Setelah Warisan

Seperti yang kalian tahu, aku masih sangat muda, 20 tahun, aku masih perlu banyak ruang untuk berkembang. Mohon jangan menempatkanku di posisi yang harus serba tahu, apalagi selalu benar.

Rabu, 20 Mei 2020 | 20:39 WIB
0
393
Setelah Warisan
Afi dan Presiden Jokowi (Foto: Kompas.com)

"Warisan" adalah tulisan yang bisa membuat orang asing yang bahkan tidak mengenalku sama sekali, jadi benci aku setengah mati. Bahkan sampai 3 tahun setelah tulisan tayang. 

"Warisan" adalah tulisan yang disalahsangkai orang sebagai hasil plagiat, padahal bukan. Selama 3 tahun, tidak ada orang yang bisa menunjukkan sumber tulisan yang asli, karena memang tulisan tersebut murni pemikiran Afi, bukan hasil plagiarisme.

Afi pernah plagiat, tapi bukan warisan, melainkan tulisan yang tayang 10 hari setelah warisan. Dan, aku sungguh minta maaf pada kalian untuk itu. 

"Warisan" adalah tulisan yang orang kira menaikkan namaku, padahal namaku sudah naik berbulan-bulan sebelum itu. Warisan cuma sambungannya.

"Warisan" adalah tulisan iseng yang kebetulan viral. Kalau isengku saja adalah kontemplasi yang sebegitunya tentang agama. Lantas, seriusku seperti apa? Bayangkan, pemirsa. Aku adalah anak 18 tahun yang lebih mirip dengan nenek 81 tahun.

"Warisan" adalah tulisan yang membuat kepala desa sampai Presiden ingin berbicara padaku. Sebenarnya, aku jauh lebih sering berinteraksi dengan non pejabat, mulai dari rektor, akademisi, lembaga sosial, pekerja hiburan, dan banyak lainnya. Tapi lagi-lagi aku dikenal cuma dengan "Afi yang diundang Jokowi".

"Warisan" adalah tulisan yang membuatku menerima ancaman pembunuhan.

"Warisan" adalah tulisan yang membuatku sadar bahwa aku tidak berbakat jadi orang terkenal. Orang terkenal tidak boleh melankolis dan perasa. Orang terkenal harus pandai menebalkan muka, menulikan telinga. Orang terkenal kadang harus memilih antara hati nurani atau keuntungan untuk diri. Aku tidak bisa. Aku tidak nyaman menjadi oportunis, sembari bersikap bodo amat.

"Warisan" membuatku sadar, bahwa yang membuatku tidak cocok jadi orang terkenal selain karena aku melankolis perasa, aku juga sama sekali tidak bisa bersikap palsu. Aku sangat tersiksa dengan konsep "just be nice, it's profitable" atau "fake it till you make it". Aku orang yang real, honest, dan blunt. Kalau aku tidak suka terhadap sesuatu, maka akan kukatakan sejujurnya. Padahal orang terkenal sesekali harus nyaman dengan kepalsuan.

"Warisan" membuatku sadar bahwa banyak orang yang masih belum familiar dengan konsep dualisme diri manusia. Saat aku membuat tulisan bahwa aku sedih, ada orang berkomentar, "Lho, Afi bisa sedih juga?".

Seolah aku ini objek. Bukan manusia.

"Warisan" membuatku paham bahwa masyarakat memperlakukan "hall of fame" sebagai "galeri barang jadi", bukan arena berlatih dan berkembang. Tak heran Greta Thunberg dihujat saat dia yang getol mengkampanyekan anti emisi gas karbon, terlihat sedang makan roti yang dibungkus plastik, pakai alat makan single use.

"Warisan" membuatku paham bahwa orang lebih suka ilusi tapi manis, daripada realita yang asli namun pahit. Mengakui bahwa kebanyakan dari kita tidak memilih agama kita sendiri, sulitnya bisa setengah mati.

"Warisan" membuatku paham bahwa orang menetapkan standar yang impossible bagi idola mereka.
Manusia adalah mahluk yang segala potensi baik buruk ada padanya. Luar biasa bagaimana kita mati-matian mengeliminasi satu sisi, sembari memuja standar yang artifisial.

"Warisan" membuatku tahu siapa yang benar-benar baik padaku, bukan baik karena aku terkenal, bukan karena aku menguntungkan mereka entah dari konteks apapun, atau bisa dimanfaatkan untuk pansos.

Terima kasih untuk mereka yang kebaikan dan niatnya murni. Banyak malaikat yang punya stok cinta tanpa syarat. Tentu saja tidak mampu kubalas. Terlalu besar yang mereka beri, untuk diriku yang "kecil" ini

Terima kasih untuk mereka yang percaya padaku, bahkan saat aku tidak percaya pada diri sendiri.

Aku tidak pernah berubah. Afi 15 tahun dan Afi 25 tahun itu sama. Pemikiranku saja yang makin meluas. Tapi percayalah, aku anak yang sama sejak kapanpun kamu mengenalku. Aku masih menggilai coklat dan buku.

"Warisan" membuatku sadar bahwa segala hal akan berakhir dengan baik. Kalau tidak, berarti belum berakhir.

"Warisan" membuatku ingin memeluk diri sendiri dan berbisik: "Girl, look, you're fucking terrific! How'd you even do that?"

Setelah Warisan

Banyak yang terjadi. Jatuh cinta, kuliah, putus cinta, masuk organisasi ini itu, mengenal orang-orang baru. There's so much I have gone through.

Dalam kurun waktu tersebut, aku mengalami bermacam proses pendewasaan. Bisa dibilang bahwa kerangka berpikir, keyakinan, dan konsep hidupku telah banyak berubah arah.

Dan itu karena kalian juga. 

Aku belajar banyak sekali dari FB. Terutama tentang bagaimana menerima dan mengutarakan pendapat.

Terima kasih untuk yang pernah mengoreksi dan berdiskusi.

Seperti yang kalian tahu, aku masih sangat muda, 20 tahun, aku masih perlu banyak ruang untuk berkembang. Mohon jangan menempatkanku di posisi yang harus serba tahu, apalagi selalu benar.

Karena, di usiaku sekarang, kenyataannya aku masih belum sepenuhnya matang, masih naif kadang-kadang, dan masih banyak kekurangan. Tapi aku belajar untuk semakin baik dari hari ke hari. Maaf kalau belum bisa jadi teladan yang diharapkan. Aku berusaha, oke? Hehe.

Terima kasih banyak untuk kalian yang setia menemani prosesnya. 

I love you.

But if you don't understand my journey, though... That's fine. It's not your journey to make sense of, it's mine.

Afi Nihaya Faradisa / Asa Firda Inayah 

***