Kegantengan Nabi Yusuf sangatlah fenomenal dan mampu membuat para wanita jaman itu bukan hanya terpesona abis tapi juga teriris jari dan hatinya.
Jika dulu wanita dianjurkan untuk memakai cadar untuk menghindari fitnah maka sekarang justru mendatangkan fitnah.
Fitnah apa?
Fitnah paling besar adalah bahwa orang yang memakai cadar itu ada hubungannya atau bisa digunakan untuk terorisme. Ini memang rodok kurang ajar tapi itu adalah fakta yang tidak ada gunanya dimungkiri dan dibantah. Lha wong faktanya memang ada kasusnya.
Sebagai muslim kita memang jengkel dan marah dengan tuduhan tersebut tapi mereka tentu punya alasan dan hak untuk menyatakan demikian. Fitnah ini begitu besarnya sehingga menyebabkan belasan negara di dunia melarang penggunaan cadar di ruang publik dan siapa yang mengenakannya akan didenda. Kalau mau pakai di rumahmu dan di pengajian monggo saja but not in public places.
Selain dihubungkan dengan terorisme, fitnah lain yang jatuh pada wanita bercadar adalah radikalisme. Wanita bercadar dianggap berhubungan dengan radikalisme bahkan di negara muslim sekali pun. Parlemen Mesir bahkan merancang undang-undang untuk melarang penggunaan cadar di institusi pemerintah. Mesir iki negoro Islam lho!
Hanya itu…?! Tidak.
Wanita bercadar dianggap puritan, ortodox, tertutup, tidak mau srawung, merasa lebih suci, dan macam-macam lainnya. Yang tidak kurang menjengkelkannya adalah dianggap TKW. Gak enak omonganmu, Cak!
Mari kita lupakan soal ikhtilaf dan perbedaan pendapat dari para ulama (dan mahzab) soal wajibnya memakai cadar (seperti juga wajibnya menggunakan jilbab), toh para ulama yang mewajibkan cadar alasannya adalah ‘untuk menghindari fitnah’ (whatever it means).
Jadi para muslimah dianjurkan memakai cadar oleh para ulama jaman dulu itu dengan tujuan melindungi mereka dari fitnah. Tapi dunia sudah berubah dan faktanya mereka yang bercadar kini justru diterpa oleh berbagai fitnah.
Saat ini kita mungkin tidak akan mendengar seorang ulama berkata, “Alhamdulillah, sejak bercadar para muslimah tidak lagi diganggu.” Faktanya saat ini yang bercadar justru mungkin merasa terpisah dari dunia sekitarnya oleh cadarnya, dan bahkan menjadi gangguan psikologis bagi dunia di sekitarnya.
Jadi bukannya cadar tersebut menghindarinya dari fitnah tapi justru membuat orang di sekitarnya menghindar darinya dengan berbagai alasan. Cadar bukannya membebaskannya tapi justru membelenggunya. Ini memang menyedihkan tapi memang begitu faktanya.
Saya sendiri sering merasa tidak nyaman jika harus berkomunikasi dengan seseorang yang bercadar. Saya merasa bahwa si cadar ini tidak benar-benar ingin berkomunikasi dengan saya atau berpikir bahwa dia merasa tidak nyaman dengan saya (and that’s why she covers her face).
Suatu ketika saya pernah datang ke sebuah kafetaria dan tiba-tiba beberapa wanita yang ada di situ menutup wajahnya. Saya kaget tentu saja. “What’s going on? Do I scare them?” Meski maksud mereka adalah melindungi diri mereka dari fitnah (which in this case is me! ) hal tersebut sungguh membuat saya tidak nyaman. Saya merasa sebagai seorang ‘intruder’ pengganggu mereka karenanya.
Saya sebenarnya ingin mengangkat piring saya dan menjauh dari mereka tapi saya pikir itu justru akan sebaliknya membuat mereka tidak nyaman. They might feel guilty (or might be happy to have scared me away).
Saya kemarin dikirimi video ceramahnya Ustad Abdul Somad menjawab pertanyaan jamaahnya soal kewajiban menggunakan cadar. Menurutnya sih pakai cadar tidak wajib tapi kalau ada wanita yang saaaaangat cantik maka sebaiknya ia menutup wajahnya sambil memperagakannya dengan tangannya. Saya jadi geli melihatnya.
UAS tidak menjelaskan mengapa seorang muslimah yang saaaangat cantik harus menutupi wajahnya kalau ada laki-laki. Tapi kita tentu bisa menebak bahwa maksudnya adalah agar tidak menimbulkan fitnah. Tapi saya yakin kalau UAS ditanya fitnah apa yang akan menimpa wanita yang saaaangat cantik dia juga akan kelabakan menjawabnya karena itu semua kan hanya asumsinya.
Dalam hal ini saya berbeda pendapat dengan Ustad Abdul Somad. Menurut saya sih wajah cantik itu bukan fitnah tapi berkah dan saya yakin lebih banyak yang setuju dengan saya.
Apakah jika seseorang itu begitu cantik dan rupawan maka ia harus menutup wajahnya untuk menghindari fitnah? Mari kita lihat sebuah kisah yang ada di Alquran.
Alkisah ada seseorang yang begitu rupawannya sehingga yang melihatnya bukan hanya kagum, bengong, ndlahom, terkiwir-kiwir, tapi bahkan membuat jari mereka yang melihatnya teriris saking kesengsemnya melihat betapa rupawannya orang tersebut. Mereka bahkan mengira jangan-jangan orang yang dilihatnya ini bukan manusia biasa tapi seorang malaikat yang turun dari sorga saking uleng-ulengannya kerupawanannya.
Ya, itu adalah kisah Nabi Yusuf.
Kegantengan Nabi Yusuf sangatlah fenomenal dan mampu membuat para wanita jaman itu bukan hanya terpesona abis tapi juga teriris jari (dan hatinya).
Jelas bahwa kegantengan Nabi Yusuf mendatangkan fitnah bagi wanita yang melihatnya tapi toh Tuhan tidak menyuruh Nabi Yusuf untuk memakai cadar. Edian po…! Kerupawanan wajah Nabi Yusuf ini adalah berkah bagi beliau dan bukan fitnah. Saya yang terkesan dengan kisah beliau ini bahkan memberi nama “Yusuf” pada anak kedua saya. Alhamdulillah, dia juga ganteng mewarisi kegantengan bapaknya.
Sekarang ini urusan ‘fitnah’ karena wajah ini jadi bahan olok-olok. Mereka yang wajahnya uelek berantakan malah disuruh pakai cadar agar tidak menimbulkan ‘fitnah’. Dengkulmu anjlog…!
Pada waktu TK anak bungsu saya Tara takut waktu pertama kali melihat salah seorang gurunya berjubah hitam dan bercadar. Ia menjerit ketakutan dan tidak bisa dibujuk. Saya tidak tahu apa yang ada di benaknya tapi jubah hitam dan cadar telah ‘sukses’ membuat Tara ketakutan masuk sekolah (sekarang mah dia malah suka nonton film horror).
Berbeda dengan Tara, sepupunya Udik justru penasaran dengan guru yang bercadar. Ia lalu mendekatinya lalu bertanya, “Ini di dalamnya apa?” sambil menuding ke cadar guru tsb. Si guru tentu saja tertawa lalu membuka cadarnya. Maka tampaklah wajah gurunya yang tersenyum tersebut. Si Udik ini rupanya masih belum percaya pada apa yang dilihatnya dan bertanya, “Bukan monster ya?” Tentu saja semua orang yang mendengarnya tertawa ngakak. Mbok pikir Darth Vader opo, Le?
Negara mana saja yang melarang penggunaan cadar atau burqa di tempat umum? Sila baca ini.
Ada yang bilang bahwa pakai cadar adalah hak pribadi. Saya sepakat. Begitu juga pakai bikini. Anda setuju...?!
Tapi jika ada aturan melarang orang memakai bikini di tempat umum maka meski pun Anda menganggap bahwa memakai bikini adalah 'ibadah' maka Anda harus patuh pada aturan negara. Silakan pakai bikini tersebut di tempat yang dibolehkan dan tidak perlu ngotot untuk memakai bikini di mana pun hanya karena Anda menganggap bahwa pakai bikini adalah ibadah khusus Anda.
Selamat menikmati pagi hari yang cerah...!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews