Daya Gedor Kita

Kata-kata dalam irama yang mistis bisa menjadi sebaris mantera. Karena pilihan kata punya daya magis sendiri. Satu kata bisa memuliakan, kata lain bisa menistakan, tapi artinya sama saja.

Sabtu, 2 Mei 2020 | 15:07 WIB
0
264
Daya Gedor Kita
Ilustrasi koruptor (Foto: kumparan.com)

Saya tak tahu semenjak kapan pencuri uang milik bersama disebut koruptor. Tapi saya tahu, daya gedor kata pencuri lebih keras dari kata koruptor.

Bayangkanlah perbedaan dari dua kalimat tentang orang yang sama: "Ia bekas terpidana kasus korupsi" dan "Ia pernah dipenjara karena mencuri".

Di mana letak perbedaannya? Di kepala khalayak pembaca, di benak rakyat banyak.

Perbedaannya yang nyata tampak pula di tayangan berita televisi. Seorang yang disebut koruptor masih bisa berdandan lalu berjalan melintasi kerumunan wartawan, melempar senyum sembari melambaikan tangan yang pada jemarinya melingkar cincin batu mulia.

Sementara seorang pencuri tampak kotor dan bengap, mata yang sembab, dan mimik yang sungguh nista. Tak jarang ia terlihat duduk di lantai sejajar dengan tumit orang-orang merasa suci yang mengelilinginya.

Padahal, keduanya sama: mengambil yang bukan miliknya. Tapi koruptor menempati kasta di atas pencuri. Bekas koruptor tak sehina bekas pencuri.

Kalau saja koruptor disebut pencuri saja dengan sederhana, saya kira mereka -- mungkin di antaranya adalah orang-orang yang saya kenal dekat, maaf -- tak kan leluasa wara-wiri di hadapan publik sekeluar dari penjara. Apalagi kembali jadi pejabat atau jadi wakil rakyat. Tapi mereka hanya bekas koruptor, bukan orang yang pernah mencuri.

Arti bisa sama tapi rasa bahasa yang berbeda terlihat juga di padanan kata miskin. Halusnya, kurang sejahtera. Kasarnya, kere atau melarat.

Mungkin ini pula yang terjadi pada keriuhan kita seharian ini soal kata-kata "mudik dan pulang kampung". Tujuan perjalanan sama, suasana hati yang berbeda. Arti katanya sama, cita rasanya lain.

Kalau mau disebut masalah, ini hanya soal cita rasa berbahasa.

Ketika pelacur dan sundal mendapatkan julukan PSK (Pekerja Seks Komersial) gelandangan dan pengemis disebut PMS (Penyandang Masalah Sosial), saat itulah makna kata menjadi kabur, istilah telah menihilkan nilai dalam kata. Di kasus ini, rasa tumpul karena bahasa, daya ingat memudar karena penyingkat.

Mungkin itu sebabnya, kata-kata dalam irama yang mistis bisa menjadi sebaris mantera. Karena pilihan kata punya daya magis sendiri. Satu kata bisa memuliakan, kata lain bisa menistakan, tapi artinya sama saja.

Selamat sore ...

***