Mengakhiri Kemiskinan Selamanya

Negara yang membiarkan rakyatnya hidup dalam kemiskinan adalah negara pelaku pelanggaran HAM berat.

Kamis, 19 Desember 2019 | 07:05 WIB
0
396
Mengakhiri Kemiskinan Selamanya
Ilustrasi kemiskinan (Foto: radarnusa.com)

Kota kecil itu bernama Dauphin, di Kanada. 1974-1979, sebuah eksperimen sosial yang radikal dilakukan. Seluruh penduduk kota itu mendapatkan pendapatan bulanan dari pemerintah. Tujuannya sederhana, supaya kemiskinan lenyap seluruhnya di kota itu.

Tak ada perkecualian. Semua orang mendapatkan gaji bulanan dari negara. Inilah yang disebut sebagai “mincome”, atau minimal income. Ini bukanlah hadiah atau tunjangan tidak mampu, melainkan hak sebagai manusia.

Selama lima tahun, kemiskinan lenyap seluruhnya dari kota itu. Orang-orang hidup layak, dan bekerja sesuai dengan minat maupun bakat yang mereka punya. Apakah mereka menjadi malas? Sebaliknya yang terjadi. Kerja menjadi penuh gairah, karena sejalan dengan panggilan hidup masing-masing pribadi.

Utopia yang menjadi Nyata

Hal yang sama diungkap dengan gamblang oleh Rutger Bregman, seorang sejarahwan asal Belanda. Seharusnya, menurut Bregman, kemiskinan sudahlah punah di abad 21 ini. Tak layak rasanya, di abad 21 yang penuh dengan perkembangan teknologi dan harta yang melimpah, orang masih terjebak dalam lubang kemiskinan. Seharusnya, yang menjadi masalah abad 21 ini adalah bagaimana cara mengatasi kebosanan, akibat melimpahnya harta, dan sedikitnya kerja yang harus dilakukan.

Bregman menawarkan cara berpikir utopia, yakni sebuah visi baru yang menjadi arah bagi segala bentuk kebijakan maupun hidup bersama manusia. Visi itu dituangkan dalam bukunya yang berjudul Utopia for Realist: The Case for a Universal Basic Income, Open Borders and a 15 Hour Workweek. Buku ini sarat dengan argumen brilian, dan data-data yang akurat. Pandangan utamanya: semua manusia di dunia ini harus memperoleh pendapatan dasar, semua perbatasan negara dibuka untuk imigrasi, dan jam kerja diturunkan menjadi 15 jam dalam seminggu (sekitar dua hari dalam seminggu).

Pandangan ini bukan mimpi. Beragam data diajukan yang berpijak pada eksperimen di berbagai tempat. Di dalam dunia semacam itu, manusia akan hidup lebih bahagia, bekerja dengan penuh gairah dan tak punya alasan untuk berperang satu sama lain. Secara keseluruhan, dari kaca mata ekonomi, produktivitas akan meningkat. Biaya kesehatan dan tingkat kriminalitas secara keseluruhan akan menurun.

Memberantas Kemiskinan

Beberapa penjelasan kiranya diperlukan.

Pertama, kemiskinan adalah sebentuk pelanggaran HAM berat. Artinya, negara yang membiarkan rakyatnya hidup dalam kemiskinan adalah negara pelaku pelanggaran HAM berat. Di abad yang berlimpah ruah harta dan teknologi ini, kemiskinan adalah hal yang memalukan. Ia tidak bisa dibenarkan secara moral, apapun argumennya.

Dua, kemiskinan juga adalah sesuatu yang mahal. Membiarkan kemiskinan berarti membiarkan kriminalitas merajalela. Ongkos penegakan hukum menjadi mahal. Ini belum ditambah korupsi yang mungkin terjadi di kalangan penegak hukum itu sendiri. Kemiskinan juga lahan subur berkembangnya radikalisme dalam segala bentuknya.

Tiga, orang miskin hidup dalam kekumuhan. Biaya kesehatan juga pasti akan meningkat. Rumah sakit akan kesulitan memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi. Ini belum ditambah penyakit mental yang tumbuh, akibat kemiskinan yang terus mencekik.

Empat, dengan adanya pendapatan dasar untuk semua, orang akan memilih pekerjaan yang sesuai dengan panggilan hidupnya.

Bakat terpendamnya akan menemukan tempat untuk menjadi nyata. Tingkat kebahagiaan dan kepuasan hidupnya akan meningkat. Seluruh masyarakat pun akan menjadi lebih baik.

Lima, pekerjaan-pekerjaan yang tak berguna juga akan lenyap, seperti konsultan ataupun pejabat yang tak jelas perannya. Orang akan melakukan apa yang sungguh bermakna untuk hidupnya. Seluruh masyarakat akan mengalami peningkatan produktivitas. Kebudayaan tinggi yang luhur pun akan bertumbuh di masyarakat itu.

Enam, pemahaman tentang kerja pun akan berubah. Kerja tak lagi menjadi keterpaksaan demi mencari sesuap nasi. Kerja menjadi ekspresi diri yang melahirkan karya dan rasa bahagia. Dengan berubahnya makna kerja, arti hidup pun juga akan mengalami perubahan.

Tujuh, modal sosial pun juga akan meningkat. Orang memiliki waktu dan kesempatan untuk terlibat di dalam masyarakatnya. Rasa kebersamaan, solidaritas dan gotong royong juga akan meningkat. Masyarakat akan menjadi lebih kuat menghadapi berbagai tantangan radikalisme maupun sumber perpecahan lainnya.

Delapan, di tingkat yang lebih kecil, keluarga juga akan lebih kuat dan harmonis. Orang tua punya waktu dan kesempatan untuk memperhatikan anaknya. Tingkat perceraian akan menurun. Pendidikan anak secara keseluruhan pun akan jauh lebih bermutu.

Bagaimana Caranya?

Utopia tidak bisa diwujudkan dalam waktu singkat. Mewujudkan utopia adalah upaya bertahap. Satu langkah dibuat, lalu diikuti dengan langkah-langkah lainnya yang senada. Utopia menyediakan arah sekaligus memperkuat harapan, bahwa dunia yang lebih baik untuk semua itu mungkin untuk diwujudkan.

Bagaimana dengan pertimbangan ekonomi? Seperti dijelaskan sebelumnya, melenyapkan kemiskinan akan menguntungkan semua pihak. Negara diuntungkan. Bisnis diuntungkan. Lembaga pendidikan dan kesehatan akan diuntungkan.

Semua pihak tersebut bisa diajak bekerja sama untuk melakukan investasi awal. Birokrasi yang menyulitkan juga sebaiknya dibabat habis. Daripada menggaji menteri atau pejabat untuk mengurus kemiskinan, lebih baik uangnya diberikan langsung kepada semua rakyat. Terlalu banyak pejabat tak berguna di dunia, apalagi di Indonesia.

Di abad 21, kemiskinan adalah sesuatu yang memalukan. Ia tak pantas ada. Pendapatan dasar untuk semua manusia adalah jalan paling cepat untuk mengakhiri kemiskinan selamanya. Semua data dan penelitian sudah menjelaskan hal tersebut. Tunggu apa lagi?

***