Vaya Con Dios August Parengkuan

RedPalms hari ini kehilangan salah satu tokoh pemain hebatnya di lapangan. Vaya con Dios, August Parengkuan. Semoga arwahnya diterima Tuhan yang Maha Esa di alam keabadian...

Kamis, 17 Oktober 2019 | 18:10 WIB
0
525
Vaya Con Dios August Parengkuan
August Parengkuan (Foto: Tribunnews.com)

Pernah dengar klub sepak bola RedPalms? Pasti belum. Maklumlah itu memang hanya klub sepak bola kelas tarkam, eh, amatiran. Itupun musiman, jika pas musim lobi, musim tanding lawan para pejabat Orde Baru yang lagi rileks di sela-sela ketegangan mikirin politik. RedPalms adalah kependekan dari Redaksi Palmerah Selatan.

RedPalms terdiri dari para wartawan dan anggota Redaksi Kompas yang doyan main bola. Di antara adalah August Parengkuan, wartawan lobbyist Istana yang memang pernah memikul tugas khusus melobi para narsum pejabat Orba yang tak seterbuka saat ini tentunya. Upaya ice-breaking dilakukan Kompas guna menembus narsum dengan berbagai cara melobi. Ngajak main sepak bola para pejabat, atau main tenis persahabatan adalah dua di antaranya.

(August Parengkuan, 76 tahun, yang pernah jadi Duta Besar Republik Indonesia di Roma Italia 2012-2017 di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, meninggal hari Kamis 17 Oktober 2019 pagi ini pukul 05.50 di RS Medistra Jakarta. Jenasah disemayamkan di Rumah Duka Sentosa RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat. Dimakamkan di St Diego Hills, hari Minggu 20 Oktober 2019).

Main bola sembari ketawa-ketiwi di lapangan bola atau tenis, bisa mencairkan kekakuan hubungan akibat sistem pemerintahan yang otoriter Orde Baru. Ada wartawan pelobi seperti Purnama Kusumaningrat, yang biasa bertugas meliput aktivitas di Departemen Pertahanan. Dia gemar main bola. Bahkan mungkin, dialah salah satu pencetus nama RedPalms – kalau bukan ya August Parengkuan. Bahkan Wakil Pemimpin Redaksi, P Swantoro pun pemain RedPalms. Di tengah lapangan, terkadang Pak Swan menghirup asap rokoknya, tak peduli permainan masih berlangsung.

Aksi di lapangan hijau juga dilakukan wartawan pesepak-bola Ansel da Lopez yang selain beat-nya di Hankam, dia juga “dipasang khusus” untuk menempel Menseskab, dan kemudian Mensesneg Moerdiono – salah satu sumber berita terpenting pemerintahan pada zaman jaya-jayanya Orba, pada 1991. Ansel adalah “wartawan kesayangan” Menhankam Pangab terpopuler yang dekat dengan anak buahnya, Jendral M Jusuf.

Sjafe’i Hassanbasari, wartawan senior yang juga tugas di Istana dan meliput berita politik, juga pemain andalan RedPalms. Tubuhnya yang gempal, biasa ditugaskan di lapangan sebagai breaker, mematahkan serangan lawan dengan menabrakkan badannya. Dan di pinggir lapangan, pemain wartawan asli Cirebon ini memiliki gaya khas – merokok terbalik. Iie, panggilan akrabnya, selalu mengisap rokok kretek Djie Sam Soe-nya secara terbalik. Bukan pangkalnya yang diisap. Tetapi ujung rokoknya yang gembung dan padat tembakau itu disedot, sementara pangkalnya yang kecil disulut api...

Di deretan RedPalms, ada juga fotografer Istana Piet Warbung. Ia tidak hanya piawai main sepak bola dalam posisi midfield, akan tetapi juga bermain tenis dengan gayanya yang unorthodox, main pakai tangan kiri. Ada juga Oemar Samsuri, almarhum wartawan hukum yang biasa dekat dengan Jaksa Agung ataupun Menteri Kehakiman. Mas Os, Oemar Samsoeri biar lumayan tua waktu itu, termasuk top scorer RedPalms. Penjaga gawang RedPalms pun fotografer Istana, Mas JB Suratno.

Dan masih sejibun wartawan lainnya lagi di RedPalms. Tidak ketinggalan, Kartono Ryadi, fotografer top saat itu yang di antaranya juga pernah tugas memotret di Istana. Pemain muda seperti Yesayas Octovianus yang wartawan olahraga saat itu, juga menjadi salah satu top scorer RedPalms di samping mas OS dan Kartono Ryadi.

Ada juga di deretan RedPalms wartawan senior pelobi pejabat-pejabat Deplu yang akrab dengan sederetan nama-nama Menlu, dari sejak Mochtar Kusumaatmaja sampai Ali Alatas – dialah Roem Hardjono. Ada juga Romo Sindhunata, yang sebelum jadi pastur dia juga getol bermain bola sebagai wartawan RedPalms.

Meskipun sehari-hari dari tulisannya, Romo Sindhu ini terlihat lebih sering “melobi” berbagai kalangan rakyat kecil ketimbang mendekati pejabat. Lobinya dari babu teraniaya di ibu kota, sampai si buntung Martuji yang kakinya putus gara-gara tertabrak truk molen ketika ia tengah pijit di trotoar pemisah jalan di Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Almarhum August Parengkuan juga menjalani karir yang jarang dialami wartawan selain dia memang pelobi ulung di zaman Orde Baru. August bahkan di era Orde Lama ia akrab dengan Bung Karno dan pejabat sekitarnya di tahun 1960-an. Tetapi August juga pernah membuat marah Sang Penyambung Lidah Rakyat itu ketika August memotretnya dalam keadaan kepala botak, tanpa peci khasnya. Suatu hal yang kurang disukai Soekarno. Tidak heran, jika di masa pensiunnya di tahun 2000-an ia pernah ditugaskan menjadi Duta Besar Italia pada era Susilo Bambang Yudhoyono.

Di kalangan pejabat teras Kompas, August Parengkuan yang dikenal selalu berpenampilan dendy, rapi dan wangi, flamboyan untuk ukuran wartawan, ia juga memiliki reputasi tersendiri. Hanya tiga tokoh di Kompas yang namanya pernah dilekatkan pada event olahraga internal di perusahaan surat kabar berbahasa Indonesia yang terbesar di dunia saat itu.

Baca Juga: Kompas Inside [7 ] Selamat Jalan, Pak August Parengkuan...

Tiga tokoh itu adalah Jakob Oetama, Pemimpin Umum Kompas Gramedia saat itu, serta wakilnya P Swantoro dan August Parengkuan. Oetama Cup merupakan perebutan piala berbagai cabang olahraga antar karyawan Kompas, Swantoro Cup berbentuk piala perak untuk kejuaraan tenis dan August Games untuk pesta olahraga di antara mereka yang bekerja di media ini. Semua terjadi di tahun 1990-an hingga awal 2000.

Selain pernah menduduki kursi sebagai Redaktur Pelaksana, Wakil Pemimpin Redaksi dan Wakil Pemimpin Umum di bawah Jakob Oetama, August Parengkuan adalah juga perekrut wartawan-wartawan asing – baik yang blasteran ataupun menikah dengan orang asing -- sebagai koresponden-koresponden tetap Kompas di luar negeri.

Ada Ratih Hardjono di Australia, Eva Manlapig Daito di Filipina, Denny Sutoyo Gerberding di Jerman dan Belanda, Eny Diponegoro di Yugoslavia dan Sawitri Scherer di Perancis. Indonesia juga pernah menempatkan wartawannya Threes Nio di markas Perserikatan Bangsa-bangsa di Manhattan New York, dan mendapat slot khusus di PBB sebagai koresponden. Juga punya koresponden di Jepang, Yusron Ihza Mahendra adiknya Yusril Ihza Mahendra.

Setelah meninggalnya Threes Nio posisinya digantikan Witdarmono. Witdarmono yang sesekali main sepak bola di RedPalms, juga pernah ditempatkan di Tokyo Jepang setelah ditinggalkan Yusron.

Salah satu momen kenangan RedPalms 1990 yang terabadikan, terabadikan di halaman ini. Sebuah foto kebersamaan pemain-pemain RedPalms ketika tampil bertanding dengan tim anggota-anggota DPR-RI pada kesempatan menjelang peringatan Kemerdekaan RI, di lapangan belakang Gedung Bulat pada 15 Agustus 1991.

August Parengkuan (nomor dada 17) melakukan toss bersama Mas OS Oemar Samsoeri dan Sjafe’i Hassanbasari sebelum tanding melawan para wakil rakyat di era Orde Baru. Momen keberangkatan ke lapangan hijau DPR pun diabadikan, ada P Swantoro dan terdepan, Purnama Kusumaningrat.

Juga, momen kenangan pada hari yang sama, ketika RedPalms plus melawan para anggota DPR-RI adu kuat tarik tambang. Ada Piet Warbung (paling kanan), dan juga Korano Nicholaas wartawan politik dan Totok Purwanto wartawan Olahraga.

Pada pokoknya, RedPalms hari ini kehilangan salah satu tokoh pemain hebatnya di lapangan. Vaya con Dios, August Parengkuan. Semoga arwahnya diterima Tuhan yang Maha Esa di alam keabadian...

Jimmy S Harianto, admin WhatsApp Grup RedPalms kini

***