Ketika seorang pesohor meninggal diberitakan ribuan media dan menjadi perhatian dunia, saat yang sama jauh di pedalaman Afrika, setiap hari 25.000 orang mati kelaparan dalam sunyi.
Kebiasaan ‘membuang’ makanan di negara-negara maju di Eropa dan Amerika Utara, dilakukan karena kebiasaan belanja bahan makanan secara berlebihan. Bahan makanan tersimpan di kulkas dalam waktu lama, bahkan hingga melewati masa kadaluarsa. Akhirnya dibuang. Alasan lainnya atas nama bisnis, oleh perusahaan ritel. Bahan makanan yang lama tak terjual, konsekkuensinya harus dibuang.
Kantor berita Perancis, AFP, memberitakan, di negara-negara maju setiap tahun sedikitnya 1,3 miliar ton makanan dan bahan makanan dibuang begitu saja. Jika dikumpulkan, makanan dan bahan makanan yang dibuang itu, volumenya menyamai pulau seluas 250 kilometer persegi dengan ketebalan 10 meter.
Catatan lain menyebutkan, di Singapura, pada tahun 2010 saja, makanan sebanyak 640.500 ton dibuang ke tempat sampah. Sementara di Australia, rata-rata jumlah makanan yang dibuang mencapai empat juta ton per tahun.
David Common dari CBC Marketplace melaporkan, di Kanada makanan dan bahan makanan senilai US$31 miliar per tahun dibuang oleh supermarket. Di halaman belakang setiap supermarket di Kanada selalu ada deretan tempat sampah berisi makanan dan bahan makanan yang dibuang.
Salah seorang manajer Wallmart Supermarket Centre di negara bagian Alberta mengaku, ia dan para staf hanya melaksanakan kebijakan perusahaan. Ia juga tahu bahwa sebagian besar makanan dan bahan makanan yang dibuang, masih layak untuk dikonsumsi. Tapi karena tidak laku terjual, dan pasokan baru sudah masuk, maka yang terpajang di etalase meskipun belum kadaluarsa, terpaksa harus dibuang.
Di Kanada, setiap tahun masyarakat mengeluarkan uang untuk belanja makanan dan bahan makanan rata-rata US$14 miliar. Namun sekitar 20% sampai 25% makanan yang mereka beli dan disimpan di lemari pendingin, dibuang karena mendekati masa kadaluarsa. Artinya, total nilai makanan yang dibuang di Kanada mencapai US$3,4 miliar per tahun.
Ketika dimintai keterangan mengenai banyaknya bahan makanan yang dibuang oleh supermarket maupun masyarakat Kanada, Menteri Pertanian dan Pangan, Lawrence MacAulay mengatakan, tentu hal itu merupakan informasi buruk bagi pemerintah. Tapi pemerintah hanya bisa mengimbau agar hal itu tidak dilakukan.
Pemerintah Kanada hanya berkewajiban menjamin ketersediaan benih, pupuk dan peralatan pertanian bagi petani, menjamin akses terhadap pasar, serta menjamin kecukupan pasok pangan yang sehat bagi masyarakat secara berkelanjutan.
“Bahwa banyak supermarket yang membuang makanan yang layak konsumsi, itu kebijakan perusahaan masing-masing. Kami tidak bisa intervensi,” kata MacAulay.
Jika Kanada yang jumlah penduduknya ‘hanya’ 36 juta jiwa pada tahun 2017 membuang makanan senilai US$3,4 miliar per tahun, maka nilai makanan yang dibuang di Amerika Serikat yang jumlah penduduknya 330 juta jiwa, diperkirakan sepuluh kali lipat, atau US$34 miliar, setara Rp449 triliun. Bandingkan dengan APBN 2018 Indonesia yang hanya Rp2.220 triliun.
Seorang aktivis pangan di Orlando, Florida, Rob Greenfield mengatakan, setiap tahun jumlah makanan dan bahan makanan yang dibuang di Amerika Serikat mencapai 70 miliar pond atau 35 juta ton. Menurut Greenfield, di Amerika yang membuang bahan bukan hanya supermarket, tapi juga petani, restoran, dan rumah tangga.
“Sebagian besar makanan yang dibuang adalah yang masih layak dikonsumsi. Ironisnya, di Amerika Serikat sendiri masih banyak orang yang membutuhkan makanan tapi tidak mampu beli karena tidak punya uang,” kata Greenfield.
Makanan dan bahan makanan yang masih baik dan layak makan, di negara-negara maju banyak yang di buang begitu saja. Di negara-negara berkembang, makanan-makanan yang dibuang itu pasti akan tersimpan dalam lemari pendingin di rumah orang-orang kaya atau pejabat tinggi.
Salah satu pemicu kebiasaan masyarakat Amerika Serikat membuang makanan, antara lain karena harga bahan makanan di negara Paman Trump tersebut relatif ‘murah’ bagi warga Amerika yang rata-rata pendapatan per kapitanya US$53 ribu per tahun. Murahnya harga bahan pangan di Amerika Serikat tidak terlepas dari kebijakan pemerintah mensubsidi sektor pertanian yang tiap tahunnya mencapai US$150 miliar.
Pada tahun 2016 World Health Organization (WHO) merilis, tidak kurang dari 795 juta manusia di dunia mengalami kelaparan yang parah. Dari jumlah itu, rata-rata setiap hari 25.000 orang mati karena tidak mendapat makanan dan air minum.
Artinya, ketika seorang pesohor di negara makmur meninggal diberitakan ribuan media dan menjadi perhatian dunia. Pada waktu yang sama, nun jauh di pedalaman Afrika yang gersang, setiap hari 25.000 orang mati kelaparan dalam sunyi. Kematian massal datang sesering matahari terbit di ufuk timur.
(Bersambung)
***
Tulisan sebelumnya: Bahan Makanan dan Makanan Terbuang (1)
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews