Tapi mengapa kok banyak yang tiba-tiba bangkit nasionalisme dan heroismenya begitu dikatakan bahwa Esemka adalah mobil nasional?
Seorang teman di WAG bilang bahwa Indonesia sudah dijajah China. Lalu saya bantah bahwa China itu tidak pernah menjajah negara mana pun dalam sejarahnya. Ia lalu bilang menjajahnya Cina itu nggak terang-terangan tetapi secara licik. Jadi karena menjajahnya secara licik maka negara yang dijajah tidak merasa dijajah. Saya jadi ketawa.
Jadi ini jelas perasaannya sendiri secara pribadi. Ketika saya tanya mengapa ia merasa demikian, ia lalu menjawab karena orang China semakin banyak. Presidennya aja yang nggak merasa dijajah wong bolone, katanya. Nanti kalau di setiap jalan penuh lampion/warna merah semua, baru keroso kalau sudah dijajah. Jadi dia ini merasa terjajah karena di mana-mana dia lihat banyak lampion dan ornamen warna merah. Baginya ini sudah merupakan bentuk penjajahan.
Pertanyaannya adalah, jika negara kita sudah dikuasai oleh sesuatu sampai hal tersebut mendominasi negara kita apakah kita akan mengatakan bahwa itu adalah bentuk penjajahan? Jika benar maka sesungguhnya kita sudah dijajah habis-habisan oleh Jepang, meski pun resminya penjajah Jepang sudah kita usir sehingga kita bisa merdeka sekarang ini. Tapi kita kok tidak merasa dijajah ya? Apakah karena semua presiden kita itu bolone Jepang kabeh?
Apakah kalian tidak percaya bahwa sebenarnya kita ini habis-habisan ‘dijajah’ Jepang…?!
Lha faktanya hampir semua kendaraan yang ada di negara kita ini adalah produk Jepang. Coba sebut apa saja kendaraan otomotif merk Jepang yang ada di Indonesia.
Ada Toyota, Honda, Daihatsu, Nissan, Suzuki, Mazda, Mitsubishi, Subaru, Isuzu, Kawasaki, Yamaha, dan Mitsuoka. Baik itu mobil pribadi, truk, atau pun bis, hampir semua yang ada di negara kita adalah produk Jepang. Tak ada satu pun kendaraan otomotif yang merk Sukirno, Jumhadi, Pakubuwono, atau Susi Susanti.
Setelah dikuasai Jepang maka masuk pula kendaraan Korea seperti Hyundai, KIA, Genesis, Ssangyong, Daewoo, dan Renault Samsung. Tidak ada merk Indonesia seperti Trenggono, Marpaung, atau pun Hamdani. Trada...
Indonesia sampai saat ini masih mencoba untuk memiliki merk sendiri, yaitu Esemka, tapi habis diejek, dihina, dimusuhi, dan dinjak-injak oleh warganya sendiri. Sekarang Esemka seperti mati suri dibunuh oleh warganya sendiri. Indonesia itu tidak boleh punya produk otomotif sendiri.
Indonesia itu sudah sangat bangga bisa punya pabrik mobil dan otomotif sendiri meski pun itu merk dan perusahaan asing. Kita tidak merasa dijajah. Kan pabriknya ada di Indonesia. Merk dan perusahaan mah boleh milik asing, tapi pabrik dan karyawannya harus mayoritas warga Indonesia sendiri. Itu sudah membuat kita bangga dan tidak merasa terjajah.
Apakah bangsa Indonesia yang yang jumlah rakyatnya hampir 300 juta itu tidak ingin punya mobil nasional yang artinya memakai merek sendiri, punya pabrik sendiri, insinyur, mekanik, manajer sendiri, modal sendiri, dlsb? Tentu saja ingin dong. Dan itu sudah dimulai sejak zaman Presiden Soeharto. Pada tahun 1975 Presiden Soeharto memulai inisiatif punya merk sendiri tapi BAPAKNYA DARI JEPANG. Namanya Toyota Kijang.
Meskipun merek Toyota berasal dari Jepang, tetapi pembuatan dan perakitan mobil ini semuanya dilakukan di Indonesia. Mobil ini merupakan salah satu mobil buatan Indonesia yang mampu berjaya sampai saat ini, dengan penjualan yang bahkan jauh melewati batas negara Indonesia.Indonesia bisa mengekspor Kijang bin Toyota ini sampai ke Arab Saudi. Tapi apakah Kijang bin Toyota ini lantas menjadi mobil nasional? Net not…! Ternyata anak tetap milik bapaknya. Lha bapaknya orang Jepang. Mosok kita mau ngaku bahwa Kijang itu pribumi?
Sebenarnya sudah banyak upaya untuk membuat mobil nasional yang diinisasi baik oleh lembaga pemerintah, perguruan tinggi, mau pun swasta. Tentu saja mereka semua TIDAK MUNGKIN akan menggunakan komponen yang sepenuhnya lokal. Lagipula di zaman sekarang ini semua industri kendaraan bermotor dan pesawat sudah saling pakai dengan merk lain. Ojok ndeso opo’o, rek.
Tapi mengapa kok banyak yang tiba-tiba bangkit nasionalisme dan heroismenya begitu dikatakan bahwa Esemka adalah mobil nasional? Mengapa mereka tidak rela kalau Esemka bentuk dan desainnya mirip mobil ‘aseng’? Bukankah ESEMKA ini sama sekali tidak dibiayai dan tidak dikepres dan inpreskan sebagaimana mobil Timor (Tommy Motor) yang jelas-jelas sepenuhnya impor dan cuma diganti merk saja? Bukankah selama 77 tahun kita merdeka kita telah ‘dijajah’ oleh Jepang dalam hal perkendaraan bermotor?
Lalu apa masalahnya…?! Lha wong selama ini kita DIJAJAH OLEH JEPANG tanpa ampun (dan kita tidak pernah merasa dijajah) kini kok tiba-tiba muncul nasionalismenya dan paranoid dengan munculnya mobil produk ‘asli pribumi Indonesia’ yang mirip mobil China.
Oh, ya… Mobil saya merknya Mitsubishi, bukan Junaidi.
***
Surabaya, 29 Januari 2023
Satria Dharma
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews