Siapa Manusia Pertama?

Rabu, 19 Desember 2018 | 07:41 WIB
0
666
Siapa Manusia Pertama?
Evolusi manusia (Foto: Boombastis.com)

Siapakah manusia yang pertama kali hidup?

Ada banyak cerita mitos yang dipercayai orang tentang manusia pertama. Yang paling populer adalah cerita tentang Adam. Benarkah manusia diturunkan dari sosok manusia yang tunggal? Sains berkata tidak tentang itu.

Kalau begitu, bagaimana manusia bisa ada? Bukankah kita ini lahir dari bapak-ibu, dan mereka juga lahir dari bapak-ibu?

Kalau terus kita lacak sampai ribuan atau jutaan generasi, tidakkah kita akan sampai pada sosok manusia pertama? Tidak. Lalu apa?

Kalau kita lacak nenek moyang kita hingga ke 185 juta generasi sebelum kita, maka yang kita temukan di sana bukanlah sosok manusia, tapi sosok ikan purba.

Kenapa bisa begitu? Bukankah seharusnya kita mirip dengan nenek moyang kita? Ikan sama sekali tidak mirip dengan kita. Lagipula, itu ikan, bukan manusia.

Betul. Faktanya, kalau kita lacak sampai cukup jauh, kita memang tidak akan mirip dengan nenek moyang kita. Kita mirip dengan ayah kita. Ayah kita mirip dengan ayahnya. Kakek kita mirip dengan ayahnya. Ayah kakek kita mirip dengan ayahnya. Tapi apakah kita masih mirip dengan ayah kakek kita? Kemiripannya sudah makin berkurang. Kemiripan kita berkurang secara gradual, semakin jauh kita jarak generasi kita dengan nenek moyang.

Tapi meski kita tidak mirip dengan nenek moyang beberapa generasi sebelum kita, mereka adalah sosok manusia yang sama dengan kita, bukan? Ya. Bahkan kalau kita lacak misalnya ke 400 generasi sebelum kita yang diperkirakan hidup 10 ribu tahun yang lalu, kita tidak akan menemukan sesuatu yang lain, tetap manusia.

Manusia yang hidup 10 ribu tahun yang lalu tidak memiliki banyak perbedaan dengan manusia modern. Kalau kita terus lacak lagi hingga 100 ribu tahun sebelumnya, kita masih menemukan sosok yang tidak banyak berbeda, kecuali perbedaan minor seperti lebar kening.

Kalau terus kita lacak hingga 1 juta tahun, barulah kita akan menemukan sosok yang berbeda. Itu adalah manusia dari spesies yang berbeda dengan kita, yaitu homo erectus. Jarak homo erectus dengan spesies manusia sebelumnya adalah sekitar 1-2 juta tahun.

Sebenarnya tidak ada batas tegas soal kapan persisnya pergantian spesies itu terjadi. Masa hidup homo habilis dan homo erectus beririsan selama 1,5 juta tahun. Artinya selama masa itu kedua spesies manusia ini hidup bersama, dalam arti keduanya ada secara bersamaan. Perubahan antar spesies terjadi sangat perlahan, memakan waktu 1-3 juta tahun. Jadi tidak ada kejadian tiba-tiba, seorang homo habilis suatu hari melahirkan homo erectus, atau homo erectus melahirkan homo sapien.

Dalam ilustrasi yang lebih sederhana, seorang manusia berubah, dari bayi jadi anak-anak, remaja, dewasa, dan tua. Coba lihat perbedaan seseorang dari saat ia bayi hingga dewasa, sangat berbeda bukan? Bisakah kita menelusuri hidup seseorang, dan menetapkan batas yang tegas hari apa ia berubah dari bayi menjadi anak-anak, dari anak-anak menjadi remaja, dan seterusnya? Tidak.

Kembali ke cerita soal keturunan manusia, kita ini homo sapien, yang dirutunkan beramai-ramai oleh homo erectus. Homo erectus diturunkan beramai-ramai oleh homo habilis. Demikian seterusnya, spesies sebelumnya juga diturunkan beramai-ramai. Tidak ada manusia tunggal yang menjadi nenek moyang kita.

Dari mana kita bisa “mengarang” cerita seperti itu? Dari fosil. Fosil adalah sisa-sisa makhluk hidup dari masa lalu yang mengeras menjadi batu. Dengan prinsip radioaktivitas kita bisa menghitung umurnya. Dengan menderetkan fosil-fosil dari berbagai zaman kita bisa mengamati perubahan wujud makhluk dari masa ke masa, seperti kita berjalan kembali ke masa lalu. Tapi bukankah fosil-fosil itu tidak lengkap? Memang tidak, tapi cukup memberi gambaran tentang proses perubahan bentuk makhluk hidup yang dijadikan dasar teori evolusi.

Satu hal yang juga sangat penting adalah, fosil bukan satu-satunya bukti evolusi. Bukti yang lebih modern adalah DNA. Apa itu DNA? DNA adalah molekul di dalam kromosom kita yang berfungsi membawa informasi genetik. Inti DNA adalah pasangan basa yang terdiri dari citosin-guanin (CG) dan adenin-timin (A-T). Pasangan itu berjajar membentuk pita, dengan urutan yang khas. Untuk lebih mudahnya, kita lihat contoh deretan pasangan basa dari manusia, simpanse, dan tikus.

Sampai baris kelima dari kiri ketiganya terdiri dari deretan yang sama, yaitu CTCA. Simpanse dan tikus menunjukkan perbedaan pada baris keenam, di mana pada manusia berisi A (adenin), sedangkan pada tikus dan simpanse berisi C (citosin). Selanjutnya bisa kita lihat bahwa DNA tikus mengandung lebih banyak perbedaan dengan manusia dibanding DNA simpanse. Artinya simpanse lebih mirip dengan manusia.

Dengan cara ini kita bisa membandingkan seberapa dekat hubungan kita dengan makhluk hidup lain. Dengan cara itu pula hewan-hewan dikelompokkan.

Kenapa ada begitu banyak jenis hewan? Ya, ada begitu banyak jenis hewan. Saat ini yang sudah dikenali oleh manusia dan diberi nama jumlahnya ada sekitar 2 juta spesies. Yang belum dikenal jauh lebih banyak. Kenapa diberi nama? Tujuannya untuk mempermudah mengelompokkan hewan-hewan, agar bisa dikenali.

Setiap hewan (juga tumbuhan) diberi nama Latin yang ditulis dengan huruf miring, terdiri dari 2 kata. Kata kedua menunjukkan nama spesies hewan itu, sedangkan kata pertama menunjukkan genus, kelompok yang lebih besar. Singa misalnya, diberi nama Panthera leo. Artinya singa ada dalam genus Panthera. Selain singa, dalam genus ini ada harimau (Panthera tigris), panther (Panthera pardus), dan jaguar (Panthera oncus). Di atas genus ada family. Kucing tidak masuk dalam genus Panthera, tapi dalam genus Felinae, yang masih satu sub-family dengan Panthera.

Kita ini adalah Homo sapien. Artinya kita dari genus homo (manusia). Tapi kita satu-satunya spesies yang hidup saat ini. Spesies manusia lain seperti Homo erectus dan Homo habilus sudah punah. Yang tersisa dari mereka hanyalah fosilnya saja.

Hewan satu spesies artinya hewan yang dapat kawin satu sama lain dan menghasilkan keturunan. Anjing dan kuda tidak bisa kawin atau dikawinkan untuk menghasilkan keturunan. Keduanya berada dalam spesies yang jauh berbeda, bahkan berbeda family. Yang agak dekat adalah kuda dan keledai. Keduanya bisa dikawinkan dan menghasilkan keturunan, tapi keturunan ini mandul, tidak bisa menurunkan keturunan lebih lanjut. Karena itu bisa disimpulkan bahwa kuda dan keledai berbeda spesies.

Jadi, kenapa ada begitu banyak spesies? Penjelasannya akan lebih mudah dipahami bila kita pakai analogi bahasa. Di dunia sekarang ada begitu banyak bahasa. Di tempat-tempat terpencil orang punya bahasa sendiri, yang berbeda dengan orang di kampung atau pulau terdekat. Di Jawa misalnya, hanya ada kurang dari 10 bahasa. Tapi di Kalimantan dan Papua jumlah bahasa bisa puluhan atau bahkan ratusan. Apa yang membuat bahasa itu berbeda? Isolasi.

Perkembangan bahasa terkait erat dengan perkembangan manusia. Kita orang Nusantara ini menurut teori berasal dari Yunan, Cina Selatan. Nenek moyang kita bermigrasi ke sini dalam 2 gelombang, yaitu tahun 2500 dan 1500 SM. Orang-orang yang tadinya berasal dari tempat yang sama, berbicara dalam bahasa yang sama pula, tinggal dan berkembang biak di tempat yang berbeda. Di setiap tempat itu berkembanglah bahasa masing-masing, yang semakin menjauh dari bahasa orang-orang di tempat lain. Karena itu bahasa Aceh berbeda dengan bahasa Jawa dan bahasa Bugis.

Kenapa bisa saling menjauh? Bahasa itu berkembang, berubah antar generasi. Bahasa kita sedikit berbeda dengan generasi bapak kita, demikian pula dengan generasi anak kita. Bahasa anak kita makin jauh berbeda dengan bahasa bapak kita. Makin lebar jarang antar generasi, makin besar perbedaannya. Orang-orang yang tadinya berbahasa sama, tinggal di tempat berbeda yang terisolasi, masing-masing berkembang bahasanya, dan menjadi saling berbeda. Karena itulah kita punya beragam bahasa.

Hewan-hewan juga berpindah, baik atas kehendak sendiri maupun atas peristiwa alam. Ada hewan yang berjalan kaki, pindah dari suatu tempat ke tempat lain. Ada pula yang berenang. Namun ada pula yang hanyut bersama pohon yang tumbang, misalnya karena badai. Mereka menetap di habitat baru, mengalami seleksi alam, juga beradaptasi dengan lingkungan baru.

“Bahasa” yang membedakan mereka dari hewan-hewan yang tadinya sejenis adalah DNA. Seperti bahasa tadi, DNA hewan-hewan ini perlahan bermutasi, menjadi berbeda dengan hewan-hewan di tempat lain. Lalu terbentuklah spesies-spesies baru.

(Disarikan dari buku The Magic of Reality, Richard Dawkin)

***