Algoritma dan Produksi Kepercayaan

Jika menjadi youtuber, apa yang kamu cari; sebanyak-banyak subscriber agar jumlah tayangan banyak dan iklan akan membanjirinya?

Jumat, 20 Agustus 2021 | 17:52 WIB
0
224
Algoritma dan Produksi Kepercayaan
Membuat konten Youtube (Foto: Youtube.com)

"Dengan cinta, yang pahit menjadi manis. Dengan cinta, tembaga menjadi emas. Dengan cinta, sampah menjadi jernih. Dengan cinta, yang mati menjadi hidup. Dengan cinta, raja menjadi budak. Dari ilmu, cinta dapat tumbuh. Pernahkah kebodohan menempatkan seseorang di atas tahta seperti ini?"

Demikian apa yang dituliskan Jalaluddin Rumi sang sufi yang penyair. Tapi, Al Ghazali teolog muslim Persia abad ke-11, yang pasti bukan kakaknya El dan Dul, dengan lugas mengatakan, "Cinta hanyalah istilah belaka!" Whatttt? Ya, semua tentunya tergantung pada centhelan. Orang tak bisa mencenthelkan baju di tembok yang mulus. Jika pun tak ada centhelan, diperlukan kapstok. Karena, menurut Pierre Bourdieu, orang beriman hanya kutbah pada orang seiman.

Dalam buku Bourdieu 'The Field of Cultural Production', ada yang disebut soal 'produksi kepercayaan'. Bagaimana itu? Jika kepak sayap kebhinekaan Puan Maharani menjadi candaan publik, karena Puan atau para pembujuk di belakangnya tidak membaca buku Bourdieu. Sekali pun di sana ada Hendrawan Supratikno yang profesor, atau tak sedikit alumni Driyarkara berada di partai ini.

Namun, mungkin saja, dan barangkali mereka bisa berkilah, dalam teori algoritma, yang acap dipakai sebagai dasar kenekatan. Toh Fadli Zon dan Denny JA tahu, bahwa tanda click untuk akun platform medsos mereka, jauh lebih bernilai karena quantity ukurannya, bukan quality.

Kalau muncul kumpulan penulis tapi pakai nama 'Satu Pena', barangkali kesalahannya pada pilihan nama. Coba kalau namanya 'Dua Pena', mungkin tak perlu rebutan. Dalam sistem pemilu kita, yang menang yang banyak mendapat suara. Dan kita hanya melihat 'banyaknya', bukan pada soal bagaimana bisa lebih banyak orang tertarik padanya.

Maka, sebenci apapun orang pada Puan, atas balihonya yang tidak sexy, apalagi sensi, toh memory akan wajah dan nama Puan Maharani bisa kuat bak virus corona nancep di paru-paru, hingga 2024?

Persoalannya, apakah yang terpateri di ingatan akan mengerakkan kita untuk mencoblosnya, memilihnya, mendukungnya?

Saya selalu ingat dengan bentuk mobil VW Combi, yang saya bayangkan sebagai studio berjalan dalam mimpi travelling mengepakkan sayap kebhinekaan dalam videocumentary saya. Tapi untuk mengujudkannya? Bung Hatta pun tak pernah kesampaikan membeli sepatu Bally idamannya, meski ia telah menggunting iklan sepatu Bally itu, dan disimpannya di laci meja kerja.

Sekiranya saya bertemu Bung Hatta, saya akan berbisik padanya; "Bung, bukan di laci meja, taruh kertas itu di bawah bantal..." Karenanya dalam hukum komunikasi yang sederhana, para penerbit buku juga menyadari, kesuksesan sebuah buku tergantung kepada tempatnya diterbitkan. Mengetahui apa yang berfaedah dan bukan, yang penting dan bukan, bagi target audience atau potential buyers mereka. Pada angka. Bukan pada nilai.

Maka kita tahu apa yang disuka di youtube atau di tik-tok, IG, facebook, dan sebagainya. Para kreator akan tergantung, lagi-lagi, pada centhelannya. Melayani, memanjakan, atau bahasa halusnya tunduk pada selera pasar, adalah bagian penting dari teori sukses.

Sama halnya para penulis, kreator youtube, seniman seni pertunjukan, para pencari bansos. Mereka mau ngapain dengan hukum afinitas? Jika menjadi youtuber, apa yang kamu cari; sebanyak-banyak subscriber agar jumlah tayangan banyak dan iklan akan membanjirinya?

Atau sebagai media mengekspresikan diri? Di medsos, dengan algoritma, hukum itu bisa digunakan secara efektif dan efisien, yang menurut Al Munsy Al Remy Sylado, sangkil dan mangkus.Jika menjadi youtuber, apa yang kamu cari; sebanyak-banyak subscriber agar jumlah tayangan banyak dan iklan akan membanjirinya?Cuma, bagaimana sekiranya tetiba Yesus menuliskan di tanah, dan bertanya pada Bill Gates ketika amprokan di gereja, 'Lantas apa jasamu?' Sementara Muhammad mengatakan, "Yang terbaik di antara kalian adalah mereka yang berakhlak paling mulia."

Yang bijimana paling mulia itu? "Jalannya tidak di langit. Jalannya ada di dalam hati," berkata Buddha, "jalannya ada dalam tindakan kasih." Sementara John Lennon, menggumam di sudut sorga (yang percaya John di neraka, kalimat ini bisa diganti), "Aku percaya apa yang disampaikan Yesus atau Muhammad atau Buddha atau yang lainnya adalah kebenaran. Hanya saja banyak terjemahannya yang menjadi salah.." Metharjum.

Jangan lupa, ada beberapa warung makan memberi layanan gratis untuk hari ini.

@sunardianwirodono