Mengapa Orang Yang Mapan Ekonomi Cenderung Mudah Dilanda Rasa Panik?

Beda dengan masyarakat bawah atau yang tidak mampu, cenderung pasrah dan siap menghadapi resiko apapun yang akan terjadi.

Selasa, 6 Juli 2021 | 07:06 WIB
0
130
Mengapa Orang Yang Mapan Ekonomi Cenderung Mudah Dilanda Rasa Panik?
Panik (Foto: pikiran-rakyat.com)

Panik atau kepanikan bahasa sederhananya yaitu rasa takut yang berlebihan. Penyebabnya biasanya karena ada informasi atau berita yang disikapi dengan perasaan was-was dan timbul rasa ketakutan yang berlebihan.

Kepanikan yang yang sifatnya secara kelompok bisa menimbulkan efek domino yang bisa menimbulkan keresahan atau merugikan masyarakat itu sendiri. Apalagi era medsos, berita yang tidak jelas sumbernya atau kebenarannya atas suatu produk tertentu bisa memicu kepanikan. Karena takut habis kalau tidak mendapatkannya.

Dalam dunia saham atau pasar modal sering terjadi "panik beli dan panik jual". Panik beli biasanya dipicu berita  yang sifatnya positif dan cenderung dilebih-lebihkan dan entah dari mana sumbernya akan suatu emiten tertentu. Akhirnya investor ramai-ramai membeli saham tersebut. Dan harga menjadi naik tidak wajar.

Begitu juga sebaliknya,panik jual dipicu oleh kabar berita yang tidak baik yang bisa mempengarui investor ramai-ramai menjual saham secara bersamaan dan dalam waktu yang hampir sama pula. Harga akhirnya jatuh. Seperti saat pandemi sekarang-panik jual sudah beberapakali terjadi.

Panik atau kepanikan tidak hanya melanda dalam bursa saham saja pada saat pandemi seperti sekarang ini. Akan tetapi-juga melanda masyarakat yang cenderung ekonominya lebih mapan.

Masyarakat yang hidupnya lebih mapan secara ekonomi cenderung mudah dilanda rasa panik atau kepanikan akan sesuatu hal yang berlebihan.

Seperti kita ketahui saat awal-awal pandemi masyarakat dilanda rasa panik atau kepanikan adanya virus covid ini. Apotik-apotik penuh dengan antrian orang-orang yang ingin membeli vitamin C dan vitamin E, masker dan sanitizer. Bahkan memicu kelangkaan dan naiknya harga yang tidak wajar. Seperti harga masker waktu itu.

Sekarang susu beruang yang notabene susu sapi yang dipasturisasi atau dipanaskan dalam susu tertentu juga diburu oleh masyarakat yang cenderung mapan ekonominya. Bahkan berebut seperti kesatanan karena takut habis atau tidak kebagian. Padahal itu dipicu oleh berita yang tidak jelas sumbernya akan khasiat susu cap beruang tersebut untuk mengatasi penyakit covid.

Begitu juga obat cacing Ivermectin yang biasanya harganya murah sekarang harganya naik tidak wajar dan langka di pasaran atau apotik-apotik. Mustahil obat cacing Ivermectin bisa terjangkau oleh masyarakat bawah kalau harganya 250 samapai dengan 350 ribu rupiah.

Masyarakat yang mapan secara ekonomi memang cenderung mudah dilanda rasa panik atau kepanikan secara berlebihan. Sekalipun mereka orang-orang yang pendidikannya tinggi dan rasional.

Beda dengan masyarakat bawah atau yang tidak mampu, cenderung pasrah dan siap menghadapi resiko apapun yang akan terjadi. Kemiskinan yang sudah menjadi makanan sehari-hari menjadikan mereka cenderung masa bodoh atau tidak peduli dengan covid ini.

Masyarakat yang ekonominya mapan tak jadi soal berdiam diri atau ngendon di dalam rumah dua minggu atau sebulan. Tapi bagi masyarakat bawah atau miskin tak kerja sehari saja belum tentu bisa makan. Karena bayaran kerjanya harian.

***