Mengarungi Lautan Media Sosial di Antara Pusaran dan Ranjau

Kemampuan berenang yang menjadi penting ketika kita ingin mengarungi lautan media sosial di antara pusaran dan ranjau, semoga kita semua bisa selamat.

Kamis, 10 September 2020 | 00:22 WIB
0
260
Mengarungi Lautan Media Sosial di Antara Pusaran dan Ranjau
Media sosial (Foto: harapanrakyat.com)

Seperti banyak hal di dunia ini media sosial juga memiliki sisi positif dan negatif. Kita bisa tenggelam di pusaran arus atau terluka terkena ledakan ranjau di lautan media sosial. Namun di sisi lain kita bisa melihat keindahan dunia, menambah ilmu, mempererat persahabatan atau menambah kenalan dan teman asalkan kita mampu berenang dalam lautan media sosial ini.

Lautan Media Sosial

Banyak sekali media sosial yang sudah ada sekarang ini. Mulai dari Facebook, Whatsapp, Instagram, Twitter, Youtube sampai yang sedang populer sekarang ini Tik Tok.

Banyaknya media sosial yang ada bisa diibaratkan lautan yang luas. Menggoda dan bisa menyebabkan ketagihan. Semuanya berlomba untuk mengundang kita melihat, berinteraksi, membuat konten, menyukai dan lainnya.

Manusia yang memang suka bersosialisasi akan mudah tergoda

Pusaran

Algoritma media sosial memancing kita untuk terus menerus masuk ke aplikasi. Sering kali kita merasa takut tertinggal atau kurang update terhadap perkembangan yang terjadi di media sosial.

Rindu dan ketagihan untuk memperoleh like atau tanggapan atas konten yang kita bagikan juga sering terjadi.

Di sisi lain algoritma media sosial juga membuat kita tenggelam dalam pusaran. Karena akibat algoritma, lini masa kita akan terus memperlihatkan hal yang kita sukai, sehingga sulit untuk memperoleh atau melihat konten yang kontra dengan kesukaan kita.

Pusaran yang bisa membuat kita bagaikan kuda yang diberi kaca mata. Tidak memiliki pandangan yang luas dan mendalam atas satu persoalan.

Ranjau

Tak hanya pusaran yang membuat kita seakan tenggelam ke dalam pandangan satu arah. Konten yang dibuat oleh manusia juga tak selamanya baik.

Ranjau akan diam saja ketika kita tak menyentuhnya. Konten juga begitu, ketika kita tak melakukan apa-apa maka tak ada yang terjadi.

Konten di media sosial ada yang baik dan berguna. Tetapi mungkin bisa terjadi banyak yang karena godaan, manusia menyebarkan konten berbahaya seperti ranjau. Konten yang kalau hanya dilihat mungkin hanya memberikan efek negatif yang sedikit. Tetapi ketika kita bagikan dan teman kita bagikan serta teman dari teman kita bagikan bisa menyebabkan ledakan efek negatif.

Efek negatif yang efeknya mulai dari hanya sekadar tidak percaya hal yang benar karena lebih percaya hoaks, sampai yang terburuk bisa membunuh orang yang tidak bersalah. Seperti yang terjadi di India, pesan berantai Whatsapp yang memakan korban jiwa.

Tidak mudah untuk menghindari ranjau di lautan media sosial. Orang yang kita anggap sebagai tokoh juga demi memuluskan agenda yang diusung juga sering membuat ranjau ini. Sebagai contoh hoaks 7 kontainer surat suara dengan alasan klarifikasi. Aktivis yang katanya ingin melakukan klarifikasi, membagikan foto-foto yang belum jelas kebenarannya.

Media utama yang seharusnya menjadi sumber terpercaya juga memberitakan hal yang tidak benar demi kecepatan. Kasus Tempo dengan berita Paus positif Covid-19, Detik dengan pembukaan mal di Bekasi atau yang sangat parah sekitar 30 media memberitakan putusan hakim yang tidak benar.

Peneliti juga tak mau kalah, seperti peneliti Indef yang mengatakan Zimbabwe mengganti mata uang ke Yuan demi bayar utang ke China. Baca: Benarkah Zimbabwe ganti mata uang demi bayar utang?

Sangat sulit!

Berenang

Agar bisa selamat ketika kita terpaksa terjun ke lautan, adalah mampu berenang. Kalau beruntung kita ditolong oleh perahu penyelamat.

Tetapi sayangnya sekarang ini perahu penyelamat seperti media utama juga tak jarang melakukan kesalahan yang sama (menyebar ranjau). Sehingga akhirnya tergantung kemampuan kita agar bisa selamat dalam mengarungi lautan media sosial.

Bagaikan kemampuan berenang, kemampuan kita menjaga jari agar tak asal share. Kemampuan cek dan ricek sebelum percaya tak kalah penting. Logika juga harus sering diasah agar tak mudah tertipu. Jangan mudah menyukai konten atau mengikuti sembarang tokoh juga tak kalah berguna supaya tak mudah terjebak dalam pusaran.

Kemampuan berenang yang menjadi penting ketika kita ingin mengarungi lautan media sosial di antara pusaran dan ranjau, semoga kita semua bisa selamat.

Ronald Wan

***