Manusia Itu pada Dasarnya Jahat atau Baik Sih?

Rutger Bregman membawa kita untuk turut membongkar asumsi penelitian klasik tentang sifat manusia yang memposisikan manusia sebagai orang yang mementingkan diri sendiri.

Rabu, 12 Januari 2022 | 08:19 WIB
0
356
Manusia Itu pada Dasarnya Jahat atau Baik Sih?
Buku Rutger Bregman (Foto: dok. Pribadi)

Bagaimana menurut Anda? Apakah manusia itu pada dasarnya jahat (dan berbuat baik jika ada kepentingan pribadi di baliknya) atau pada dasarnya baik (dan berprilaku buruk dan jahat karena situasi dan kondisi yang menyebabkannya)? 

Jika menurut Anda manusia itu pada dasarnya baik dan situasilah yang menyebabkannya menjadi jahat maka Anda PERLU membaca buku “Humankind” yang ditulis oleh Rutger Bregman ini. Tapi jika Anda menganggap bahwa pada dasarnya manusia itu jahat dan ada kepentingan pribadi yang membuatnya berbuat baik di lingkungannya maka Anda HARUS membaca buku ini. Pokoknya bacalah buku ini. 

Selama ini hampir semua orang sepakat, baik itu psikolog dan filsuf, pemikir kuno dan modern, dengan asumsi bahwa manusia itu pada dasarnya jahat. Asumsi dan gagasan ini memenuhi berita utama surat kabar dan membentuk hukum yang mengatur kehidupan kita. Itu sebabnya media kita dipenuhi dengan kisah-kisah kejahatan manusia dan hal-hal baik tidak menarik perhatian kita. Dari Machiavelli hingga Hobbes, Freud hingga Pinker, akar kepercayaan ini masuk jauh ke dalam pemikiran Barat. Kita diajarkan bahwa pada dasarnya manusia itu egois dan manusia bertindak didorong oleh kepentingan dirinya sendiri. 

Tapi bagaimana jika sebenarnya pandangan umum semacam itu tidak benar?

Buku Rutger Bregman ini memberikan perspektif baru tentang kisah manusia selama 200.000 tahun terakhir.

Buku ini memberikan bukti baru bahwa kita sebenarnya terprogram untuk kebaikan, kita lebih memilih untuk kerja sama daripada persaingan, dan lebih cenderung untuk percaya daripada tidak percaya satu sama lain.

Sebenarnya naluri baik manusia ini memiliki dasar evolusioner yang kuat sejak awal Homo sapiens. 

Bregman membuat argumen baru: bahwa adalah realistis, sekaligus revolusioner, untuk menganggap bahwa pada dasarnya orang itu baik. Naluri dasar mereka adalah untuk bekerja sama bukannya bersaing, naluri manusia itu percaya kepada sesama manusia dan bukan tidak percaya. Dan argument ini memiliki dasar evolusioner sejak awal Homo sapiens. 

Dalam buku ini, Rutger Bregman mengolah beberapa studi dan peristiwa paling terkenal di dunia dan membingkainya ulang. Ia lalu memberikan perspektif baru tentang 200.000 tahun terakhir sejarah manusia. Dari Lord of the Flies di kehidupan nyata hingga Blitz, peternakan rubah Siberia hingga pembunuhan terkenal di New York, mesin kejut Yale Stanley Milgram hingga eksperimen penjara Stanford. Bregman menunjukkan bahwa mempercayai kebaikan manusia dan altruisme dapat menjadi cara baru untuk berpikir – dan bertindak sebagai dasar untuk mencapai perubahan sejati dalam masyarakat kita.

Bregman membongkar hasil penelitian lama yang selama ini dipercaya bahwa manusia itu pada dasarnya jahat dan menunjukkan kelemahan dan kesalahannya. Dari Lord of the Flies di kehidupan nyata hingga solidaritas setelah Blitz, kelemahan tersembunyi dalam eksperimen penjara Stanford hingga kisah nyata saudara kembar di sisi berlawanan yang membantu Mandela mengakhiri apartheid, Bregman menunjukkan kepada kita bahwa percaya pada manusia kemurahan hati dan kolaborasi tidak hanya optimis tapi sekaligus realistis. Bukti-buktinya berserakan dalam sejarah. Kita saja yang luput melihatnya dan justru melihat pada sisi sebaliknya.

Perubahan cara pandang ini memiliki implikasi besar pada bagaimana fungsi masyarakat. Ketika kita menganggap bahwa pada dasarnya manusia itu jahat dan buruk, maka hal itu akan memunculkan hal-hal yang buruk dalam politik dan ekonomi kita. Itu konsekuensinya. Tetapi jika kita percaya pada realitas kebaikan dan altruisme manusia, maka hal itu akan dapat membentuk dasar untuk mencapai perubahan penting dalam masyarakat. Bregman mampu meyakinkan secara cerdas, dengan kejujuran yang menyegarkan, dan penceritaan yang mengesankan, membuat kita juga percaya bahwa manusia pada dasarnya adalah baik dan suka menolong sesama. 

Rutger Bregman membawa kita untuk turut membongkar asumsi penelitian klasik tentang sifat manusia yang memposisikan manusia sebagai orang yang mementingkan diri sendiri. Ia menunjukkan bukti-bukti bagaimana manusia dapat menggunakan sifat bawaan kita yang baik untuk membangun masyarakat yang lebih baik. Pada Bagian 3 bukunya Bregman menjelaskan mengapa orang baik menjadi jahat. Jadi sebenarnya orang menjadi jahat itu karena beberapa hal yang membuatnya demikian. Pada Bagian 4 Bregman menyodorkan Realisme Baru bahwa sebenarnya manusia itu punya kekuatan motivasi intrinsik untuk berprilaku baik kepada sesama.

Apakah bencana virus Corona yang menimpa dunia akan membuat manusia tampak belangnya, yaitu sebenarnya egois dan tidak peduli pada orang lain? Atau sebaliknya justru manusia akan menunjukkan sifat aslinya yang peduli dan tulus pada penderitaan orang lain? 

Ketika diwawancarai oleh majalah Time ia ditanya sbb : “Dalam buku baru Anda, Humankind, Anda membuat argumen bahwa, manusia secara intrinsik tidak egois seperti yang diyakini banyak literatur. Sejak Anda menulisnya, pandemi virus corona telah mengubah segalanya. Apakah Anda masih mendukung argumen Anda?”

Bregman menjawab dengan tegas, “Jelas saya pikir saya benar! Posisi "realis" kuno adalah menganggap bahwa peradaban hanyalah lapisan tipis, dan saat ada krisis kita mengungkapkan diri kita yang sebenarnya, dan ternyata kita semua adalah hewan yang egois. Apa yang saya coba lakukan dalam buku ini adalah membalikkan narasi ini, untuk menunjukkan bahwa sebenarnya, selama ribuan tahun, orang sebenarnya telah berevolusi menjadi ramah dan suka menolong. Tentu selalu ada perilaku egois dari manusia. Ada banyak contoh orang menimbun untuk kepentingan pribadinya. Tetapi kita telah melihat dalam pandemi ini bahwa sebagian besar perilaku dari warga dunia normal sebenarnya bersifat pro-sosial. Orang-orang bersedia membantu tetangga mereka. Itu adalah gambaran yang lebih besar yang kita lihat sekarang.”

Saya sepakat dengan Bregman bahwa pandemi yang menghajar kita selama dua tahun ini justru menampilkan sisi-sisi terbaik dari manusia. Kita menyingkirkan sikap egois kita dan dengan tulus mengulurkan tangan untuk saling membantu kepada mereka yang membutuhkan bantuan. Tentu saja ada sebagian orang yang egois, tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya, dan bahkan berusaha untuk mengambil keuntungan dalam kesulitan. Tapi orang-orang semacam ini jelas minoritas dan dicemoohkan oleh lingkungan. Mayoritas umat manusia justru saling membantu agar kita semua bisa lepas dari bencana pandemi ini.

Saya sangat terkesan dan bahkan terharu membaca Bab 16 di mana Bregman menyodorkan kisah bagaimana kita bisa menghadapi terorisme bukan dengan kekerasan dan kekejaman yang sama dengan yang dilakukan oleh para teroris tapi justru dengan mengajak mereka minum teh bersama. Mengajak teroris untuk minum teh bersama bisa membuat tingkat terorisme menurun? Yang bener nih…! Tapi bahkan di saat perang di mana manusia (semestinya) saling bunuh, manusia bisa menampilkan sisi welas asihnya. Manusia bahkan harus ‘dipaksa’ dan ditekan agar mau melakukan tindakan jahat terhadap sesama.

Buku ini sangat saya rekomendasikan untuk semua orang yang tertarik pada perubahan positif dan bagi siapa yang mau mengubah pikiran dan pandangan dunianya. Buku ini sangat mempesona bahasannya dan akan membuat Anda seperti baru dibangunkan dari tidur dan akan melihat dunia jauh lebih baik dan menyenangkan. Bahkan Yuval Noah Harari memuji buku ini dan berpendapat bahwa buku ini “Membuat saya melihat kemanusiaan dari perspektif baru”.

“Anda harus membaca Humankind. Anda akan belajar banyak (seperti saya) dan Anda akan memiliki alasan yang baik untuk merasa lebih baik tentang umat manusia”. Demikian kata Tim Harford, penulis “The Undercover Economist”. 

Surabaya, 11 Januari 2022

Satria Dharma

***