Ketika Bencana Dijadikan Alat Menyerang Petahana

Rabu, 10 Oktober 2018 | 15:16 WIB
0
394
Ketika Bencana Dijadikan Alat Menyerang Petahana

Gempa berkekuatan magnitudo 7,4 tersebut tak disangka menimbulkan tsunami dalam waktu singkat, pada Jumat (28/9). Tsunami dengan ketinggian antara 3 sampai dengan 5 meter datang dalam rentang waktu 8 menit setelah gempa bumi melanda.

Tidak hanya itu saja, diperkirakan masih ada ribuan korban yang terkubur akibat likuifaksi di Perumnas Balaroa dan Petobo. Hingga Minggu (7/10), tercatat sudah ada 1,944 orang korban meninggal dunia dalam musibah gempa dan tsunami di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah.

Dalam situasi yang serba kacau tersebut ternyata dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk menyerang petahana. Kondisi Palu yang baru saja diterjang oleh tsunami dan gempa bumi memang membuat sebagian besar korban linglung, dan panik.

Belum lagi ditambah oleh ulah oknum yang memanfaatkan kondisi tersebut dengan melakukan pencurian berapa barang. Andaikata pencurian tersebut untuk bertahan hidup karena semakin menipisnya bahan makanan, masih bisa ditoleransi. Tetapi, justru yang terjadi adalah beberapa oknum memanfaatkannya dengan mencuri beberapa peralatan elektronik serta handphone.

Inilah yang dimanfaatkan oleh oposisi bahwa negara tidak hadir pada saat bencana. Padahal untuk bisa mencapai Palu dan Donggala dalam waktu singkat  di tengah bencana bukanlah pekerjaan yang mudah. Dibutuhkan akses transportasi yang cepat dan tidak membahayakan para relawan maupun petugas.

TNI dan bantuan dari POLRI pun langsung diturunkan pada hari Sabtu, sehari setelah gempa dan tsunami, untuk mengamankan beberapa objek vital sembari membawa bantuan. Belum bisa mengantisipasi beberapa kekacauan kecil. Tetapi setidaknya negara pada saat itu hadir dan langsung melakukan upaya rehabilitasi dan normalisasi pasca bencana.

Pertamina pun turut andil untuk menyediakan bahan bakar minyak di daerah Palu dengan menggandeng Basarnas Palu serta menggunakan kapal SAR dari Kendari untuk kebutuhan penanggulangan bencana.

Tentunya memang tidak ada yang instan upaya pemulihan setelah gempa bumi dan tsunami hebat di Palu dan Donggala dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk normalisasi aliran listrik serta ketersediaan bahan bakar yang bisa diakses oleh para relawan korban maupun warga yang tidak terkena dampak bencana.

Upaya tersebut dilakukan secara bertahap melalui berbagai jalur terutama jalur laut sementara jalur pendaratan pesawat terbang masih dalam kondisi yang tidak memungkinkan. Kondisi akses jalur darat yang memang terganggu tidak menyurutkan Pertamina untuk mengirimkan bantuan ke Sulawesi Tengah dari Kalimantan.

Pada hari Minggu (30/9), tamina mengirimkan bantuan langsung berupa makanan ringan serta air mineral. Selain itu Pertamina juga mengirimkan bantuan 200 tabung elpiji 12 kg dan juga 50 tabung elpiji 5,5 kg. Bantuan tersebut tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Bantuan tahap 2 dikirim pada hari Senin (1/10) dengan mengirimkan kapal MV Unggaran milik Pertamina hulu Mahakam dari pelabuhan Somber Balikpapan.

Upaya-upaya tersebut jelas merupakan salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap korban bencana alam baik di Palu Donggala dan juga di Lombok yang saat ini masih dalam kondisi pemulihan.

Sayangnya di mata oposisi dan juga pembelanya, narasi yang digaungkan sangat berbeda. Seperti saat Gempa Lombok terjadi, Jokowi dituduh tidak peka dengan korban saat menghadiri Opening Asian Games 2018. Anehnya saat Jokowi hadir di Lombok saat penutupan Asian Games 2018 pun tetap dicibir karena dianggap pencitraan.

Sebagai pucuk pimpinan pemerintahan, presiden Jokowi hadir di semua tempat baik itu di lokasi bencana maupun saat opening Asian Para Games 2018 yang membuat kita terharu dengan kondisi para difabel yang terus berjuang dalam keterbatasan.

Momen tersebut sebetulnya bisa dijadikan refleksi bagi kita bahwa dalam kondisi apapun, kita harus tetap menatap masa depan dan membangun kembali cita-cita yang selama ini memang sudah dirancang.

Kita juga perlu belajar dari bocah bernama Izrael Imanuel Limbara yang selamat dalam bencana gempa dan tsunami di Palu. Izrael yang sempat dipeluk oleh Jokowi, masih memiliki semangat untuk hidup dan menatap masa depan.

Izrael sadar bahwa ibunya menjadi korban. Namun, Izrael tetap mengingat kata-kata ibunya bahwa Izrael tidak boleh menangis. Izrael harus tetap tegar dan tersenyum agar ibu tercinta ikut tersenyum bahagia melihat Izrael selamat dan berusaha membangun mimpi indah kembali di masa mendatang.

Semangat Izrael menunjukkan semangat warga Palu Donggala yang mulai bangkit dari musibah. 

***