Cegah Kejahatan "Kilitih, Polda Metro Tembak Begal yang Viral di Medsos

Perlu tindakan aparat keamanan untuk melakukan tindakan tegas, seperti menangkap begal di Jabodetabek, yang beroperasi di pinggiran Jakarta.

Minggu, 23 Februari 2020 | 22:12 WIB
0
419
Cegah Kejahatan "Kilitih, Polda Metro Tembak Begal yang Viral di Medsos
Tersangka kejahatan (Foto: Facebook/Ninoy N. Karundeng)

Di Jogja sedang marak kejahatan jalanan yang disebut klitih. Di Jabodetabek kejahatan jalanan seperti begal yang viral di media sosial sangat meresahkan. Untuk itu tindakan tegas perlu dilakukan untuk menjamin kesejahteraan warga. Aksi begal yang melebihi klitih (kejahatan gangster remaja) di Jogjakarta tidak dibiarkan Polda Metro Jaya.

Melalui penyelidikan dan penyidikan yang sistematis, begal yang aksinya tertangkap oleh kamera CCTV tersebut berhasil diringkus Polda Metro Jaya. Aksi begal yang tak segan mengayunkan clurit merobek tubuh korban untuk merampok motor sangat meresahkan masyarakat.

“Berdasarkan kejadian yang viral di media sosial, tiga orang pelaku merampas motor, dompet, dengan mengancam korban pakai celurit, dua dari tiga pelaku telah ditangkap,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Jakarta, Kamis (20/2/2020).

Langkah Polda Metro ini sangat tepat untuk mencegah kejahatan jalanan makin merebak dan menjadi trend seperti di Jogjakarta. Gambaran seramnya kajahatan begal memang mirip dengan klitih.

Sama-sama kejahatan yang dilakukan oleh remaja dan yang mengaku remaja. Jabodetabek adalah metropolis yang seharusnya para penghuni nyaman dan aman. Maka kelakuan premanisme yang berkembang menjadi kejahatan jalanan sangat meresahkan.

Kejahatan terencana ketiga begal ini banyak dilakukan pada tengah malam. Target mereka adalah para pengendara sepeda motor di jalanan yang sepi dan sendirian.

“Para pelaku ini mengincar korban pengendara motor yang melaju sendirian dan melintas di kawasan sepi di waktu tengah malam, “ kata Yusri Yunus.

Klitih Kejahatan Meresahkan Warga Jogja

Sementara dari Jogjakarta kejahatan klitih kembali marak. Padahal dulu Jogja. Yogyakarta. Jogjakarta adalah surga keindahan. Dulu pusat peradaban Jawa dan kebudayaan itu santun. Indah. Meriah. Bungah. Bahagia. Itu gambaran Kota Gudeg pada masa lalu. Sebelum kejahatan jalanan yang dilakukan remaja merebak lagi. Klitih.

Klitih ini harus didalami. Pasalnya sudah marak sejak 2016 lalu. Timbul tenggelam. Kini 2020 kembali marak mengancam kehidupan Kota Jogjakarta. Bukan hanya warga Jogja. Para wisatawan pun tentu was-was dan resah. Jangan-jangan menjadi sasaran para penjahat. Mereka terorganisir. Bisa jadi ada bohir dan dalangnya. Bikin kisruh dan resah gelisah.

Klitih adalah kejahatan yang dilakukan oleh geng remaja, dan pemuda. Pencoleng remaja bisa secara acak menganiaya. Mereka menusuk perut. Mereka menghantam wajah orang yang ditemui di jalanan dengan kayu balok. Tidak memandang pagi. Tidak peduli siang sore atau malam. Korban tersungkur, lalu dengan entengnya korban bersimbah darah. Atau mati meregang nyawa.

Para penjahat muda ini bibit para penjahat masa depan. Bayangkan. Mereka datang pukul 23.00 ke sebuah warung makanan. Celurit disabetkan ke dua pengunjung yang sedang menikmati teh manis. Seorang pengunjung lari ke lantai dua warung. Dikejar pencoleng. Dibacoknyalah belakang kepala. Darah mengucur deras.

Beberapa penjahat remaja ini mengacak-acak dagangan makanan ala kadarnya. Tanpa rasa bersalah. Tega. Tanpa berpikir pedagang sedang mencari sesuap nasi. Usaha tertatih menghidupi anak, istri dan keluarga. Kehancuran warung adalah derita bagi orang kecil. Tak ada rasa tepa selira lagi di Jogjakarta. Yang ada kekejaman mengancam jiwa dan harta. Warga biasa.

Tak heran. Teman saya Mathilda dari Jerman tak mau lagi berkunjung ke Jogja. Dulu dia bersamaku nongkrong berlama-lama di Malioboro. Lalu berjalan malam-malam ke Alun-Alun Utara. Menikmati udara malam dan suasana nyaman. Atau menginap di kawasan Sosrowijayan, atau kawasan Prawirotaman. Suasana aman-nyaman hilang.

Tak terbayangkan. Kalau saya atau Anda lagi berkunjung ke Jogjakarta. Lalu para penjahat remaja yang merajalela itu menebas muka saya. Atau Anda. Atau anak gadis saya atau Anda. Ditebas golok atau celurit. Lalu mereka lari dan kabur tanpa pernah tertangkap polisi.

Anda dan saya akan mengatakan perbuatan itu jahat. Kejam. Sadis. Dan itulah yang sangat menakutkan secara sporadis terjadi. Di Jogjakarta yang dulu pernah menjadi pusat kebudayaan dan peradaban Jawa.

Perlu tindakan aparat keamanan untuk melakukan tindakan tegas, seperti menangkap begal di Jabodetabek, yang beroperasi di pinggiran Jakarta, seperti Bekasi, Tangerang, Tangerang Selatan, Bogor yang meresahkan. Juga tindakan tegas merangsek kejahatan klitih di Jogjakarta.

Ninoy N. Karundeng

***