Televisi hadir jelang Piala Dunia 1978, ketika salah satu kerabat membelinya. Itulah pertama kalinya menonton pertandingan sepakbola lewat layar kaca. Mario Kempes menjadi idola baru.
Acara dongeng Sunda di radio adalah hiburan penting bagi warga di kampung kami tahun 70-an. Terutama ketika televisi masih langka dan dianggap barang mewah. Listrik pun masih belum merata. Kami masih menggunakan lampu petromak.
Ketika salah seorang tetangga mengkhitan anaknya, menonton televisi menjadi pilihan untuk menghibur tamu undangan. Pesawat televisi disewa satu paket dengan accu-nya. Kebetulan acara khitanan digelar hari Minggu. Dengan demikian menonton TV bisa lebih siang, pukul 10 pagi.
Di luar hari tersebut, TV baru siaran sore hari. Film bisu Charlie Chaplin meramaikan suasana. Jika daya accu-nya makin melemah, gambar pun kian mengecil dan akhinrya menghilang.
Hampir setiap hari Minggu kampung tetangga menjadi tujuan untuk nonton TV. Tidak gratis, setiap orang dipungut Rp25,00 untuk biaya sewa accu. Melalui TV hitam putih itulah kami menikmati "Widuri" dari Bob Tutupoly, "Nona Anna"-nya Ade Manuhuttu, atau "Helly"-nya Chicha Koeswoyo. Filmya antara lain "Combat" yang dibintangi Vic Morrow atau Little House on The Prairie (Melissa Gilbert).
Terkadang pada malam hari nonton bareng di kantor desa, yang memasang pesawat TV inventarisnya di teras depan. Rumah-rumah pemilik TV akan dibanjiri orang jika legenda tinju dari AS, Muhammad Ali, bertanding. Bahkan sekolah pun bisa mendadak bubar kalau petinju ini main bertepatan dengan jam sekolah. Kami seringkali ikut larut dan berteriak, "Ali...Ali...Ali.."
Pementasan wayang golek, orkes melayu atau layar tancap, merupakan hiburan lain yang sering hadir di acara hajatan warga.
Ada pula grup sandiwara keliling yang tampil dari kampung ke kampung, salah satunya "Dewi Murni" dari Bandung. Biasanya mereka berada di sebuah tempat selama sepekan, untuk 4-5 kali pentas yang berlangsung pada malam hari.
Tasikmalaya adalah gudangnya orkes melayu (OM) atau orkes dangdut. Sebut saja misalnya OM Sinar Remaja, OM Palem Grup, OM Irama Gangga, OM Marantika atau OM Airlangga. Saya pernah menonton penyanyi Itje Tresnawati beraksi di panggung acara hajatan. Tentu sebelum menjadi biduan terkenal. Raja Dangdut Rhoma Irama pun berasal-usul dari kota ini.
Jatuh dari panggung
Dari semua jenis hiburan itu, wayang golek adalah favorit saya. Di kampung mana saja pementasannya, asal masih di satu desa, saya hadir dan bertahan sampai subuh. Saya akan berusaha duduk di atas panggung persis di samping kotak wayang dekat dalang. Menjadi kebanggaan jika dalang meminta saya membantunya merapikan wayang yang masuk kotak.
Kegemaran saya pada wayang golek, berawal dari Mamah yang bercerita tentang acara kesenian tersebut di radio. Pementasannya disiarkan langsung setiap malam Minggu dari Studio RRI Bandung. Dalang Tjetjep Suprijadi dari karawang salah satu dalang top ketika itu.
Saya penasaran, ingin mendengar siaran langsung itu. Hari Sabtu sepulang sekolah, saya tidur siang dari pukul 13.00 hingga 16.00. Sebagai persiapan supaya kuat melek malam harinya. Pada pukul 21.00 siarang wayang golek dimulai. Ketika seisi rumah tertidur, saya terjaga sendirian. Ditemani sapu tangan yang selalu basah. Fungsinya, jika saya mulai mengantuk maka kain basah itu diusapkan ke wajah.
Mendengarkan acara tersebut di radio, akhirnya menjadi semacam "ritual" yang tidak boleh diganggu. "Cita-cita saya ingin menjadi dalang," kata saya kepada Mamah, yang dijawabnya dengan senyuman. Gara-gara acara itu pula saya menyukai komik wayang karya RA Kosasih.
Pada sebuah pergelaran wayang golek di kampung tetangga, saya pernah mendapat malu. Seperti biasa, saya duduk di dekat kotak wayang. Menjelang tengah malam, kantuk benar-benar menyerang. Mungkin karena duduk terlalu pinggir, saya terjatuh dari atas panggung. Beruntung tanah tempat saya "mendarat" adalah lumpur sawah yang kering tapi tidak terlalu keras. Penonton pun terbahak.
Televisi hadir lebih dekat menjelang Piala Dunia 1978, ketika salah satu kerabat membelinya. Itulah pertama kalinya saya menonton pertandingan sepakbola kelas dunia lewat layar kaca. Mario Kempes menjadi idola baru. Mesin gol berambut gondrong itu berhasil membawa tim Argentina menjadi juara dunia.
***
Tulisan sebelumnya: Catatan Biasa Orang Biasa [1] Pada Mulanya Tumpukan Majalah
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews