketika Suami Sakit di Tanah Suci

Saya lihat suami sudah tenang. Tangan tak lagi memegangi perut. Matanya terpejam. Dalam perasaan yang tak karuan saya berdoa.

Jumat, 25 Oktober 2019 | 17:47 WIB
0
416
Umrah [2] Ketika Suami Sakit di Tanah Suci
Suami sakit (Foto: Dok. pribadi)

Jam menunjukkan pukul 01.00 dini hari waktu Mekah ketika kamar saya diketok. Samar terdengar suara suami saya. Kak Oni, room mate saya membukakan pintu. "Mbak Niken, dicari suami," katanya.

Saya langsung meraih kerudung, pakai longdress dan keluar. Di lorong hotel saya menemukan suami saya kesakitan. Wajahnya pucat. Tangannya memegangi perut. Saya papah dia balik ke kamarnya, tepat di sebelah kamar saya. Teman sekamarnya, Mas Tri (suami Kak Oni) lagi keluar. Rupanya dia pergi ke apotek membeli obat penawar rasa sakit.

Suami saya mengalami kolik. Sakit perut yang hebat. Dia juga tidak bisa kentut dan buang air. Sesampai di kamarnya, suami saya mengambil posisi bersujud. Posisi tubuh paling bersahabat saat kolik memang nungging/bersujud. Dia pernah mengalami gejala seperti ini saat saya hamil Hanun, 12 tahun lalu dan dirawat di RS selama 3 hari.

Saya kirim pesan ke Ustadz Khamim. Ketua rombongan umrah kami ini memang luar biasa sigapnya. Dia langsung datang dengan kursi roda. Kami memutuskan untuk membawa suami saya ke RS. Ust Khamim serta kawan sekamar suami, Mas Tri dan Pak Yusni gantian mendorong kursi roda ke Ajyad Emergency Hospital di lantai dasar pusat perbelanjaan As Sofwah, samping Zamzam Tower.

Sesampai di RS, suami saya langsung diobservasi di UGD. Ada dua orang lainnya di UGD. Tapi hanya suami saya yg kemudian dipindahkan ke ruang perawatan khusus laki-laki. Saya tidak boleh masuk. Dari luar saya lihat perawat memasang alat monitor, menyuntik dan kemudian memasang infus.

Sementara itu di ruang perawatan ada orangtua yang sakit. Dia orang Indonesia yang hanya bisa berbahasa Sunda. Perawat menanyakan apakah ada di antara kami yang memahami bahasanya. Ternyata Pak Yusni paham. Dari name tag diketahui dia dari rombongan mana. Akhirnya para laki-laki mengurusi si bapak tua. Saya minta mereka tinggalkan kami. Saya bisa menunggui suami dari luar.

Saya lihat suami sudah tenang. Tangan tak lagi memegangi perut. Matanya terpejam. Dalam perasaan yang tak karuan saya berdoa. "Ya Allah Yang Maha Menyembuhkan, sembuhkan suami saya. Jangan ambil suami saya hari ini. Saya tidak mau pulang sendirian ke Tanah Air."

(Bersambung)

***

Tulisan sebelumnya: Umrah [1] Umrah Bersama Suami Akhirnya...