Sketsa Harian [51] Tak Sia-sia

Terobosan sejumlah pegawai Bank Indonesia yang berhasil menembus media massa arus utama membuat saya bergairah lagi untuk terus berbagi.

Rabu, 25 Desember 2019 | 06:24 WIB
0
620
Sketsa Harian [51] Tak Sia-sia
Karya tulis pegawai BI (Foto: Dok. pribadi)

Sebuah pesan WA masuk. Bunyinya begini, "Hasil didikan Kang Pepih... makasih banyaakk yaa kangg". Pengirimnya Mas Mando dari Bank Indonesia. Lewat pesan itu, ia sematkan juga tangkapan layar (screen shot) empat opini pegawai BI yang berhasil menembus media massa.

Ah lega.... rasanya menjadi tidak sia-sia berada selama dua hari di Ubud, Bali, beberapa waktu lalu, menyampaikan materi bagaimana menulis opini, khususnya trik bagaimana sebuah artikel atau opini bisa dimua di media arus utama.

Dalam dua hari pelatihan yang diikuti 20 pegawai BI itu, saya menyampaikan sejumlah trik bagaimana "mengakali" editor opini di media massa arus utama agar tulisan opini yang dikirim setidaknya bisa dilirik.

Dilirik? Ya, untuk pertama cukup dilirik saja. Itupun sudah luar biasa. Sebab, sebagaimana pengalaman saya saat bekerja di Harian Kompas, lebiih dari 100 artikel, khususnya opini, masuk ke tangan editor opini. Padahal, paling banyak lima artikel yang bisa termuat. Seringnya malah tiga artikel saja. Sisanya? Ya, dikirim kembali kepada si penulis dengan pesan editor yang kadang "menyakitkan".

Saya selalu bilang begini, "Don't worry, be happy, my friend", sebab ada orang yang lebih dari 100 kali berkirim opini ke Harian Kompas dan... belum pernah dimuat!

Bagi editor opini Harian Kompas, tidak berlaku "belas kasih" di sini, mereka punya standar penilaian sendiri. Seribu kali opini dikirim kalau memang tidak/belum memenuhi standar, ya wassalam. Nah, standar penilaian dan kriteria tertentu inilah yang saya jelaskan kepada peserta pelatihan.

Rupanya para peserta pelatihan paham dan mempraktikkan betul apa yang saya ceritakan.

Alhasil, sejumlah opini mereka bisa menembus media massa arus utama. Mengapa media arus utama? Itu memang target. Kalau dimuat di blog/web sendiri kan tidak ada tantangannya. "Untuk etalase tulisan saja," kata saya.

Mas Junanto Herdiawan dan juga terutama mas Mando yang mengundang saya dan Mbak Leila S. Chudori menjadi pemateri Bank Indonesia masih meneruskan pesan WA-nya, "Sepertinya beberapa (opini) bakal menyusul dimuat lagi."

Ah ya harus saya katakan, "Lega rasanya..."

Bukan apa-apa, setiap ada permintaan tips dan trik menulis opini, artikel atau berita, tantangan yang selalu saya berikan adalah bagaimana tulisan-tulisan itu bisa di muat di media arus utama yang tetap masih dipandang sangat bergengsi, tersebab seleksinya yang cukup ketat. Tidak ada kompromi.

Jadi, yang saya sampaikan tidak semata-mata teori menulis berita, feature atau opini, lebih kepada bagaimana mempraktikannya, juga saya sampaikan pengalaman bagaimana merealisasikan semua itu dalam hasil nyata berupa tulisan yang siap baca, terutama siap kirim.

Maka, sediakan bagi pemateri seperti saya untuk menilai karya tulis peserta pelatihan yang wajib mereka lakukan. Disiplin. Semua tulisan beruapa artikel maupun opini saya periksa satu persatu, saya perbaiki ejaan dan typo kalau ada.

Tetapi yang harus lebih saya beri penekanan adalah pada bagaimana menulis judul bergaya opini, teaser (penggoda) dan "lead" (alinea pembuka), dan logika penulisan.

Terobosan sejumlah pegawai BI yang berhasil menembus media massa arus utama membuat saya bergairah lagi untuk terus berbagi.

Bravo!

#PepihNugraha

***

Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [50] Nakal