Low Cost Carrier Penyebab Kecelakaan?

Jumat, 2 November 2018 | 06:45 WIB
0
442
Low Cost Carrier Penyebab Kecelakaan?
Lion Air (Foto: Wikipedia.org)

Selama 33 tahun bertugas di TNI AU, saya menangani masalah intelijen pengamanan, di mana sebagai Kadispamsanau, melakukan pengamanan personil, materiil, informasi dan kegiatan (internal security), mengawasi dengan ketat bersama Dinas Kambangja. Di samping memberikan data intelijen dalam persiapan perang.

Dalam manajemen penerbangan yang demikian complicated, toleransi terus diminimalisir, semua sub system bekerja dengan disiplin. Pengoperasian pesawat TNI AU tidak bisa diberikan toleransi dalam hal-hal tertentu yang menyalahi prinsip, mengingat adanya berbagai jenis pesawat, seperti tempur, transport, pembom, heli, latih dan lain-lain. Begitu kita lengah sedikit, maka potensi terjadinya kecelakaan akan muncul.

Nah, dengan dua kejadian kecelakaan menonjol di Indonesia, Air Asia, Airbus A320-200, QZ 8501, 28 Desember 2014 di laut Jawa dan 29 Oktober 2018, Lion Air JT-610 di laut Jawa yang sedang dicari black box-nya, pemerintah mengumumkan akan memperketat aturan Low Cost Carrier. Apa LCC itu? Apa ini punya andil dalam terjadinya kecelakaan?

Konsep Low Cost Carrier

Maskapai penerbangan bertarif rendah (Low-cost carrier/LCC) adalah maskapai penerbangan yang memberikan tarif rendah namun dengan menghapus beberapa layanan penumpang yang biasa. Konsep ini diperkenalkan di Amerika Serikat sebelum menyebar ke Eropa pada awal 1990-an dan seluruh dunia.

Cara tersebut dimulai pada industri maskapai yang merujuk pada struktur pengoperasian bertarif rendah daripada pesaingnya. Melalui berbagai media, cara ini menghasilkan banyak maskapai bisa memberi harga tiket yang rendah ttp layanannya yang karena biaya operasinya dikurangi.

LCC Murah dan menguntungkan Maskapai

Dengan konsep LCC, maskapai bisa menyedot banyak penumpang, karena harganya lebih murah, dilakukan dengan beberapa cara diantaranya:

  • Beberapa peralatan kecil pilihan di pesawat, seringkali tidak termasuk perlengkapan modern, lebih mengurangi biaya perawatan.
  • Memberi setengah harga tiket searah daripada pulang-pergi (kadang-kadang harga naik seiring pesawat mengisi bahan bakar, sehingga menuntut reservasi awal.
  • Terbang murah, bandar udara kedua yang kurang padat dan terbang awal di pagi atau sore hari untuk menghindari penundaan lalu lintas udara dan pajak pendaratan lebih rendah.
  • Rentang waktu terbang pulang-pergi yang cepat (membolehkan penggunaan pesawat secara maksimum).
  • Mengutamakan penjualan tiket secara langsung, khususnya melalui Internet (menghindari pajak dan komisi terhadap agen perjalanan dan sistem reservasi komputer).
  • Membolehkan penggunaan dan pengambilan melalui tiket elektronik atau perjalanan tanpa tiket.
  • Makanan "gratis" dan layanan "cuma-cuma" dihapus, dan digantikan dengan pilihan makanan dan minuman yang dibayar selama terbang (menghasilkan sumber keuntungan tambahan bagi maskapai).
  • Program perlindungan nilai bahan bakar yang agresif, terkait dgn efisiensi.
  • "Tidak mengikat" biaya tambahan (seperti pajak bandara, dan pajak lainnya sebagai biaya yang dipisah daripada sebagai bagian dari harga yang diiklankan) untuk membuat "harga headline" terlihat rendah.

Operator Low Cost Carrier di Indonesia

  • Adam Air - tidak beroperasi sejak 2008.
  • Batavia Air - tidak beroperasi sejak 2013.
  • Citilink (subsidiari Garuda Indonesia)
  • Indonesia Air Asia (subsidiari AirAsia)
  • Lion Air
  • Wings Air (subsidiari Lion Air).

Analisis

Dari pengalaman bertugas di TNI AU, di mana ancaman juga selalu mengintai, Kasau selalu menegaskan tercapainya zero acident. TNI AU bertugas dalam bidang pertahanan negara, konsep manajemennya jelas berbeda dgn operator angkutan udara seperti Lion Air dllnya sebagai perusahan bisnis.

Nampaknya pemerintah cq. Kemenhub lebih menyadari adanya hantu mengerikan yang tersembunyi di belakang LCC. Operator LCC akan diatur ulang dan diawasi dengan ketat. Memang terlihat demi meraih untung, ada beberapa pada LCC yang bisa mengorbankan mslh safety karena memaksakan sesuatu.

Konsep di negara maju umumnya aman, karena sumber daya manusia dan sarananya siap.

Pertanyaanya apakah maskapai kita betul-betul siap? Sepertinya ada hal-hal yang harus ditata ulang agar kita benar-benar selamat kalau terbang degngan konsep LCC.

Yang perlu disadari oleh operator penerbangan, bawah Kodrat manusia itu adanya di darat. Nah, begitu kita terbang dengan pesawat, itu menyalahi "kodrat", oleh karenanya harus dikuasai betul soal Airman ship, taat dengan prosedur dan aturan, tata manajemen serius dengan mental insan udara, jangan ambil resiko dengan toleransi dan jangan sederhanakan masalah.

Apabila itu dilanggar dan disepelekan... pesawat dengan semua isinya akan bertemu dengan kodratnya...

Jatuh ke tanah atau laut deperti yang terjadi saat ini...

Semoga bermanfaat.

 

***

Marsda Pur Prayitno Ramelan