Arteria Dahlan dan Dugaan Seorang Tukang Sekoteng

Ada yang menilai, orang-orang semacam itu sebetulnya tidak percaya pada dirinya sendiri. Mereka butuh perhatian dan pengakuan dari orang lain bahwa dirinya hebat atau pintar.

Jumat, 11 Oktober 2019 | 12:59 WIB
0
501
Arteria Dahlan dan Dugaan Seorang Tukang Sekoteng
Arteria Dahlan (Foto: detik.com)

Si bungsu, Mikail Sava Mukti, biasanya akan mengacungkan jari telunjuk di depan bibirnya sebagai bentuk teguran terhadap saya atau kedua kakaknya bila ikut nimbrung bicara. Padahal dia sedang menunggu jawaban atau penjelasan dari bundanya. Sikap serupa juga dilakukan terhadap teman-teman sepermainannya.

Menurut dia nimbrung pembicaraan orang lain, atau memotong pembicaraan orang lain adalah tidak sopan. Sebaliknya Mikail akan mengacungkan tangan bila akan ikut berpendapat, “aku tahu” atau “aku boleh ngomong dong”.

Mikail bersikap seperti itu selang beberapa bulan aktif di sebuah taman bermain yang diasuh Mrs Rosie. Jaraknya sekitar 2 kilometer dari rumah kami di Beji, Depok. Setiap Senin, Rabu, dan Jumat dia bermain bersama 9 temannya di sana.

Kami tentu berharap Mikail akan terus tumbuh menjadi pribadi yang teguh dengan nilai-nilai semacam itu. Dia tahu kapan berani berbicara dan kapan saatnya bersedia mendengar omongan orang lain. Entah apapun profesinya dia kelak.

Saya tidak tahu apakah Arteria Dahlan sempat masuk Playgroup atau Taman Kanak-kanak semasa kecilnya. Atau mendapatkan pendidikan budi pekerti dari orang tua dan orang-orang terdekatnya.

Tapi yang pasti, sejak Rabu (9/10/2019) malam, dia menuai hujatan dari netizen setelah sikap, tindakan, dan ucapannya saat berdebat dengan Prof Emil Salim dalam acara Mata Najwa dinilai sangat tidak patut.

Saya termasuk yang tidak sependapat dengan para netizen itu. Sebab sikap seperti Arteria, seharusnya tak hanya terhadap Emil Salim tapi kepada siapa pun yang menjadi lawan diskusi atau debat.

Sikap tidak menghargai lawan bicara dengan kerap memotong, mengatai, menuding-nuding lawan bicara yang tidak sependapat dengannya juga diperlihatkan politisi PDIP itu saat tampil acara ILC TV One beberapa pekan sebelumnya. Selain mengganggu Prof Zainal Arifin Mochtar dari UGM tanpa rasa malu dan merasa bersalah, dia malah meminta agar mantan Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki untuk mencabut pernyataan.

“Yah, nu kolot, nu cageur, nu waras mah ngelehan we lah (yang tua, yang sehat pikir dan rasa mengalah saja). Buat apa meladeni. Biar saja, pemirsa juga pasti bisa menilai mana yang patut dan tidak,” kata Ruki menjawab penulis sehari setelah acara ILC.

Baca Juga: Siapa Bilang Arteria Dahlan Tidak Beradab?

Selain Arteria, Fadli Zon dan Priyo Budi Santoso atau pengacara Hotman Paris Hutapea juga kerap bersikap seperti itu. Ada yang menilai, orang-orang semacam itu sebetulnya tidak percaya pada dirinya sendiri. Dia butuh perhatian dan pengakuan dari orang lain bahwa dirinya hebat atau pintar. Mereka tidak percaya bahwa para pemirsa yang mengikuti diskusi atau debat punya daya analisa dan penilaian sendiri tentang mana yang baik dan benar atau sebaliknya.

Pendapat lain diungkapkan seorang tukang sekoteng yang melayani kami di pos ronda tadi malam. Kata si Abang, orang macam Arteria itu ada kemungkinan sebetulnya sangat pendiam dan penurut bila sedang di rumah. Khususnya bila ada sang istri alias takut istri. “Atau bisa jadi karena dia letoy di tempat tidur jadi garang di luaran,” ujarnya.

Sebagian bapak-bapak yang tengah bermain catur dan gaple tertawa mendengar analisis gak nyambung semacam itu. “Hati-hati bicara, bang. Dia anggota Dewan yang terhormat lo,” saya menegur. “Lah, masak analisis tukang sekoteng dipercaya, mas,” kilahnya.

***