Menjadi Pelayan 'Ratu' Ekstasi

Ketika tulisan saya munculkan, teman-teman di balai wartawan pun 'ngomel'. Mengapa saya tidak membagi informasi rahasia?

Senin, 5 April 2021 | 15:55 WIB
0
637
Menjadi Pelayan 'Ratu' Ekstasi
Zarima Mirafsur (Foto: Nakita.grid.id)

Usai peristiwa 27 Juli 1996. Saya dipindahtugaskan liputan hukum dan kriminal. Saya pelajari ada kasus seksi di Polda Metro Jaya. Saya menolak ikut 'arus' liputan di balai wartawan.

Saya sebenarnya kesal harus liputan kriminal. Apalagi jika dicekoki press release. Sumbernya satu: dari polisi saja. Harus 'menerima' mentah-mentah informasi dari satu pihak. Persis staf humas.

Tiap Ahad/Minggu pagi selama sekitar satu bulan. Saya berinisiatif meliput aktivitas Zarima Mirafsur. Siapa dia? Pada 1996, ia dikenal dengan julukan 'ratu ekstasi'. 

Ya, Zarima sang model dan pernah menjadi pebulutangkis. Ia tertangkap membawa 30.000 pil jenis ekstasi. Bahkan ia 'berhasil' kabur dari Indonesia. Kemudian tinggal di Amerika Serikat. Hebat kan? Hamil pula saat di penjara. Walah... Siapa yang menghamilinya? Serius, bukan saya loh!  

Jangan lupa, ia dideportasi ke Indonesia. Salah satu Polwan yang membawanya dari AS adalah Sersan Polisi Vivi Tjangkung. Pangkat polisi saat itu menggunakan istilah yang sama dengan TNI.

Fokus liputan saya pada dua perempuan ini. Saya mewawancarai Sersan Vivi yang 'cantik' di asrama Polwan.  

Seperti diurai di atas, saya menjadi pengunjung setia 'ratu ekstasi' Zarima Mirafsur. Ahad/Minggu pagi, nyaris tak ada wartawan di Polda. Di situlah kesempatan saya untuk bermanuver. Tentu saja tanpa diketahui penjaga penjara Polda Metro Jaya.

Saya menjadi pelanggan kantin di pagi hingga siang hari, tiap Ahad/Minggu. Sampai saya mengetahui petugas kantin yang selalu mengirimkan makanan untuk Zarima. 

Jadi saya tahu, Zarima makan dengan lauk apa, sayur apa, dll. Pakaiannya seperti apa, situasinya bagaimana. Cukup dengan pertanyaan kepada petugas kantin yang akhirnya saya 'akrab'. 

Sampai akhirnya, saya dua kali ikut mengantarkan makanan ke penjara.

Melihat dengan jelas si seksi ini. Petugas dan Zarima, tentu tidak mengetahui, asisten orang kantin ini adalah wartawan.

Ketika tulisan saya munculkan, teman-teman di balai wartawan pun 'ngomel'. Mengapa saya tidak membagi informasi rahasia? 

Liputan rahasia kok dibagi? Hadeuh... Please deh, wartawan itu bukan staf humas.

***