Banyak Pilihan Ketika Kita Menulis

Kamis, 21 Februari 2019 | 11:59 WIB
4
419
Banyak Pilihan Ketika Kita Menulis
Pixabay.com

Hidup adalah pilihan, setiap hari kita menghadapi banyak pilihan. Baik pilihan yang ringan maupun pilihan yang bisa mempengaruhi hidup kita dan orang sekeliling kita. Begitu juga dengan menulis, banyak pilihan yang harus kita buat.

Media

Begitu banyak pilihan media yang tersedia bagi kita untuk menulis. Jika suka dengan tulisan yang singkat bisa menggunakan media microblogging seperti Twitter. Lebih panjang sedikit kita bisa menuliskannya di Facebook atau Instagram.

Jika suka dengan tulisan yang panjang maka bisa memilih media keroyokan seperti PepNews! Kompasiana atau bahkan membuat situs pribadi. Tetapi pilihan untuk menulis di surat kabar juga masih tersedia, walau kadang tidak ditayangkan jika dianggap kurang menarik atau memenuhi syarat.

Genre

Pertama yang harus dipilih adalah apakah kita mau fiksi atau non fiksi. Fiksi juga bermacam-macam, kita bisa menulis puisi, prosa, cerpen dan lainnya.

Non fiksi juga tidak kalah banyak pilihan yang harus dibuat. Kita bisa memilih menulis tentang ekonomi, politik, humaniora, gaya hidup dan masih banyak lagi.

Setelah itu kita masih harus memilih menulis dengan gaya apa.

Serius?

Serius tapi santai?

Humor?

Menggunakan bahasa resmi? Atau bahasa gaul?

Begitu banyak pilihan yang harus dibuat namun saya pikir biarkan mengalir agar kita bisa menciptakan gaya tulisan yang merupakan ciri khas kita.

Konten

Menurut saya ini adalah yang pilihan yang paling penting dibuat ketika menulis. Menulis tentang apa? Tetapi yang lebih penting lagi adalah konten harus berdasarkan fakta untuk tulisan non fiksi terutama.

Menulis hoaks memang menggiurkan. Dalam acara Mata Najwa yang membahas hal itu pada tahun 2017. Seorang pengelola situs hoaks mengatakan bahwa dia bisa mendapatkan lebih dari 300 juta rupiah per bulan dari iklan.

Dia juga mengatakan bahwa ada juga pebisnis hoaks yang mengambil spesialisasi politik. Hal yang membahayakan NKRI saya pikir. Lengkapnya baca “Bisnis Hoaks di Indonesia

Sebagai contoh kasus Ratna Sarumpaet sebuah hoaks politik menurut saya, banyak tokoh yang tanpa cek dan ricek menuliskannya di Twitter dan media sosial lainnya. Tokoh yang bukan sembarangan, wakil ketua DPR dan Calon Presiden Republik Indonesia juga turut serta. Bahkan Capres ini membuat konferensi pers membela Ratna.

Jika tidak segera dibongkar oleh Polri, apa yang akan terjadi? Bisa saja terjadi sweeping-sweeping di Bandung untuk mencari pelaku pengeroyokan. Masyarakat Bandung jika tidak terima bisa bentrok dengan pelaku sweeping. Tidak tertutup kemungkinan kasus ini akan berakhir pada kerusuhan yang bisa saja tidak hanya terjadi di Bandung.

Konten Beretika

Indonesia adalah negara demokrasi sehingga setiap orang berhak untuk mendukung siapa saja yang mencalonkan diri. Sebagai penulis kita juga berhak untuk menuliskan dukungan kita terhadap calon yang kita sukai.

Membuat opini bahwa calon lawan adalah buruk, saya pikir normal saja. Tetapi jangan sampai bukan opini yang dibuat namun ujaran kebencian atau fitnah. Penghinaan terhadap tubuh misalnya atau fitnah tentang komunisme yang memang sangat ditakuti di Indonesia.

Buatlah analisa, misalnya tentang inkonsistensi, pagi berkata A sore berkata B. Bagaimana kita melakukan pengecekan yang membuktikan ternyata calon lawan ternyata berkata bohong tentang harga cabai.

Pilihan lain adalah menuliskan keunggulan tentang calon yang kita dukung.

Begitu banyak pilihan

Pilihan memang banyak, saya pribadi memilih untuk menulis di situs pribadi, media sosial, Kompasiana dan PepNews!. Dengan genre yang tergantung suasana hati namun kesukaan utama saya adalah non fiksi ekonomi dan teknologi.

Namun saya menolak untuk menyebarkan hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian. Serta berusaha untuk melawan intoleransi, radikalisme dan terorisme.

Saya Ronald Wan

Penulis yang ikut serta dalam deklarasi penulis untuk pemilu damai bersama PepNews!

***