Mempertaruhkan Wibawa Universitas Gajah Mada

Sungguh mengejutkan setelah pemeriksaan dilakukan, dia menyebut hal apa yang dipostingnya sekadar bercanda dan menggolongkannya sebagai kata kata "biasa saja".

Selasa, 19 April 2022 | 14:22 WIB
0
173
Mempertaruhkan Wibawa Universitas Gajah Mada
Karna Wijaya (Foto: editor.id)

Sejak dua hari lalu, saya menantikan reaksi petinggi Universitas Gajah Mada (UGM) Jogyakarta, terkait ujaran kebencian dari postingan guru besar dan profesornya yakni Prof. Drs. Karna Wijaya, M.Eng.

Bukan Prof. Karna Wijaya sendiri melontarkan ujaran kebencian di media sosial, melainkan juga isterinya, Ny. Titik Nurchasanah, yang juga ikut nyinyir atas penganiayaan Ade Armando.

Sebagai orang Jawa, sebagai orang Indonesia, sebagai warga kampus, sebagai guru besar, profesor, akademisi, dan bagian dari "intelectual society" - warga menara gading - dengan gelar begitu panjang - ada sejumlah hal yang dilanggarnya. Etika, sopan, santun, adab, dan kadar intelektualitas - sangat tidak pantas . Tidak sesuai profilnya.

Ujaran kebencian yang dipostingnya di media sisial mencerminkan suara warga jalanan, orang pasar, komunitas terminal, anggota ormas radikal, massa rusuh dan kaum tak berpendidikan.

Dia menulis kata "disembelih", "bedil" dan kata kata tak pantas untuk sekelas profesor sepertinya sebagai tanggapan pascapenganiayan Ade Armando, dosen UI di halaman DPR RI, 11 April lalu.

Alih alih menunjukkan rasa solider dan prihatin sebagai sesama dosen dan orang kampus malah justru bernada mensyukurinya.

Pernyataan kontroversial itu segera menjadi viral di media sosial dan media massa. Nama universitas Gajah Mada tak pelak terseret.

Sungguh mengejutkan setelah pemeriksaan dilakukan, dia menyebut hal apa yang dipostingnya sekadar bercanda dan menggolongkannya sebagai kata kata "biasa saja".

"Saya memposting sesuatu yang sebenarnya hanya gojekan (guyonan), gojekan sangat biasa sekali. Bahkan mungkin statement-statement yang dibuat katakanlah Ade Armando dan sebagainya itu lebih sadis, ya. Tapi ini kan hanya sebuah gojekan saja terhadap kejadian seperti itu," kata Karna ditemui wartawan di Balairung UGM, Sleman, DIY, Senin (18/4).

Tindakan menyimpang dan ekstrim Profesor Univ. Gajah Mada itu manambah daftar warga kampus yang terpapar paham radikal.

Juni 2018 lalu, Guru Besar Bidang Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Profesor Suteki, yang juga Kepala Program Studi Magister Ilmu Hukum (MIH) dicopot jabatannya terkait dugaan pembelaannya terhadap organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

September 2019 lalu, ada dosen IPB yang ditangkap Densus'88 karena membuat bom molotov. Dosen tersebut disebut menyimpan bom molotov di rumahnya di Pakuan Regency Linngabuana, Margajaya, Bogor Barat.

Dosen Abdul Basith itu diduga menginisiasi pembuatan bom molotov untuk digunakan saat aksi Mujahid 212, Sabtu (28/9/2019). Barang bukti yang disita petugas salah satunya bom molotov siap pakai untuk aksi massa berjumlah 29 buah.

Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Muhammad Nasir, melalui laman CNN pada akhir 2018, membenarkan temuan Badan Intelejen Negara (BIN) yang menyebutkan tujuh perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia terpapar paham radikalisme.

Nasir mengaku sudah menempuh upaya untuk mengatisipasi temuan BIN dengan cara mendata seluruh dosen dan mahasiswa yang disinyalir terpapar paham radikal. Mereka yang disebut radikal adalah dosen atau mahasiswa yang berpaham keras menuntut perubahan sistem pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dan kini dari Univ. Gajah Mada Yogyakarta Guru Besar dan Profesor Karna Wijaya menyoraki penganiayaan yang menimpa Ade Armando.

Kita semua yang menginginkan Indonesia damai dan kampus bersih dari radikalisme menganggap ini sudah "lampu merah" - tanda bahaya. Jika dosennya telah terpapar paham ekstrim sebegitu rupa - bagaimna dengan para mahasiswanya?

Kini wibawa UGM sedang dipertaruhkan!

Pemeriksaan dan permintaan keterangan terhadap profesor yang terpapar paham ekstrim Senin kemarin, dihadiri oleh Rektor dan Wakil Rektor bidang Sumber Daya Manusia (SDM), demikian media menulis.

Karena itu, keputusan apa pun akan membawa konskwensi pada wibawa dan intergitas UGM sebagai kampus, menara gading dan mercusur pendidian tinggi di indonesia - dimana seorang alumninya sedang menjadi orang nomor satu di istana negara kini.

***