"Sampaikanlah walau hanya satu ayat" itu ajakan yang indah, tapi tidak untuk diaplikasikan dengan serampangan.
Baru tahu kalau postingan saya tentang stiker mobil jadi ramai. Kayaknya karena ada yang nge-share di grup klub mobil. Beberapa orang juga menjapri, menjelaskan dan menunjukkan apa yang ia sebut "kesalahan berpikir" saya. Malah ada yang mengarahkan saya seharusnya menulis apa.
Saya terima semuanya dengan baik sebagai tanda cinta. Tapi gimana yak, itu cuma status biasa, pikiran-pikiran lewat saja yang saya tulis saat nunggu mobil dicuci. Masak harus saya kasih latar belakang masalah dan pembahasan kayak skripsi. Kenapa pendek dan jadi tidak komprehensif, ya karena konek sama IG yang membatasi cuma bisa segitu. Hehehe.
Saya tidak berpretensi untuk berdakwah. Saya tidak punya kapabilitas dan otoritas. Saya tau diri, penuh dosa dan soda. Gak pantas menceramahi orang lain. Satu-satunya "dakwah" yang berani saya lakukan, hanya kepada anak-anak dan istri saya. Misalnya di #khotbahjumatuntukdesanti yang saya bikin setiap Jumat, itu juga cuma meringkas dakwah orang lain.
Di status kemarin itu, ada yang komen. Katanya dakwah memang harus menyakiti perasaan, biar orang jadi merenung dan bertobat. Mungkin benar begitu, tapi kok saya jadi gak relate ya. Saya lebih sering mendengar kisah betapa Rasulullah meminta kita untuk tidak menyakiti hati orang lain dalam kondisi apa pun, karena dampaknya yang besar. Berdosa kepada Allah kita bisa minta ampun langsung. Tapi kalau menyakiti hati orang, minta maafnya susah. Ya kali bisa ketemu.
Saya sadar memang lemah di bagian ini. Saya bukan tipe yang harus keras demi apa yang yang saya anggap kebenaran. Kepada diri sendiri iya, tapi tidak kepada orang lain. Apalagi kalau kebenaran saya itu berpotensi menyakiti hati orang lain.
Jangankan kepada sesama manusia, saya mengajari anak-anak saya untuk tidak menyakiti hati apa pun. River pernah makan terong balado, tapi ia tidak suka kulitnya. Saya suruh dia minta maaf ke kulit terong itu sebelum dibuang.
"Sampaikanlah walau hanya satu ayat" itu ajakan yang indah, tapi tidak untuk diaplikasikan dengan serampangan. Saya sendiri berpikir dakwah itu tidak mudah, makanya ada pesantren dan IAIN atau UIN. Ada orang-orang yang memang ditempa khusus untuk itu.
Alumni Komunikasi Unhas (kecuali Kak Ust. Das'ad Latif yang memang kuliahnya dobel) semacam saya sudah cukup bahagia kalau bisa mengambil peran sebagai public relation dan etalase agama saja. Orang lain di luar agama kita tidak membaca kitab suci kita, ia melihat kita sebagai etalasenya.
Lalu demi apa di hari pertama 2022 saya sudah menulis beginian? Ya demi kontenlah. Wkwkwkw.
Sudah ya. Saya mau pulang. Belum bobo bener dari semalam. Hari ini juga sudah janji mau temani Ibu Ratu belanja buat BekalOchan. Alhamdulillah lagi banyak orderan nasi goreng merah.
Gaskeuuunn!!!!
2022
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews