Kalau gagal mengajak pinter, perbanyak dulu isi kantong, agar bisa berderma menjadi sang altruist. Bisnis mah bisnis saja, dengan ketentuan dan syarat berlaku.
Lagi-lagi masyarakat disalahkan, itu yang bisa disimpulkan dari yang terjadi pada NET-TV, Televisi Masa Kini. Masa Kini?
Tak cerdik membaca peta, tak mampu melakukan positioning, salah strategi, kemudian masyarakat (sebagai target audiens atau konsumen) disalahkan. Itu ciri manajemen bodoh. Kalau pinter, gimana bisa kalah di bisnis itu? Nyadar hidup di lingkungan bodoh, nyodorin sesuatu yang (dibilang) tidak bodoh, tapi gagal; di mana istimewanya?
Faktanya, NET-TV sebagai televisi masa kini, jeblok dalam perolehan iklan. Pemasang iklan tahu, pemirsa NET bukan hanya sedikit tapi juga segmented. Di situ pemasang iklan lebih pintar melihat potential buyers.
Masuk jalur kompetitif, dengan content yang bagus (pernyataan yang meragukan), di situ strategi NET bermasalah. Kalau masuk keunggulan kompetitif, siapa orang di belakang NET? Wishnutama yang cerdas?
Tak cukup. Nilai investasinya harus melampaui, atau setidaknya setara, dengan RCTI (termasuk MNC-TV, GTV), atau Emtek (termasuk SCTV dan Indosiar). Berlaku pola linier; investasi, kualitas sdm, content, daya jangkau siaran.
Menyebut NET sebagai stasiun televisi masa kini, rasanya terlalu berlebihan. Karena tak jauh beda dari stasiun televisi lainnya. Pada sisi itu, Metro TV, TV One dan Kompas TV, meski tidak meraup keuntungan besar seperti RCTI, SCTV dan Indosiar, mereka tidak dalam posisi seperti NET yang merugi.
Baca Juga: Dilema NET TV dan Isu PHK Massal
Jika mau berbisnis (ke industri) televisi, adalah congkak jika menyalahkan selera rendah masyarakat. Itu menunjukkan kebodohan sendiri dalam memposisikan diri atau kegagalannya berstrategi. Lagi pula, di tengah perubahan yang cepat dari sisi teknologi, banyak hal harus diperhatikan oleh para pengelola NET-TV.
Televisi masa kini menyangkut platform yang berubah. Dari sajian tayangan dengan cara menggabungkan elemen live TV, on demand viewing, hingga media sosial. Dalam perkembangannya, kini acara televisi bisa disaksikan lewat berbagai sarana, seperti parabola, tayangan free to air, gadget, dan perangkat streaming full HD yang disambungkan ke televisi. Bandingkan dengan NET yang masih konvensional, dan hanya mejeng di youtube untuk penunjang eksternalnya. Itu mah bukan masa kini, tapi jadul.
Jadi, jangan karena buruk muka cermin dibelah. Nyalahin selera masyarakat. Industri 4.0 bukan lagi kompetisi, melainkan kolaborasi. Masyarakat bukan lagi objek tapi juga subjek, partisipan, mengedepankan prinsip EULA (End User License Agreement), yang menjamin adanya perjanjian antara pembuat dan pemakai. Kalau pun selera masyarakat rendah, bukankah yang pinter mesti membuat pinter yang bodoh?
Kalau gagal mengajak pinter, perbanyak dulu isi kantong, agar bisa berderma menjadi sang altruist. Bisnis mah bisnis saja, dengan ketentuan dan syarat berlaku.
Kalau punya niatan suci (menjadi sang pencerah masa kini), jika kaki lumpuh di tengah jalan, jangan nyalahin jalan panjang berliku dan beronak-duri dong! Cemen!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews