Para rekan pers saat ini masih 16 hari jelang pengumuman KPU. Perlu antisipasi, apabila Prabowo diumumkan menang.
Membayangkan kalau saja nanti Prabowo Subianto menjadi presiden beneran, yang nomor satu terbirit-birit tak salah lagi adalah nyamuk pers. Lihat saja. Prabowo mencatat satu-satu kelakuan media. Dan di mata Prabowo, media dinilai ikut merusak demokrasi.
Ketika berpidato di depan ribuan buruh yang memadati Gedung Tennis Indoor Senayan pada peringatan Hari Buruh Internasional, May Day 2019 yang digelar Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Rabu lalu (1/Mei/2019), dengan ketusnya Prabowo menghardik pers.
“Itu banyak TV ya? Entah ditayangkan nggak ditayangkan, gue nggak tahu. Karena media, hati-hati, kami mencatat kelakuan-kelakuanmu satu-satu,” kata Capres 02 ini berang.
Prabowo memperingatkan awak media yang di matanya banyak menyiarkan kebohongan untuk berhati-hati, karena menurutnya, “suara rakyat adalah suara Tuhan..."
“Kami bukan kambing yang bisa kau atur-atur. Hati-hati kau ya, suara rakyat adalah suara Tuhan,” kata Prabowo, seperti biasa dengan gaya oratornya yang menggelegak, seraya mengipat-ipatkan telunjuk jarinya. (Disiarkan televisi secara nasional, ada pula di YouTube).
Baca Juga: Ketika Ruh Media Mendua
Dan tidak hanya sekali ini saja Capres 02 ini menghardik pers. Ketika tampil di akhir-akhir kampanye di Yogyakarta pada 8 April 2019, Prabowo juga menghardik pers. Menuding jurnalis televisi suka menunggu dirinya salah bicara.
“Itu TV datang ke sini itu tahu nggak, bukan untuk meliput. Itu menunggu saya salah bicara,” cetus Prabowo, seraya berkacak pinggang, “Saya tidak takut! Karena saya tidak salah bicara. Saya bicara apa yang ada di hati saya...,” kata Ketua Umum Partai Gerindra yang selalu tampil berapi-api sepanjang berkampanye mencapres, bahkan juga setelah selesai hari coblosan Pilpres ia masih berapi-api dalam berbagai deklarasi kemenangan dan disambut ujaran “Presiden! Presiden!”
Paling parah kenyataan yang dialami Metro TV. Saluran televisi berita ini bahkan diboikot oleh tim Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sejak awal November 2018, karena menurut keterangan tertulis dari Ketua BPN Djoko Santoso, keputusan diambil lantaran Metro TV dianggap kerap menyerang kubu Prabowo.
“Metro TV nyerang terus, ngerjain terus, visi misi kita nggak pernah dimuat. Jadi, daripada tanggung-tanggung, kita boikot saja,” ungkap Djoko Santoso dalam sebuah acara pengukuhan relawan Prabowo-Sandi di Yogyakarta pertengahan November.
Dalam surat Ketua BPN Djoko Santoso yang dipublikasikan, ia meminta anggota BPN untuk memboikot Metro TV, “agar menolak setiap undangan maupun wawancara yang diajukan oleh Metro TV,” Namun, kata Djoko Santoso dalam surat tersebut, BPN tidak melarang awak wartawan Metro TV untuk meliput segala kegiatan Prabowo-Sandiaga dan anggota BPN.
Nah, bisa dibayangkan jika Prabowo benar-benar melangkah ke Istana. Dijamin Metro TV akan mendapat kesulitan untuk mendapat akses wawancara khusus dengan bakal Presiden Prabowo.
Jangankan sudah jadi presiden beneran. Sebagai Presiden Kertanegara (belum resmi diumumkan KPU apalagi dilantik, selain Deklarasi Kemenangan di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru Jakarta) seperti sekarang inipun, Metro TV sudah kesulitan mewawancara kubu Prabowo-Sandi sebagai nara sumber.
Sejak 18 April 2019 – atau sehari setelah hari coblosan – Prabowo dan Sandiaga Uno memang sudah mendeklarasikan kemenangan mereka di rumah Prabowo di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Dan bahwa mereka memenangi Pilpres dengan perolehan suara 62 persen dari hasil rekapitulasi tim BPN atas formulir C1 (namun sampai sekarang tidak pernah diungkap rinci, kemenangan 62 persen itu seperti apa).
Aksi boikot Metro TV ini didahului dengan pengaduan saluran televisi tersebut ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) oleh Direktorat Advokasi dan Hukum BPN, Dolfie Romas pada 22 Maret 2019. Pengaduan ini mengungkap ketidak-berimbangan Metro TV saat mewawancara sumber BPN pada acara perhelatan MUT Metro TV.
Bisa dibayangkan, bagaimana ruang gerak media terutama jurnalis televisi apabila bener-bener Prabowo menjadi presiden sungguhan. Bahkan sebagai Presiden Kertanegara saat ini pun, Prabowo beberapa kali menghardik media yang kritis terhadapnya.
Baca Juga: Prabowo Subianto, Presiden Tanpa Mahkota?
Semenjak sehari setelah hari coblosan, Prabowo tidak hanya mendeklarasikan kemenangannya, akan tetapi juga mengatakan, “saya akan dan sudah menjadi presiden dari seluruh rakyat Indonesia”. Tidak heran, jika semenjak itu, mengalir sambutan teriakan massa di berbagai tempat yang didatangi Prabowo pasca coblosan, dengan teriakan “Presiden! Presiden!”.
Lengkap dengan beri-hormat a la militer, bila bertemu bersalaman dengan mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad di era Orde Baru ini pula. Baliho ucapan kemenangan pun, atas permintaan partai Gerindra pusat, juga dipasang di daerah-daerah kemenangan Prabowo-Sandi.
Tidak hanya hardikan terhadap pers. Bahkan dalam sebuah acara deklarasi kemenangan Prabowo-Sandi di Gedung Pencak Silat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada 24 April 2019, acara tersebut tidak diperbolehkan direkam oleh Pers.
Nah, para rekan pers saat ini masih 16 hari jelang pengumuman KPU. Perlu antisipasi, apabila Prabowo diumumkan menang. Silakan menghadapi tantangan masa depan di negeri tercinta Republik Indonesia ini dengan tabah. Apakah akan seberat zaman Orde Baru, yang penuh pembatasan pers, larangan pemberitaan, dan bahkan breidel surat kabar?
Kita tunggu. Selamat berjuang menghadapi kemungkinan baru tahun 2019-2024, rekan-rekan nyamuk pers....
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews