Yang pasti, diskursus tentang DNA ini harus tetap dibuka, jangan dikunci dengsn asal percaya pada temuan sains
Sains memang berjasa membantu kita memahami realitas diri, fenomena kehidupan dan dinamika jagat raya. Tapi pendaoat para saintis tidaklah begitu saja bisa kita terima dan percaya begitu saja sebagai kebenaran absolut. Bagaimanapun itu adalah satu hipotesa berdasarkan temuan-temuan empirik tertentu.
Pernyataan bahwa tidak ada pribumi di Indonesia, didasari teori uji genetika dengan hipotesa bahwa semua homo sapiens berasal dari Afrika. Termasuk leluhur Indonesia yang konon pertama kali bermigrasi ke Indonesia sekitar 50.000 tahun silam. Ini mengabaikan realitas bahwa sejarah di Indonesia telah mulai jauh sebelum itu. Sejarah Harjuna Sasrabahu, Rahwana hingga Angling Dharma, telah muncul sebelum era yang dianggap era kemunculan perdana manusia di Nusantara.
Sayangnya, para sejarawan dengan pendekatan empirik tak punya kemampuan mengakses bukti pernyataan ini, termasuk entah bagaimana, tak bisa mengungkapkan usia sebenarnya dari sebagian relief di Candi Sukuh sebagai salah satu jejak peninggalan Harjuna Sasrabahu.
Sementara pendekatan spiritual dengan membaca achasic record dan menelusuri jejak energi setiap artefak, tak bisa dijangkau oleh para saintis dan sangat niscaya dianggap hanya halusinasi.
Saya berpegang pada realitas bahwa homo sapiens tak hanya berasal dari Afrika. Di segenap benua dan pulau-pulau utama ada bibit manusia tersendiri. Proses migrasi terjadi di fase berikutnya dan memungkinkan terjadinya silang genetika yang menciptakan homo sapiens dengan ras hibrida.
Di Indonesia, tetap ada ras pribumi. Tapi yang punya DNA murni pribumi tetap ada. Sementara mayoritas adalah manusia hibrida. Saya pribadi, jelas bukan orang dengan darah pribumi asli. Entah bagaimana, sejauh saya baca sendiri DNA saya, yang dominan justru DNA Tionghoa, menyusul DNA Eropa, baru minoritasnya DNA Jawa dan India.
Ini berbeda dengan ayah saya yang 70% Jawa dan 30% Arab, Ibu saya 90% Sunda dan 10% China. Nah, saya baca bahwa anggota gank saya Tunjung Dimas Bintoro, itu punya DNA 100% Jawa Murni. Makanya kalau bicara jawanya ndeles.
Akan menarik jika hasil saya membaca dengan "mesin canggih di dalam diri" ini dikomparasi dengan perangkat teknologi terbaru. Yang pasti, pernyataan tentang realitas diri saya yang hibrid itu memang terbenarkan oleh warna kulit dan warna mata saya, yang berbeda dengan umumnya Jawa asli atau Sunda asli. Entah bagaimana ini bisa terjadi.
Yang pasti, diskursus tentang DNA ini harus tetap dibuka, jangan dikunci dengsn asal percaya pada temuan sains
Dan, mengakui adanya ras pribumi tak sama dengan mendorong chauvinisme atau rasionalisme. Spiritualisme mengajar kita untuk mengerti bahwa jiwa bisa hidup berkali-kakli dengsn ras yang berbeda - beda. Tak ada yang perlu disombongkan, semua hanya pelajaran sesaat bagi Sang Jiwa.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews