Kini kita hidup di era jejaring sosial digital, kita dibuat mudah berkehidupan sosial lewat jejaring maya. Tidak perlu bertamu untuk bisa bertemu, tidak perlu “meet" untuk bisa “meeting”.
Manusia, segalanya ingin diatur bahkan sampai urusan agama dan keyakinan orang lain pun ingin diatur juga. Fenomena apakah ini? Mengapa baru terjadi saat ini? Eh tapi? benarkah baru sekarang?
Manusia, di zaman purbakala dulu hidup dengan segala situasi yang tidak menentu. Rasanya hari demi hari hidup mereka terancam. Tidak hanya karena ancaman hewan buas dan cuaca, tapi juga ancaman tidak bisa mendapatkan makanan.
Namun dengan kemapuan otaknya manusia terus berinovasi untuk dapat hidup dengan cara beradaptasi. Mulai dari adaptasi dengan ancaman binatang buas tadi, membaca perubahan iklim dan cuaca, hingga akhirnya beradaptasi dengan musim agar bisa bercocok-tanam dan hidup lebih mapan.
Adaptasi adalah kunci bagi manusia agar bisa survive dari segala perubahan dan ancaman.
Yang hebatnya adalah salah satu sifat manusia yang terselubung tak disadari adalah rasa ingin menaklukkan atau mengendalikan apa pun yang diluar kendali mereka sendiri. Masa sih? Iya.. kira-kira seperti ini…
Kembai ke zaman purbakala dulu, manusia bertemu dengan api yang berkobar besar, mungkin kobaran api akibat sambaran petir pada pepohonan kering. Kala itu manusia menjauh kabur dari hutan kebakaran itu. Tapi saat api padam, manusia mendekat dan menemukan hewan yang mati terbakar tapi koq tercium nikmat dan lezat?
Dari situ nampaknya manusia mengenal makanan matang atau dimasak dengan butuh api yang dijinakkan.
Api yang muncul secara alami pun akhirnya bisa ditaklukan dan dikendalikan oleh manusia. Sejak itu manusia dapat menyalakan dan mematikan api, bahkan mengatur besar dan kecilnya api. Bukan hanya untuk masak dan minum, tapi juga untuk penerangan, bahkan jadi senjata untuk mengusir binatang buas.
Selain api, lalu juga air… air melimpah mengarungi sungai dengan deras pelan-pelan lewat inovasi otak manusia akhirnya dapat dikendalikan. Mulai dari air mau diarahkan kemana, menjadi irigasi pertanian, lalu mengatur aliran besar kecilnya air, hingga menjinakkan genangan air menjadi medium transportasi sungai sampai samudera. Upaya manusia dalam menaklukan api, air, tanah, dan udara pun terus berkembang lewat inovasi-inovasi manusia hingga saat ini.
Seiring zaman, hingga hari ini ambisi manusia dalam mengendalikan apa pun seolah sudah menjadi sebuah naluri. Gravitasi kini bisa ditaklukan dan dikendalikan, lahirlah pesawat terbang hingga roket keluar angkasa. Makanan dan minuman yang kita makan sehari-hari pun sudah dikendalikan oleh manusia.
Bayangkan lewat bioteknologi manusia dapat dengan mudah mengatur tumbuhnya tanaman tanpa perlu mengikuti musimnya. Dulu, mau mangga ya harus tunggu musim mangga dulu. Saat ini? tiap tahun pun mangga bisa dipanen!
Jus buah? menjaga rasa buah jeruk yang dibuat minuman kemasan, lewat bioteknologi bisa dibuat sama rasanya. Begitu juga kopi atau bahkan anggur yang akan dibuat wine. Sejak manusia dapat mengidentifikasi kadar gula pada buah anggur, maka sejak itu anggur dapat dikendalikan kadar gulanya untuk kemudian difermentasi untuk jadi wine. Apalagi yang sudah dikendalikan manusia? Kelahiran bayi? Stem cell? Bagaimana dengan musim? perubahan iklim dan cuaca?
Kalau kita lihat dan rasakan, nampaknya ambisi mengendalikan ini sudah menjadi karakter khas manusia bukan? Bisakah sifat ambisius ini kita sebut sebagai hawa nafsu? Jika ada penganut filosofi stoicism maka kita dapat membedakan bagian mana yang bisa atau layak kita harus kendalikan dan mana yang tidak?
Kini kita hidup di era jejaring sosial digital, kita dibuat mudah berkehidupan sosial lewat jejaring maya. Tidak perlu bertamu untuk bisa bertemu, tidak perlu “meet" untuk bisa “meeting”.
Manusia sudah menaklukan dan mengendalikan apa yang dulu kita kenal dengan hubungan sosial, batasan sosial, etika sosial, termasuk hirarki sosial. Tiap orang kini bisa mengendaikan orang lainnya tanpa peduli dia siapa, dia dari mana, sudah tidak ada batas apakah ia orang tua atau masih anak muda, apakah ia guru? tentara? tukang roti? bahkan pejabat dan presiden. Semuanya kini nampak bebas... sebebas-bebasnya hingga terlihat seperti lepas kendali?
Di tengah keriuhan dan kegamangan ini, toh manusia tetap saja terus berinovasi, tetap terus berupaya mencari tahu apa pun untuk kemudian bisa ditaklukan dan dikendalikan. Atom? sel? syaraf otak? elektron? positron? spark? dan seterusnya… dan seterusnya…
Hmm… kayaknya tak ada salahnya juga ya kita menghela nafas sebentar, agar tenang.. dan mencoba kendalikan diri.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews