Kesepian dan Pura-pura Bahagia

Bahwa orang yang pendiam, seringkali memiliki benak yang riuh. Kami tak mengklaim diri kami pendiam dan memiliki benak yang ramai.

Kamis, 12 Agustus 2021 | 06:54 WIB
0
193
Kesepian dan Pura-pura Bahagia
Lukisan Norman Rockwell (Foto: Pinterest.com)

Lukisan Norman Rockwell ini terasa mengusikku. Seorang dengan anjingnya sedang tekun membaca, dan di belakangnya tampak pasangan sedang bercengkerama. Segera gambar ini kukirim ke sahabat, dengan text: kitakah itu? Membaca bersama pet kesayangan, tapi kesepian? Pretending to be happy?

Ia membalas: mungkin. Menambahkan emo (emoticon) The eagle flies alone. We’re not parrots, tulisnya lagi.
Aku membantah: parrots make everyone happy.. and eagle sometime needs a hug or maybe more
Sahabat membalas: VPN, please…

Aku menjadi tergelak-gelak karenanya. Sedetik kemudian ia menelponku. Suaranya ditelpon terdengar tertawa, meski ia sedang rawat inap untuk menjalani sesi kemo terakhirnya. Ia selalu menjalaninya sendiri dengan tegar dan ceria. Tidak manja. Membuatku mendadak malu telah memborbardirnya tentang kegalauan sepi dan sendiri.

Kami kemudian membahas kisah kesayangan kami, pembenaran pada kebiasaan kami yang sering menjaga jarak pada orang lain. Dikutip dari buku Emotional Intelligence, Daniel Goleman. Pada bab awal ada kisah tentang anak TK yang pendiam dan paling pasif di kelas, alih-alih sedang menonjolkan diri. Namun ternyata, ketika diwawancarai psikolog, ia menjadi anak yang paling hafal kebiasaan teman-temannya. Paling tahu apa kesukaan teman-temannya, dan bisa menirukan dengan persis keseharian teman-temannya. Ia juga mengetahui dengan persis perasaan teman-temannya serta apa yang sedang terjadi. Anak yang peka.

Singkatnya, kisah itu mengajari kami banyak hal. Bahwa orang yang pendiam, seringkali memiliki benak yang riuh. Kami tak mengklaim diri kami pendiam dan memiliki benak yang ramai, namun kisah itu seperti memaafkan diri kami sendiri yang sering menghabiskan waktu untuk melamun. “Toh ini pilihan kita sendiri,” kata sahabat. Aku pun bersetuju.

Kami berdua sama, bukan tipe orang yang sanggup berlama-lama di tengah keramaian, dan circle pertemanan kami pun terbatas. Meski menurutnya aku lebih punya banyak teman dibanding dia. Tapi dia lebih tenang menurutku.

“Kita mungkin bukan kesepian… hanya merindu saja…” dan kami pun tergelak-gelak. Pembicaraan kemudian beralih ke orang-orang yang kami rindukan. Sesaat kemudian kami membahas Soe Hok Gie. Gie banyak membahas tentang sepi dan feeling lonely di catatan hariannya.

“walaupun setiap orang berbicara
tentang manfaat dan guna
aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan…”

Demikian tulis Hok Gie dalam Mandalawangi-Pangrango. Puisi yang kami sukai karena juga penyemangat hidup. Lalu lanjutnya:

“kau datang kembali
dan bicara padaku tentang kehampaan semua
hidup adalah soal keberanian.
Menghadapi yang tanda tanya
Tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar
Terimalah, dan hadapilah”
Dan antara ransel-ransel kosong
Dan api unggun yang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas-batas hutanmu.
Melampaui batas-batas jurangmu
Aku cinta padamu Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup.”

#vkd

***