Meninggikan agamanya sendiri, mungkin saja baik. Tapi merendahkan agama liyan, itu sudah pasti brengsek.
Merusak tempat ibadah? Kok bisa? Bisa saja. Karena tempat ibadah itu sesuatu yang material. Berbenda. Tidak abstrak. Bahan-bahannya dibuat oleh manusia. Mungkin terdiri dari bambu. Batu bata. Semen. Lem aica-aibon. Atau yang sejenis-jenis itu.
Bentuknya pun bisa cem-macem, karena terlihat oleh mata. Mungkin ada yang kayak bunderan bakso dibelah separo. Mungkin ada yang kek kerucut perangkap ikan. Ada yang seperti ini dan itu. Diberi tanda-tanda dan warna-warna. Biar terlihat indah dan agung di mata manusia.
Wajar jika hal-hal kek gitu bisa dirusak manusia. Apalagi manusia yang bersenjata, setumpul apapun. Tapi apakah dengan merusak tempat-tempat ibadah, terus yang empunya tempat ibadah pindah agama? Berhijrah? Ngikutin ke tempat ibadah yang merusak tempat ibadahnya tadi? Ha, gambis!
Alih-alih menyembah-nyembah. Yang terjadi justeru bisa sebaliknya. Apriori. Antipati. Karena yang bernama keyakinan tentu dipeluk dengan sepenuh yakin. Kalau tak yakin, bukan keyakinan namanya. Dan itu yang tak terpermanai. Hingga sampai titik tertentu, mereka yang bodoh sebagaimana orang mabuk, berperang melawan bayangan sendiri. Sibuk melawan angin.
Agama memang mensyaratkan kepatuhan, tetapi juga bisa berakibat pada ketakutan dan kebodohan. Apalagi sampai fanatik buta. Hingga kemudian terjadi salah faham, yakni menjadi faham yang salah. Karena tindakan keber-agama-annya menjadi khianat bagi agama itu sendiri.
Dikiranya agamanya menjadi mulia? Mungkin ada yang nganggep kek gitu. Tapi karena kita hidup di dunia dengan ukuran kenyataan sosial, nilai-nilai keagamaan si perusak tempat ibadah itu, senyampang itu, juga merusak nilai-nilai agamanya sendiri. Dia menjadi penista agama yang sejati. Mendustakan agamanya sendiri.
Kalau misal ada orang beragama Kacrut merusak tempat ibadah orang Hindu, padahal tempat ibadah itu ada di pucuk gunung Bromo, apakah minoritas umat Hindu di sana kemudian berbondong-bondong memeluk agama Kacrut? Ini cuma contoh, contoh pertanyaan, tak usah ngamuk. Lagian, di dunia ini tak ada agama bernama Kacrut bukan, kecuali yang kacrut?
Meninggikan agamanya sendiri, mungkin saja baik. Tapi merendahkan agama liyan, itu sudah pasti brengsek. Karena yang jadi ukuran bukan apa agamanya, melainkan bagaimana (sebagai manusia beragama, atau tak beragama) membangun kehidupan dengan lainnya.
Kanjeng Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wassalam pun pernah ngendika, "Allah tidak melihat bentuk rupa dan harta benda kalian, tapi melihat hati dan amal kalian."
Kalau bentuk dan rupamu, juga harta bendamu bernama Kacrut, tapi hati dan amalnya brengsek, ya brengsek saja!
Di Indonesia ini, tinggal Menagnya berani adil dalam menegakkan aturan tidak? Sekalipun berpangkat jenderal purnawirawan, kalau nggak tegas menjaga keberagaman di Nusantara ini, sama aja bokis. Sama bokisnya dengan beragama kok bodoh.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews