Masjid Iluminati di Cipularang

Desain masjid hasil rancangan Ridwan Kamil, gubernur yang berlatar belakang arsitek. Filosofi desainnya adalah eksprimentasi dari teori lipat folding architecture.

Minggu, 2 Juni 2019 | 13:58 WIB
0
1318
Masjid Iluminati di Cipularang
Masjid Al Safr di Cipularang (Foto: Facebook/Eko Kuntadhi)

Ridwan Kamil memang gak beruntung. Ia jadi Gubernur di Jabar, yang sebagian masyarakatnya terkena virus hoax di otaknya.

Menurut informasi, masyarakat Jabar dan Sumbar adalah daerah yang paling banyak terpapar berita palsu. Jadi kalau ada yang berkisah bahwa desain masjid Al-Safar di Rest Area Cipularang itu mewakili simbol iluminati, saya rasa hanya mereka yang hobi nonton sinetron azab saja yang mempercayainya.

Desain masjid itu memang hasil rancangan Ridwan Kamil. Ia Gubernur yang berlatar belakang arsitek. Filosofi desainnya sendiri, menurut RK, adalah eksprimentasi dari teori lipat folding architecture.

Sialnya ada orang yang percaya bahwa bentuk luar yang unik dan formasi segitiga pada mihrab, ditenggarai sebagai simbol iluminati. Jadi menurut si pembawa hikayat, saat sholat di masjid itu mereka merasa tidak sedang menghadap Kabah. Tapi menghadap ke bentuk segitiga bermata satu.

Jika saja dia pernah sholat di rumah teman saya, di depan musholla kecil di rumahnya itu ada sebuah kulkas. Jangan-jangan saat sholat dia beranggapan sedang menyembah kulkas?

Atau kalau mampir ke kontrakan Abu Kumkum, kita hanya bisa sholat di ruangan yang segitu-gitunya. Di bagian dinding tempat sajadah digelar bertumpuk kardus-kardus minyak telon oplosan. Kalau saja orang itu melihat Abu Kumkum sholat, saya yakin Kumkum akan dianggap sedang menyembah minyak telon.

Inilah jika beragama cuma sibuk dengan simbol. Akhirnya mereka juga takut dengan simbol. Sampai ketakutan dengan bentuk bangunan.

Padahal jika ia mau belajar sedikit, arsitektur masjid yang kita kenal umum sekarang ini bukan asli arsitektur jaman Nabi. Bangunan masjid di jaman Nabi sendiri hanya berbentuk kotak begitu saja. Tidak ada kubahnya. Sesuai dengan bentuk bangunan masyarakat Arab saat itu.

Kubah sendiri dikenal sebagai budaya Persia yang kemudian diadopsi oleh masyarakat Roma sampai Bzantium. Sebelum digunakan oleh masjid, gereja lebih dulu memakai kubah untuk bangunannya.

Bukan hanya gereja, istana raja saat itu biasanya juga berbentuk kubah. Bahkan pemakaman para elit kerajaan biasanya juga berkubah. Gak percaya? Coba saja lihat Tajmahal di India. Itu bukan masjid lho.

Sementara untuk menara asalnya sebagai bagian kuil kaum Majusi sang penyambah api. Di atas menara itulah tempat api dinyalakan sebelum memulai ritual. Nah, masyarakat Islam mengadopsinya menjadi bangunan rumah ibadah. Sekarang, di atas menara tidak ada api lagi. Yang ada hanya speaker.

Baca Juga: Alasan Logis Ridwan Kamil Jatuhkan Pilihan pada Uu Ruzhanul Ulum

Toh, meski kubah dan menara bukan seperti bentuk masjid di jaman kanjeng Nabi. kita santai saja. Gak ada tuh, yang menggugat menara dan beranggapan kaum muslim sedang menyambah toa.

Saya yakin mereka yang ngomong soal iluminati, orangnya anti memakai celana dalam. Kenapa? Celana dalam itu bentuknya segitiga. Jika dua buah CD disatukan, akan berbentuk seperti bintang Daud, logo kaum Yahudi.

"Makanya mereka lebih suka pakai jubah, mas," ujar Abu Kumkum. "Rasanya semriwing..."

***