Dewan Pers dan Ketakutan terhadap Buzzer

Dewan Pers tak punya cara lain dan solusi lain untuk menghadapi orang-orang yang dituduhnya sebagai Buzzer Jokowi, kemudian ingin membunuhnya dengan tameng "merusak demokrasi".

Minggu, 14 Februari 2021 | 08:55 WIB
0
304
Dewan Pers dan Ketakutan terhadap Buzzer
Arif Zulkifli dari Dewan Pers (Foto: ayosemarang.com)

Hampir tiap hari saya dapat penawaran iklan obat impotensi yang dikirim melalui direct message di account Instragram saya dari perempuan-perempuan cantik yang mengaku sebagai dokter.

Saya tidak pernah tertarik membalas atau menanggapi iklan obat impotensi yang ditawarkan itu.

Iklan itu salah alamat. Salah orang. Dan main tuduh saja. Dari mana dapat informasi kalau saya butuh obat impotensi? Ngawur!

Saya tidak tahu apakah perempuan-perempuan cantik yang mengaku sebagai dokter itu tiap hari juga mengirim penawaran iklan obat impotensi melalui direct message ke account media sosial milik Dewan Pers?

Kita tahu belakangan ini, terutama selama Presiden Jokowi jadi kepala negara dan kepala pemerintahan yang sah di negara kita sebagai pemenang Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 yang berlangsung demokratis dengan sistem “one man one vote”, Dewan Pers dianggap “impoten” dalam menangani beberapa pelanggaran etika dan penyebaran berita bohong dan fitnah (hoax) yang dilakukan sejumlah media dalam pemberitaannya yang merugikan dan mendeskreditkan obyek pemberitaan - termasuk yang terkait pemberitaan tentang Presiden Jokowi.

Dewan Pers baru bertenaga - bisa bangun dan kuat tegak berdiri - saat menindak media sebagai pihak yang bersalah bila yang melaporkan adalah seorang pengkhianat bangsa yang sudah terbukti sebagai provokator pemecah belah yang hidup enak-enakan di luar negeri sebagai anjing penggongong peliharaan negara asing.

Jika kemarin ada anggota Dewan Pers yang meminta pemerintah untuk menertibkan orang-orang yang mereka tuduh sebagai “BuzzerRp”, yang selalu membela pemerintah dan wa bil khusus Presiden Jokowi, kita bisa melihatnya dari sudut pandang persoalan “impotensi” ini.

Saat ini Dewan Pers lemah, lesu, letoy dalam menanggapi dan menyikapi dunia pers yang berubah cepat menjadi lahan terbuka bagi siapa saja yang menggenggam smart phone dan justru punya kekuatan besar tersendiri untuk menyampaikan pernyataan sikapnya dan pembelaannya kepada orang yang mereka yakini sebagai orang baik - yang dituduh Dewan Pers sebagai Buzzer Jokowi!

Saking lemahnya di zaman post truth ini - siapa saja bisa memproduksi berita sesuai versi kebenarannya sendiri - Dewan Pers sampai tak punya cara lain dan solusi lain untuk menghadapi orang-orang yang dituduh sebagai Buzzer Jokowi.

Baca Juga: Buzzer dan Dewan Pers

Buruk rupa cermin dibelah dan tak pandai menari lantai yang disalahkan.

Begitulah wajah dan tindakan Dewan Pers saat ini yang tak siap menghadapi dunia pers yang sudah memasuki teknologi digital canggih 5G: menjadikan buzzer yang memihak pada kebijakan yang diambil pemerintahan Presiden Jokowi dan sangat mencintai NKRI yang berbhinneka ini sebagai kambing hitam dan momok yang menakutkan justru di era demokrasi yang sangat terbuka.

***