Tiga Channel TV yang besar bekerja sama di tahun 2001: BBC, France 3 dan Discovery Channel. Salah satu targetnya membuat film dokumenter kehidupan figur yang paling sering dibicarakan dalam sejarah: Jesus Kristus (Nabi Isa).
Namun tiga TV ini akan memotret Jesus dari sisi historisitasnya, sisi kesejarahan. Bukan Jesus as a faith tapi Jesus as a Man, Jesus of History. Walaupun judul resmi yang dipakai produksi bersama ini: Son of God.
Tak lupa dalam produksi ini ingin digambarkan berdasarkan pendekatan ilmiah: bagaimana sebenarnya wajah Jesus? Tengkorak dari individu Yahudi yang hidup di abad satu, abad kelahiran Jesus sudah tersedia. Ciri-ciri penduduk suku Yahudi di era itu, di wilayah itu, juga sudah dimatangkan. Tak lupa dihadirkan seorang pelukis profesional.
Dari dokumen sejarah sudah terkumpul bagaimana komunitas di zamannya melukiskan Jesus. Gambar yang paling tua, diduga berasal dari abad 1 dan 2 ditemukan di sebuah dinding gua. Tergambar seseorang sedang menyembah figur yang disalib. Namun figur yang disalib itu berwajah domba.
Lukisan ini dianggap grafiti anti kristen paling tua tentang Jesus yang ditemukan. Ia disebut Alexamenos Grafitto. Diduga lukisan ini dibuat oleh tentara Romawi yang menggambarkan umumnya mood pemerintahan Romawi era itu: melecehkan timbulnya agama baru. Wajah Jesus pun digambarkan sebagai domba.
Terdapat pula gambar Jesus sebelum agama ini diadopsi oleh Raja Constantine sebelum abad ke 4. Tergambar Jesus sebagai rakyat biasa yang sedang mengembala domba.
Tapi setelah agama Kristen disahkan oleh Raja Constantine sebagai agama negara, mulai muncul lukisan Jesus yang lain. Itu lukisan dari abad ke 5: Jesus dengan pakaian kebesaran militer, menampakkan sosok sebagai raja.
Dalam dua abad mulai terasa perubahan penggambaran Jesus dari berwajah domba, menjadi gembala biasa lalu menjadi figur sejenis raja, raja kerajaan surga.
Ketika agama Kristen menyebar ke seluruh dunia, gambar Jesus semakin beragam. Di Eropa dan Amerika Serikat, Jesus nampak berkulit putih dengan rambut gondrong, dengan jambang dan jenggot. Ini citra layaknya orang tampan asal Eropa. Lukisan dengan citra Eropa mulai muncul di abad pertengahan hingga masa kini.
Sementara di Etopia, muncul gambar Jesus yang berbeda. Ia nampak berkulit gelap, dengan rambut lebih pendek dan ikal, selayaknya tokoh dari Afrika. Itu lukisan yang ditemukan dari abad ke 18.
Hal yang sama dengan di Cina. Lukisan Jesus di tahun 1879, di Beijing, nampak Jesus dalam figur yang lebih tua dengan kearifan puncak. Namun bentuk janggutnya yang panjang dan juga pakaiannya, mengesankan ia orang Cina.
**
Demikianlah aneka komunitas memotret Jesus sesuai dengan persepsi dan corak budaya lokal masing masing. Tiga channel TV itu kini menggunakan pendekatan ilmiah menggambar wajah Jesus yang sebenarnya, yang riel dalam sejarah.
Gambar yang dihasilkan setidaknya oleh ahli forensik dinilai sesuai dengan ciri generasi abad pertama kaum yahudi palestina. Jesus hidup di sana. Jesus juga dibatasi dan diwarnai oleh warna kulit, jenis rambut, bentuk tengkorak, dan struktur wajah masyarakatnya.
Hasil lukisan Jesus versi ilmu pengetahuanpun selesai. Nampak wajah figur yang tak pernah terbayangkan sebelumnya sebagai wajah Jesus. Tak ada satupun lukisan yang pernah dibuat soal Jesus yang mirip dengan hasil forensik itu.
Saya ikut lama menikmati lukisan ilmiah itu. Kulit Jesus agak gelap, jauh lebih kemerahan dan sedikit hitam dibandingkan kulit sawo matang Indonesia. Rambutnya lebih pendek, dan ikal keriting kecil.
Saya amati lagi foto itu: inikah Jesus? Inikah Nabi Isa?
Namun Jesus bersama Bunda Maria pernah pula diwujudkan, tak hanya di lukisan, tapi di patung, yang berwarna sangat hitam. Hitam sekali. Inilah patung Jesus dan Bunda Maria yang paling berkulit hitam pekat yang pernah dibuat.Dalam patung itu, Jesus masih sangat kecil. Ia dipangku oleh Bunda Maria. Patung itu sangat terkenal dengan sebutan The Virgin of Montserrat.
Montserrat wilayah pegunungan di dekat Barcelona, Catalonia. Menurut kisah, Christopher Columbus di tahun 1493 memberikan nama pegunungan itu: Montserrat. Wilayah ini kini menjadi taman nasional.
Saya berkunjung ke Barcelona tahun 2017. Sejak awal saya sudah minta kepada pemandu tur agar saya dibawa untuk melihat The Virgin of Montserrat. Dari Barcelona, satu jam saya menggapai gunung itu, dengan kendaraan.
Sungguh Monserrat itu pegunungan batu yang indahnya sekali. Bentuk batu, dan warnanya itu karya agung dari alam. Pastilah ini hasil kikisan ratusan tahun hujan, angin, panas, badai yang memahat batu. Di Montserrat, saya menyaksikan alam memang pelukis terbaik. Kanvas yang dilukis seluas pengunungan Montserrat itu.
Mungkin yang tinggal di area sini lebih banyak pendeta dan biarawati ketimbang penduduk biasa, ujar pemandu. Di antara batu batuan raksasa terdapat banyak bangunan tua.
Kamipun ikut antri panjang masuk ke monestry. Gereja di Monstreat itu sudah menjadi museum. Pelancong dari aneka negara datang dari jauh, bersama ingin melihat karya itu: patung bunda Maria dan Jesus berkulit hitam.
Sampailah saya berhadap- hadapan dengan patung itu: The Virgin of Montserrat.
Patung itu menampakkan sosok Bunda Maria. Ia juga memangku anaknya Jesus (Nabi Isa). Baik Bunda Maria ataupun Jesus berkulit sangat hitam. Tinggi patung hanya 95 cm saja. Ia diletakkan di pusat altar gereja. Terasa suasana religius. Pengunjung datang umumnya untuk berdoa.
Pemandu meminta saya juga untuk khitmat, mengamati tanpa suara. Suasana di ruangan sangat hening.
Patung ini dianggap suci karena sudah diberkati oleh Pope Leo XIII di tahun 1881. Ia memperoleh status Canonical Coronation. Itu semacam pengesahan keagamaan tingkat tinggi.
Aneka info berkembang soal patung Bunda Maria dan bocah Jesus berkulit hitam. Pemandu saya menceritakan penduduk setempat meyakini patung ini dibuat di abad pertama ketika gereja sudah dibentuk. Namun riset menyatakan, model patung seperti ini datang dari abad ke 12.
Apa yang menyebabkan patung Bunda Maria dan Bocah Jesus berkulit hitam, bahkan hitam sekali ?Marie Durant (1937), Marie Salliens (1945), dan Jacque Huynens (1972) menelitinya. Tiga pendapat ini menonjol sebagai jawab.
Ada kemungkinan patung Jesus dan Bunda Maria itu awalnya berkulit putih atau setidaknya coklat. Namun karena cuaca dan waktu, bahan material patung dan lukisan mengalami perubahan pigmentasi. Tanpa disengaja warna putih atau coklatpun menjadi hitam. Alam secara gradual mengubahnya.
Tapi ada kemungkinan Bunda Maria dan Jesus dipersepsikan oleh seniman atau teolog saat itu (dari komunitas dan zaman yang beda) memang berkulit hitam. Yaitu ketika baik Bunda Maria atau Yesus (Nabi Isa) belum diubah oleh orang Eropa menjadi berkulit putih seperti orang Eropa sendiri.
Persepsi itu masih diyakini oleh sebagian kecil pembuat patung atau pelukis Jesus dan Bunda Maria Hingga kini. Menjadi hitam itu bukan perubahan pigmen warna patung atau lukisan secara gradual, tapi itu warna patung sejak awal.
Namun ada pula kemungkinan yang lebih politis. Seniman pembuatnya atau pemimpin/ pemikir yang mempengaruhi sang seniman sengaja memfiksikan Jesus dan Bunda Maria . Mereka tahu Jesus dan Bunda Maria tak berkulit hitam seperti orang Afrika. Namun mereka perlu memfiksikan Jesus dan Bunda Maria berkulit hitam agar lebih mudah bagi ajaran Kristen diterima komunitas di luar kulit putih.
Menghitamkan kulit Jesus dan Bunda Maria bagian dari "marketing tools" menyebarkan agama Kristen untuk komunitas berkulit hitam dan bewarna.
Yang mana yang benar? Untuk urusan agama agaknya tak penting yang mana yang menurut sejarah benar. Dengan sentimen agama yang tinggi, umumnya publik akan memilih apa yang sejak semula diyakininya saja. Hanya para ahli yang menyibukkan diri pada apa dan mana yang benar.
Sepanjang jalan sekembali dari Montserrat, banyak hal menjadi perenungan. Sambil tetap menikmati keindahan batu alam, dari jendela mobil, pikiran saya lebih banyak melayang ingin memahami hal ihwal.
Begitulah sejarah sudah menunjukkan bahkan persepsi soal warna kulit Jesus saja bisa beragam. Apalagi persepsi atas gagasan dan ajarannya. Hal yang sama berlaku untuk ajaran agama lain. Siapa yang mampu menyetop keberagaman persepsi? Mengapa pula perlu diseragamkan?
Jka di era Google ini, masih gerakan yang ingin menyeragamkan persepsi agama, kelompok ini halal verus itu haram, pastilah ini kelompok sedang tertidur selama .1000 tahun. Mereka tak menyadari zaman sudah meninggalkan era “kuda gigit besi.”
Agustus 2019
***
Catatan Perjalanan Denny JA
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews