Setelah libur panjang lebaran, kita perlu mewaspadai lonjakan kasus corona. Berkaca dari kejadian di Kudus dan Bogor, jangan lengah sedikitpun untuk menerapkan protokol kesehatan. Jika masih zona merah maka tempat wisata jangan dibuka, karena kerumunan akan menjadi tempat penularan corona.
Masa pandemi memang membuat kita dilema. Di satu sisi, harus taat protokol dan mengurangi untuk keluar rumah, kecuali untuk urusan yang benar-benar penting. Namun setelah lebih dari setahun stay at home, rasanya jenuh juga. Sehingga saat pasca lebaran beberapa tempat wisata dibuka, banyak orang bergembira karena bisa berlibur.
Akan tetapi liburan malah membawa bencana karena membuat banyak orang kena corona. Seperti yang terjadi di Kudus, Jawa Tengah. Di kota kecil itu langsung di-lockdown karena kasus corona meningkat dan statusnya naik menjadi zona merah. Penyebabnya karena pengunjung di kawasan wisata ziarah membludak sehingga terjadi kerumunan dan virus covid-19 makin menyebar.
Begitu pula dengan di Bogor. Terbentuk klaster corona baru karena 90 orang kena corona di sebuah kompleks perumahan di Bogor Barat. Wakil Walikota Bogor Dedie A Rachim bahkan menetapkannya sebagai keadian luar biasa (KLB) dan mengingatkan semua pihak untuk tetap waspada.
Dedie menambahkan, pemerintah sudah membuat kebijakan-kebijakan yang seharusnya diikuti oleh masyarakat, tetapi kesadaran masyarakat harus ditumbuhkan. Jangan sampai pemerintah bekerja sendiri dengan vaksinasi, tindakan yang promotif dan preventif tetapi diabaikan masyarakat dan akhirnya banyak yang kena corona. Dalam artian, salahs atu contoh pengabaian adalah banyak yang nekat untuk pulang kampung.
Padahal menurut Dedie, pelarangan mudik sebenarnya untuk masyarakat sendiri. Karena jika tidak ada yang pulang kampung dan mobilitas manusia rendah, kasus corona akan menurun, dan sekolah bisa dibuka lagi karena Bogor bisa turun status menjadi zona oranye atau bahkan hijau.
Namun saat banyak yang bandel dan akhirnya kembali jadi zona merah, ibu-ibu pusing karena harus mengajar sekolah online setelah pembelajaran tatap muka batal.
Berkaca dari 2 kasus tersebut, masyarakat masih perlu ditertibkan lagi saat menghadapi pandemi.
Jangan sampai ingin segera beraktivitas dengan normal tetapi tidak menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Misalnya memakai masker asal-asalan atau bahkan hanya dikenakan saat ada razia. Padahal harga masker sangat murah dan bisa didapatkan dengan mudah.
Protokol kesehatan yang harus ditaati juga tak hanya 3M tetapi juga 5M. Selain memakai masker, juga wajib mencuci tangan dan menjaga jarak. Jangan sampai karena sudah akrab lalu seenaknya cipika-cipiki, padahal dia seorang OTG. Pasti semua orang paham bahwa tidak boleh bersalaman secara langsung dan cukup untuk menyapa dari jarak jauh.
Selain itu, taati juga 2M yang lain, yakni menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas. Karena jika di dalam keramaian, masih banyak yang tak pakai masker atau dipakai tapi tak menutupi hidung, sehingga resiko penularan corona melalui droplet masih tinggi. Jangan keluar rumah kecuali untuk bekerja atau sekolah (jika sudah tatap muka), dan belanja bisa via online saja.
Semua ini wajib ditaati agar tidak terbentuk klaster corona baru. Jangan menggerutu karena demi keselamatan kita sendiri. Menaati protokol kesehatan tidak sesulit itu, dan sebenarnya selama setahun ini kita sudah terbiasa memakai masker ke mana-mana dan membawa hand sanitizer di dalam tas.
Untuk menghindar lonjakan kasus corona baru, maka semua orang harus disiplin menaati protokol kesehatan. Jangan lengah sedikitpun dan tetap taati aturan yang berlaku. Jika semua orang disiplin maka penularan corona akan terhenti dan pandemi bisa lekas berakhir.
(Reza Pahlevi)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews