Amerika Serikat dan Prancis

inilah yang membuat saya selalu bersemangat setiap kali diundang merayakan Hari Nasional Prancis. Sajiannya diracik para chef. Minuman-minuman berkualitas tinggi bertebaran.

Sabtu, 13 Juli 2019 | 18:03 WIB
0
481
Amerika Serikat dan Prancis
Saya di perayaan Perancis (Foto: Dok. pribadi)

Setelah minggu lalu diundang menghadiri perayaan Hari Kemerdekaan Amerika Serikat, semalam saya diundang ikut merayakan Hari Nasional Prancis yang dirayakan lebih cepat dua hari dari yang seharusnya tiap 14 Juli. Minggu lalu memperingati peristiwa 4 Juli 1776 hari di mana Amerika Serikat menyatakan kemerdekaan dari Inggris.

Semalam Kedutaan Besar Prancis untuk Indonesia memperingati peristiwa penyerbuan penjara Bastille pada 14 Juli 1789 yang dimaknai sebagai hari runtuhnya feodalisme Prancis dan berdirinya Republik Prancis.

Kedua hari besar ini, selain berdekatan, juga membawa satu epos zaman yang sama, bahwa setiap manusia dilahirkan setara dan bebas. Amerika mengenalkan melalui konstitusinya bahwa negara Amerika Serikat hadir untuk menjamin kebebasan, kesetaraan, dan meraih kebahagiaan warga negaranya; sementara Revolusi Prancis pecah karena rakyat mendesakkan kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan manusia.

Tiga kata itu dipaterikan di dinding-dinding sekolah, digaungkan setiap kali Juli menjelang. Dua kata kunci, kebebasan dan kesetaraan, menandai era baru dalam sejarah umat manusia, yang kerap disebut sebagai era demokrasi, era republikanisme. Era kekuasaan dibatasi dan bisa dipertanggungjawabkan.

Bukan kebetulan jika kedua negara ini sudah bahu-membahu sejak sebelum hari terpenting mereka itu. Mereka bersekutu melawan Inggris. Prancis mengirim Patung Liberty untuk Amerika Serikat untuk merayakan kebebasan. Amerika mendatangkan arsitek dari Paris untuk mendesain ibu kota masa depan Amerika Serikat, Washington DC. Jika Anda pernah ke Paris dan Washington DC, kemiripan tata kota kedua ibu kota ini sangat terasa.

Semangat revolusioner kedua negara ini menjalar ke segala arah, ke seluruh dunia, mulai dari politik, ekonomi, arsitektur, makanan, dan fesyen. Ideologi bebas dan setara menjadi mantra-mantra perubahan politik di berbagai belahan dunia. Perusahaan-perusahaan yang merupakan entitas baru yang bahkan dipersonifikasikan sebagai manusia menyelusup ke sekeliling bumi. Arsitektur grandious, yang serba besar, menjadi tren global, didirikan oleh negara-negara yang baru berdiri, yang terlepas dari penjajahan atau feodalisme.

Paris dan New York menjadi kiblat fesyen dunia, hanya bisa disaingi Milan di Italia. Makanan dari kedua negara ini menyebar ke seluruh dunia, bahkan Prancis dianggap sebagai standar kuliner dunia.

Dan memang revolusioner tak terbantahkan.

Tahun 1884, setelah ribuan tahun Piramida Mesir menjadi bangunan buatan manusia bertahan sebagai bangunan tertinggi di dunia, Monumen Washington berdiri menyalipnya di Washington DC, Amerika Serikat. Lima tahun kemudian, giliran Menara Eiffel menjadi bangunan tertinggi di dunia. Nyaris 150 tahun Eiffel menjadi bangunan tertinggi dunia sampai kemudian dikalahkan sebuah gedung di New York, Amerika Serikat.

Gagasan politik Amerika dan Prancis menjadi standar dunia, dikukuhkan sebagai hak asasi manusia dan standar hukum universal. Manusia itu bebas dan setara menjadi bahasa umum yang kita pakai sehari-hari, yang menurut Yuval Noah Harari adalah salah satu fiksi terbesar yang menopang peradaban manusia. Dengan catatan, di Amerika Serikat sampai awal abad 20, kebebasan dan kesetaraan itu hanya untuk kulit putih.

Revolusi Prancis menjadi inspirasi beberapa ide politik besar yang mendasari liberalisme, humanisme, sekulerisme, sosialisme, hingga komunisme. Prancis tahu itu sehingga jika kita berkunjung ke Museum Louvre, patung-patung para pemikir itu dijejer menghiasi gedung. Prancis paham, bangsa yang besar adalah bangsa yang menguasai pengetahuan.

Sistem ekonomi kapitalisme juga berakar dari tradisi politik kedua negara ini. Tak usah jauh-jauh meneliti seberapa besar gurita mereka di dunia. Setiap kali ikut perayaan hari besar kedua negara ini di Jakarta, perusahaan-perusahaan besar dunia asal negara ini hadir sebagai sponsor. Gurita kapitalisme Amerika dan Prancis ini di beberapa sektor masih yang dominan hingga hari ini.

Prancis juga yang mendobrak pembatasan ketat fesyen pria dan wanita dengan munculnya wanita yang mengenakan fesyen yang sebelumnya dikenakan pria: celana dan jas. Jika Prancis memodifikasinya, Amerika lebih egaliter lagi, mengenalkan pakaian yang bisa dikenakan laki-laki dan perempuan. Celana jins bukan lagi monopoli koboi, kini menjadi fesyen universal bukan hanya lintas gender tapi juga lintas negara.

Makanan dari Amerika memang merajai dunia, namun perusahaan ban dari Prancis bernama Michelin yang merumuskan standar kualitas restoran. Masuk dalam Michelin Guide adalah ibarat jaminan mutu yang bisa mengundang rasa penasaran perut-perut kelaparan. Kuliner standar tinggi ini menjadi ciri khas Prancis yang turut terbawa dalam acara-acara resmi negara ini.

Dan inilah yang membuat saya selalu bersemangat setiap kali diundang merayakan Hari Nasional Prancis. Sajiannya diracik para chef. Minuman-minuman berkualitas tinggi bertebaran. Makanan yang lezat bin berkualitas disajikan.

Mari kita merayakan kebebasan dan kesetaraan manusia!

Bon appetite.

***