Desain masjid hasil rancangan Ridwan Kamil, gubernur yang berlatar belakang arsitek. Filosofi desainnya adalah eksprimentasi dari teori lipat folding architecture.
Ridwan Kamil memang gak beruntung. Ia jadi Gubernur di Jabar, yang sebagian masyarakatnya terkena virus hoax di otaknya.
Menurut informasi, masyarakat Jabar dan Sumbar adalah daerah yang paling banyak terpapar berita palsu. Jadi kalau ada yang berkisah bahwa desain masjid Al-Safar di Rest Area Cipularang itu mewakili simbol iluminati, saya rasa hanya mereka yang hobi nonton sinetron azab saja yang mempercayainya.
Desain masjid itu memang hasil rancangan Ridwan Kamil. Ia Gubernur yang berlatar belakang arsitek. Filosofi desainnya sendiri, menurut RK, adalah eksprimentasi dari teori lipat folding architecture.
Sialnya ada orang yang percaya bahwa bentuk luar yang unik dan formasi segitiga pada mihrab, ditenggarai sebagai simbol iluminati. Jadi menurut si pembawa hikayat, saat sholat di masjid itu mereka merasa tidak sedang menghadap Kabah. Tapi menghadap ke bentuk segitiga bermata satu.
Jika saja dia pernah sholat di rumah teman saya, di depan musholla kecil di rumahnya itu ada sebuah kulkas. Jangan-jangan saat sholat dia beranggapan sedang menyembah kulkas?
Atau kalau mampir ke kontrakan Abu Kumkum, kita hanya bisa sholat di ruangan yang segitu-gitunya. Di bagian dinding tempat sajadah digelar bertumpuk kardus-kardus minyak telon oplosan. Kalau saja orang itu melihat Abu Kumkum sholat, saya yakin Kumkum akan dianggap sedang menyembah minyak telon.
Inilah jika beragama cuma sibuk dengan simbol. Akhirnya mereka juga takut dengan simbol. Sampai ketakutan dengan bentuk bangunan.
Padahal jika ia mau belajar sedikit, arsitektur masjid yang kita kenal umum sekarang ini bukan asli arsitektur jaman Nabi. Bangunan masjid di jaman Nabi sendiri hanya berbentuk kotak begitu saja. Tidak ada kubahnya. Sesuai dengan bentuk bangunan masyarakat Arab saat itu.
Kubah sendiri dikenal sebagai budaya Persia yang kemudian diadopsi oleh masyarakat Roma sampai Bzantium. Sebelum digunakan oleh masjid, gereja lebih dulu memakai kubah untuk bangunannya.
Bukan hanya gereja, istana raja saat itu biasanya juga berbentuk kubah. Bahkan pemakaman para elit kerajaan biasanya juga berkubah. Gak percaya? Coba saja lihat Tajmahal di India. Itu bukan masjid lho.
Sementara untuk menara asalnya sebagai bagian kuil kaum Majusi sang penyambah api. Di atas menara itulah tempat api dinyalakan sebelum memulai ritual. Nah, masyarakat Islam mengadopsinya menjadi bangunan rumah ibadah. Sekarang, di atas menara tidak ada api lagi. Yang ada hanya speaker.
Baca Juga: Alasan Logis Ridwan Kamil Jatuhkan Pilihan pada Uu Ruzhanul Ulum
Toh, meski kubah dan menara bukan seperti bentuk masjid di jaman kanjeng Nabi. kita santai saja. Gak ada tuh, yang menggugat menara dan beranggapan kaum muslim sedang menyambah toa.
Saya yakin mereka yang ngomong soal iluminati, orangnya anti memakai celana dalam. Kenapa? Celana dalam itu bentuknya segitiga. Jika dua buah CD disatukan, akan berbentuk seperti bintang Daud, logo kaum Yahudi.
"Makanya mereka lebih suka pakai jubah, mas," ujar Abu Kumkum. "Rasanya semriwing..."
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews