Belakangan, saya pun digeser untuk memperkuat tim hukum dan kriminal. Di situ saya kembali bekerja sendiri untuk beberapa investigasi yang mengasyikan.
Salah satu yang menjadi tantangan saya ketika bergabung dengan Media Group adalah permintaan Big Boss Surya Paloh. "Saya butuh wartawan investigator, saya ingin Bung ada di sini. Tulisan-tulisanmu sudah saya baca. Baik saat menembus para preman di Medan dan pejabat-pejabat tinggi di Jakarta. Kamu bisa. Selamat bekerja."
Pertama kali saya ditempatkan di rubrik investigasi dengan nama Realitas. Dalam investigasi saya memang lebih leluasa sendirian. Namun ada kalanya butuh tim untuk pengelabuan sasaran.
Kali ini saya ingin cerita investigasi di lembaga pemasyarakatan (LP) Cipinang. Kami berlima berbagi tugas di lapangan. Saya yang memimpin operasi lapangan. Dengan empat anak buah yang punya tugas berbeda-beda. Empat tim saya adalah Ferry Putra Utama, Mansyur Razak, Desi Fitriani, dan Ninik Kusuma. Wartawan-wartawan hebat, saya tidak perlu lama memberikan pembekalan. Nyalinya tinggi, nalurinya sudah liar dan nakal untuk menggempur sasaran.
Saya mengawali dengan menemui Dirjen Lembaga Pemasyarakatan di kantornya, Jl Veteran, kawasan Gambir, Jakarta Pusat. Satu hari sebelum hari H. Secara resmi saya ungkapkan meminta izin untuk meliput di LP Cipinang, Jakarta Timur. Panjang lebar pertanyaan. Wawancara berlangsung sekitar dua jam. Saya lupa nama Dirjennya. Tapi bisa ditelusuri beritanya di Media Indonesia pada sekitar 2002.
Sehari kemudian saya datang mengunjungi LP Cipinang. Dirjen sudah memerintahkan agar saya diberikan keleluasaan untuk bisa meliput seharian di lapas tersebut. Pagi hari saya sudah tiba di lokasi. Disambut seperti tamu agung oleh kepala LP. Dijamu makan, minum lengkap dengan data yang saya inginkan.
Semua perhatian petugas tertuju kepada saya. Di situ saya bisa melihat Bedu Amang, mantan Kepala Bulog yang dipenjara karena kasus korupsi dana Bulog sekitar Rp95 miliar lebih.
Saya juga bertemu dengan Ricardo Gelael yang bersama Tommy Soeharto 'mengemplang' dana Bulog. Tommy Soeharto juga ada di LP untuk kasus pembunuhan hakim agung Syafiuddin Kartasasmita. Syafiuddin adalah hakim agung yang memvonis Tommy dalam kasus tukar guling properti Bulog dengan Goro. Namun, saya tidak bisa jumpa Tommy. Tetapi saya tahu di mana tempatnya Tommy.
Orang-orang seperti Bedu Amang, Tommy Soeharto, Ricardo Gelael dll tokoh-tokoh elite yang menggarong uang negara justru mendapatkan perlakuan istimewa. Mendapatkan kamar yang sangat layak. Berbeda dengan narapidana kroco. Satu sel yang mestinya diisi empat orang, malah dipenuhi delapan orang. Sangat tidak manusiawi. Tidak ada keadilan di LP. Narapidana papan atas tetap jadi boss.
Saya juga minta dipertemukan dengan jagoan-jagoan kriminal di LP. Termasuk meminta izin masuk ke lokasi paling ditakuti di LP. Kepada para narapidana, mental sok jagoan, sengaja saya tampilkan. "Mana orang yang paling jago berkelahi di sini? Mana? Mana? Keluar sini!" teriak saya dengan suara keras menggertak. Mental seperti ini saya pelajari dari karate, bushido. Pantang menyerah.
Tentu saja petugas-petugas yang mendampingi saya heran. Barangkali dalam hatinya, "Ini wartawan atau preman sih? Kok petantang petenteng." Hahahaha.
Lalu saya tanya, ada kejadian apa di blok ini? Kok kelihatannya seram? Setengah berbisik, sang petugas beritahu, sekitar sepekan lalu ada petugas yang dibacok."
"Mana orangnya yang bacok petugas? Biar saya gampar!"
"Wah jangan, Pak."
Gertakan ini membuat ciut petugas.
Saya minta tiga orang narapidana kriminal yang paling ganas, paling lama, dan yang akan segera bebas dihadirkan untuk saya wawancarai. Saat wawancarai tiga orang tersebut, tak terasa matahari sudah di atas kepala.
Saya lihat jam tangan sudah masuk waktu besuk. Saya tetap harus jadi pusat perhatian, termasuk perhatian di CCTV. Sementara di tempat yang sama, empat anggota tim investigasi masuk LP dengan pura-pura besuk beberapa narapidana. Mereka hanya di ruang besuk, tidak bisa masuk seperti saya.
Nama-nama narapidana sudah saya setor saat pagi hari saat melihat daftar nama. Ada juga yang berjaga di luar untuk antisipasi situasi terburuk.
Saya bermanuver untuk menjadi pusat perhatian, sementara empat anggota bermanuver mencari celah tempat transaksi penjualan narkoba yang ada di blok tertentu. Waktunya sempit, hanya satu jam. Transaksi di tempat besuk. Saya yakin mereka bisa tembus dan berhasil mendapatkan narkoba. Trik-trik itu sudah kami bahas pada malam sebelum operasi investigasi.
Sore hari, sekitar pukul 17.00, saya pamit meninggalkan LP. Saya tidak lihat ada tanda-tanda mencurigakan bahwa LP sudah menjadi sasaran investigative reporting. Sebelum tinggalkan LP, saya sengaja kontak Dirjen Lapas dengan menghidupkan speaker agar kepala LP dan petugas mengetahui. Sebagai tamu agung, saya pun pamit dengan senyum kemenangan.
Saya segera menuju kantor naik taksi menuju Jl Kedoya, Jakarta Barat, kantor Media Group. Langsung menemui empat personel investigator. Bagaimana dapat barang itu? Sambil tertawa-tawa mereka perlihatkan heroin dua kantong kecil seperti kantong plastik obat dari apotek. Barang bukti itu kami foto dan serahkan ke sekretaris redaksi, sekalian minta ganti biaya pembelian barang haram.
Saat hasil liputan kami terbitkan di Media Indonesia, gegerlah Kementerian Hukum dan HAM. Menteri Yusril Ihza Mahendara emosi. Ia minta LP dibersihkan dari jual beli narkoba.
Keesokannya dilakukan inspeksi mendadak (sidak). Beberapa orang harus dicopot dan entah hukuman apalagi yang diberikan, tapi kami tidak peduli.
Sukses dan padu dengan tim yang kompak dan bernyali. Tidak mudah membangun tim investigasi. Belakangan, beberapa anak buah saya malah ditarik ke Metro TV untuk tim Metro Realitas. Saya kurang setuju sebenarnya. Mereka maunya yang sudah jadi, tidak mau mendidik wartawan investigasi sejak awal.
Belakangan, saya pun digeser untuk memperkuat tim hukum dan kriminal. Di situ saya kembali bekerja sendiri untuk beberapa investigasi yang mengasyikan.
Tulisan sebelumnya: Drama Mengejar Berita [2] Bermodal Celana Renang Bongkar Bulogate
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews