Mengapa Kita Sebaiknya Berpikir Sebagai Satu Spesies?

Mengedepankan kepentingan kemanusiaan tanpa bermaksud mengabaikan kepentingan negara, suku, keyakinan, dan individu.

Selasa, 4 Oktober 2022 | 10:36 WIB
0
113
Mengapa Kita Sebaiknya Berpikir Sebagai Satu Spesies?
Ilustrasi janin (Foto: popmama.com)

Dalam bukunya, ‘’Surviving the 21st Century’’ (Springer 2017), Julian Cribb, seorang jurnalis sains dari Australia, menuliskan bahwa dalam fase trimester kedua janin dalam rahim, sel-sel saraf dalam otak embrio mulai saling berhubungan, awal terciptanya pikiran (mind).

Massa sel-sel yang sebelumnya “tidak benyawa” mulai menjadi insan yang bisa berpikir, berimajinasi, berlogika, mempunyai perasaan dan bermimpi.

Trimester kedua?! Berarti usia janin antara 4-6 bulan, usia dimana janin diantaranya mulai bergerak aktif, merespon ransangan tertentu dan dimulainya siklus bangun-tidur. Fase dimana ruh ditiupkan oleh malaikat.

Analogi ini disampaikan oleh Cribb untuk menjelaskan posisi tahapan kemajuan dan perkembangan manusia yang sedang berada dalam fase yang sangat penting.

Sangat menentukan, apakah manusia bisa terus bertahan hidup atau tidak di planet bumi ini dalam menghadapi 10 ancaman besar berdasarkan hasil-hasil penelitian saintifik, yaitu keruntuhan ekologi, sumber daya alam yang mulai menipis, senjata pemusnah massal, perubahan iklim, keracunan global, krisis pangan, ledakan popuasi, penyakit pandemik, teknologi baru berbahaya dan keyakinan yang salah kaprah (self-delution).

Menurutnya, manusia sedang berada dalam fase awal belajar berpikir sebagai satu spesies. Seperti saraf-saraf janin pada fase trimeseter kedua yang mulai saling berhubungan, pemikiran manusia satu sama lain saling terhubung, berbagi informasi, ide dan berbagai solusi melalui internet dan media sosial dengan kecepatan cahaya (real-time).

Saat ini kita sedang dalam proses membangun pemikiran global yang bersifat universal, yang merupakan kunci utama keberlangsungan hidup manusia di planet yang sedang kita huni ini. Mengedepankan kepentingan kemanusiaan tanpa bermaksud mengabaikan kepentingan negara, suku, keyakinan, dan individu.

[- Rahmad Agus Koto -]