Perpustakaan Nasional RI [3] Indonesia Kekurangan Bahan Bacaan  

Bagaimanapun, perpustakaan adalah institusi peradaban, jembatan yang menghubungkan masa lalu, kini, dan nanti.

Sabtu, 3 Agustus 2019 | 19:08 WIB
0
224
Perpustakaan Nasional RI  [3] Indonesia Kekurangan Bahan Bacaan   
Saya dan Muhammad Syarif Bando (Foto: Dok. pribadi)

Dalam diskursus tentang literasi, media maupun masyarakat lebih terbiasa menggunakan terminologi ‘minat baca’ untuk daripada ‘kegemaran membaca’. Padahal, ‘minat’ itu baru berupa potensi atau kecenderungan. Sementara ‘kegemaran’ merupakan sifat yang melekat pada seseorang.

Sehingga, istilah yang benar untuk menggambarkan sikap seseorang atau masyarakat terhadap bahan bacaan adalah ‘kegemaran membaca’ yang hasil akhirnya berupa ‘budaya membaca’. 

Menurut Kepala Perpustakaan Nasional, Muhammad Syarif Bando, ketika membaca sudah menjadi budaya dari satu masyarakat, variabel, parameter, dan persepsinya jelas, bisa dikonversi ke dalam angka-angka.  Budaya membaca masyarakat Indonesia sebenarnya relatif tinggi, hanya saja jumlah dan penyebaran bahan bacaan yang ada saat ini belum ideal.

Persoalan ini tidak terlepas dari wilayah Indonesia yang berupa kepulauan, serta infrastruktur jalan raya di banyak daerah yang belum memadai.  

Mengacu pada standar internasional mengenai jumlah buku yang dibaca seseorang dalam setahun, adalah tiga buku per tahun. Sementara di Indonesia, satu buku ditunggu oleh 1000 orang. Indonesia sangat kekurangan buku-buku umum yang terkait perluasan pemahanan, di luar buku paket sekolah.

Di Amerika Serikat, setiap orang rata-rata membaca 26 buku per tahun. Di Eropa, antara 15 sampai 20 buku, di Asia Timur dan Singapura lebih dari 15 buku.

Atas dasar itu, Presiden Joko Widodo menetapkan, membaca sebagai urusan wajib non dasar. Kebijakan itu menunjukkan, pemerintah menganggap bahwa ‘membaca’ adalah kegiatan wajib bagi masyarakat, dan pemerintah wajib menyediakan sarana serta prasarananya. Implementasinya, setiap kota atau daerah harus memiliki perpustakaan, masyarakatnya didorong untuk menghasilkan karya tulis tentang segala sesuatu yang menjadi identitas budaya dan daerahnya.      

Selain jumlah buku dan penyebarannya yang belum ideal, rendahnya budaya membaca masyarakat Indonesia juga disebabkan kesesuaian antara jenis bahan yang dibutuhkan oleh masyarakat di satu daerah, dengan buku-buku atau bahan bacaan yang tersedia. Sehingga, konsep perpustakaan harus seperti markerplace atau Rumah Makan Padang, semua ada.Itu sangat penting.

Bagaimanapun, perpustakaan adalah institusi peradaban, jembatan  yang menghubungkan masa lalu, kini, dan nanti.   

***

Tulisan sebelumnya: Perpustakaan Nasional RI [2] Menolak Hasil Riset CCSU