Apa yang Kupelajari dari Hubungan Ini?

Orang yang tidak pernah membuat kesalahan adalah orang yang tidak pernah membuat keputusan.

Jumat, 4 Maret 2022 | 06:36 WIB
0
157
Apa yang Kupelajari dari Hubungan Ini?
Ilustrasi putus cinta (Foto: sindonews.com)

Aku sangat jarang berbagi tentang kehidupan pribadiku, tapi kali ini aku ingin cerita.

Beberapa bulan terakhir di 2021 ini adalah salah satu momen terberat di hidupku.

Aku putus dengan seorang laki-laki yang kucintai. Momen itu sempat membuatku sangat patah hati... Selama beberapa waktu, aku sebenarnya sedih dan terluka. Aku hanya tidak menunjukkannya.

"Kok Afi tidak pernah sharing tentang ini di FB?"

Aku banyak belajar dari hubungan dengan mantan yang sebelumnya: hubungan yang membuatku mau tak mau harus sibuk menjelaskan pada publik, pada teman-temanku, dan pada semua orang yang kami kenal saat hubungan tersebut berakhir karena kami pacaran secara terbuka. Kali ini aku memilih untuk lebih "privat" saja.

Aku tak ingin hubungan ini berakhir di portal-portal berita--seperti yang sebelumnya (search saja di Google keyword "pacar afi nihaya" dan "afi nihaya putus dari pacar").

Yang ingin kubagikan bukan momen kebersamaan atau siapa orangnya.

Melainkan, pelajaran-pelajaran yang kudapatkan.

Rugi kan kalau cuma dapat sakit hatinya saja, tanpa menambah pemahaman/kebijaksanaan apa-apa? 

So, here it is :

(1). Memperbaiki diri dan hidupmu sendiri SEBELUM menjalin relationship dengan orang lain itu merupakan langkah yang TIDAK BISA DI-SKIP. Sifatnya wajib.

Kalau membahagiakan diri sendiri saja belum mampu, bagaimana kamu bisa membahagiakan orang lain?
Menjalin hubungan dengan tujuan agar dibahagiakan, akan membuatmu menjadi "taker" tanpa berkapasitas menjadi "giver".

Ya gimana lagi... Kamu kan tidak bisa menuang apapun dari cangkir yang kosong.

(2). Jangan terburu-buru dalam menjalin hubungan. Do not rush into relationship. Mengenal seseorang itu perlu waktu. Kalau tidak, kamu hanya akan jatuh cinta dengan bayangan serta ekspektasimu atas orang tersebut, bukan dengan pribadinya yang asli.

(3). Pastikan kamu berpasangan dengan orang yang punya kaasitas psikologis untuk mencintai orang lain.
Jika dia egois, self-centered, dan tidak benar-benar mencintaimu...

Maka sepanjang hubungan kamu ibarat memeras air dari batu. Kamu tidak mendapatkan apa-apa kecuali tangan yang lecet. Kamu tidak berhasil bukan karena kamu kurang berusaha, tapi memang tak ada airnya.

Kamu tidak berekspektasi terlalu tinggi.

Kamu hanya berekspektasi terhadap orang yang salah.

(4). Memasuki hubungan dengan kondisi psikologis yang belum beres (seperti sedih, bingung, kosong, atau kesepian) itu ibarat masuk ke supermarket dalam keadaan lapar.

Kamu akan mengambil makanan apapun yang tersedia di rak depanmu. Kamu peduli dengan kualitas gizinya? Tidak. Yang penting enak dan segera bisa mengatasi kelaparanmu. Seperti mie instan.

Jika kamu berulang kali mendapatkan pasangan berkualitas rendah, mungkin kamu perlu mengakui psikismu sedang kelaparan?

(5). Jangan berpikir kamu bisa mengubah seseorang. Yang berubah saat seseorang pacaran itu status dia, bukan orangnya.

Terima dia apa adanya, atau jangan terima sama sekali.

Misalnya, kamu sebenarnya benci rokok. Tapi kamu berkompromi dengan laki-laki perokok karena kamu berharap dia berubah dengan nasihat, tuntutan, bahkan kemarahan-kemarahanmu.

Kenapa gak sekalian cari yang bukan perokok saja? Biarkan dia bersama dengan orang lain yang menerima kebiasaannya.

Hidup ini sudah sulit. Jangan bersama dengan orang yang bikin hidup tambah sulit.

(6). Kadang, dua orang baik pun bisa saja tidak cocok dengan satu sama lain. Dan itu tidak apa-apa.

(7). Hubungan pacaran/pernikahan itu menghadirkan emosi-emosi yang hanya muncul secara eksklusif saat dua orang menjalin hubungan romantik.

Kita tidak merasakan emosi tersebut dengan sahabat, orangtua, atau saudara.

Karenanya, dua orang yang tadinya baik-baik saja saat masih berteman, justru bisa saling menyakiti saat relasinya berubah lebih dekat (menjadi pasangan). Misal: abusive, membentak, mengolok, saling mengkhianati.

Maka, ingatlah untuk selalu memperlakukan pasangan dengan baik, TERLEPAS dari mood/perasaan kita saat itu.
Jika kita bisa memperlakukan orang asing di jalan dengan lembut, sopan, bicara tanpa kata yang menyakiti hati...

Kenapa kita tidak bisa melakukan hal yang sama ke pasangan kita?

Hipokrit itu namanya.

Jangan hanya sibuk mencintai, tapi pastikan bahwa pasangan juga merasa dicintai.

Mencintai dengan membuat pasangan merasa dicintai adalah dua hal yang berbeda.

Pertimbangkan perspektif pihak lain dalam melihat sesuatu.

Perbaiki komunikasi.

Bagi kamu yang sama sepertiku... Merasa down, sedih, atau mungkin patah hati tahun ini...

Sabar ya.

Aku yakin, suka tidak suka, kamu sedang ditempa, dibentuk menjadi sesuatu yang indah. Kamu sedang dipersiapkan untuk menjadi sesuatu yang lebih besar, BUKAN HANYA SEKADAR MENDERITA.

Untuk kamu yang merasa telah memilih pasangan yang salah... Atau merasa telah membuat kesalahan... Tak apa-apa.

Orang yang tidak pernah membuat kesalahan adalah orang yang tidak pernah membuat keputusan.

Asa Firda Inayah

#AfiPsikologi