Membaca Kasus JT-610 Dari Persepsi Intelijen

Senin, 5 November 2018 | 07:33 WIB
0
587
Membaca Kasus JT-610 Dari Persepsi Intelijen
Proses pencarian Lion Air (Foto: Indopos)

Pada awal kejadian, saya berdiskusi dengan teman satu Angkatan, sekarang yang bersangkutan Purn (Marsda), mantan navigator handal C-130 Hercules tentang kecelakaan Lion Air, JT-610 (PK-LQP). Antara tehnis, menilai rekam jejak penerbangan dengan analisa intelijen.

Setelah diperinci jejak rekaman tersebut, digunakan ukuran yang umum kita pakai agar mudah pembaca membayangkannya. Data diurai tidak semuanya hanya sebagian yang terpenting. Waktu penerbangan per detik, GMT (plus 7 jam ke WIB), kecepatan knots (kali 1,852 km), heading (arah pesawat) dan Altitude feet (0,3048 m).

Dengan ditemukannya FDR, jelas akurasi akan jauh lebih akurat. Dari sebagian fakta, terlihat pesawat mulai turun dan naik, di mana speed berubah-ubah. Sebelum hilang dari radar, sejak pkl 23.31.28 GMT (06.31 28 WIB) kecepatan ketinggian terus berkurang dalam 3 detik sebesar 541 meter.

Pada ketinggian 1.112 meter, dan kecepatan 639km/jam, arah berubah dari 56° ke 35°, menukik ke bawah dan pesawat hilang dari radar.

Bisa diperkirakan pesawat saat menghantam laut kecepatannya bisa lebih dari 650 km/jam. Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono juga menduga pesawat jatuh ke laut dengan kecepatan tinggi.

Secara teori, pesawat dengan kecepatan demikian tinggi, uncontrol, menghantam air itu sama dengan menghujam ke benda padat seperti aspal. Karena itu JT-610 hancur berantakan.

Dari fakta penerbangan mulai terbaca arah mencari penyebabnya. Apakah human error (pilot) yang 50°, tehnis/mekanis 20°, weather 10°, non tehnis/sabotase yang 10°.

Sepuluh persen yang tersisa dikaitkan dengan jenis kesalahan manusia lainnya, yang bisa dibuat oleh pengendali lalu lintas udara, petugas pengawal pesawat, petugas bagasi, petugas pengisian bahan bakar, hingga insinyur pemeliharaan/mekanik.

Dari persepsi intelijen, sementara dapat disimpulkan, pesawat celaka bukan karena cuaca dan tidak adanya bom, tapi kaitan antara human error, tehnis/mekanis dan kesalahan manusia lainnya. Walau bom di kesampingkan sebagai penyebab, unsur non tehnis seperti sabotase harus tetap didalami.

Mari kita tunggu fakta dari KNKT tentang FDR, semoga VCR bisa ketemu juga, agar akurasinya tinggi. KNKT akan berat, karena harus berhadapan dengan produsen. Ini kecelakaan pertama Boeing 737 Max 8.

Kasus kecelakaan Air Asia Qz-8501 dan Adam Air yang disalahkan pilotnya. Apakah ini juga human error? Karena penyebab umumnya tidak tunggal, sementara yang kedua adalah mekanik dan non tehnis.

Kira-kira begitu.

***

Marsda Pur Prayitno Ramelan