Mencoba Cari Jalan Alternatif selain "Link and Match"

Mari kita siapkan sistem pembelajaran alternatif yang mendorong guru dan siswa lebih aktif dan kreatif dengan menerapkan teknologi tepat guna.

Minggu, 28 Februari 2021 | 15:34 WIB
0
113
Mencoba Cari Jalan Alternatif selain "Link and Match"
Link and Match, ilustrasi (Foto:Kompas.com)

Coba kita dengar paparan Pak Dirjen SMK terkait konsep "link and match". Setahu saya, ini konsep lama yang dulu pernah digaungkan Pak Wardiman Djojonegoro, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1993 hingga tahun 1998 di bawah pemerintahan Presiden Soeharto dalam Kabinet Pembangunan VI.

Kritik terhadap konsep "link and match" dalam bahasa ekstrim, sekolah hanya dijadikan "supplier" tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan industri. Dengan kata lain, sekolah terlalu bias menyiapkan peserta didik menjadi tukang yang cenderung semata mata memenuhi kebutuhan kapitalis. Itu kritik yang saya pernah dengar.

Saya sendiri tak selalu kontra dengan konsep "link and match." Dalam porsi tertentu bisa saja sekolah menjadi supplier tenaga kerja industri. Itu memang kita butuhkan. Namun perlu disadari, walaupun produk lulusan SMK "match" sempurna sekalipun untuk kebutuhan industri, lulusan SMK tetap saja banyak yg tidak bisa diserap industri. Mereka akan menjadi pengantri lapangan kerja. Mindset mereka memang cenderung jadi buruh.

Saya lebih setuju siswa SMK dididik untuk menjadi entrepreneurs. Mereka disiapkan untuk memiliki mental kemandirian, membangun cita cita mengembangkan usaha sendiri, walau dirintis dari tahapan kecil.

Dan memang harus dari tahapan kecil. Harapannya kelak mereka jadi kader kader entrepreneur. Dan bisa, tak hanya "business entrepreneurs" tetapi juga "social entrepreneurs" yang tak hanya berfikir dalam bisnis mencari keuntungan untuk dirinya, tetapi juga untuk keuntungan sosial. Unit unit usaha kecil tapi kreatif yang tumbuh karena merebaknya jiwa entrepreneurship, nampaknya lebih indah daripada menciptakan gelombang antrian lulusan SMK yang hingga saat ini sebagian besar belum nge-link dan belum juga nge-match ke industri.

Saya malah pernah berfikir, jangan jangan link and match antara SMK dan Industri tak akan pernah terjadi bila sistem pembelajaran masih tetap seperti sekarang. Para guru yang mengajar di SMK umumnya tak akan pernah paham terhadap derap perubahan yang terjadi di industri. Dunia industri terlalu dinamis untuk dikejar oleh kurikulum, guru, dan seluruh proses pembelajaran yang terjadi di SMK pada umumnya. Maaf.

Baca Juga: Pendidikan Kita Cetak Anak-anak jadi Egois

Saya banyak sepakat dg buku lama "Small Is Beautiful" karya E.F. Schumacher. Mari kita siapkan sistem pembelajaran alternatif yang mendorong guru dan siswa lebih aktif dan kreatif dengan menerapkan teknologi tepat guna.

Mari kita siapkan sistem pembelajaran alternatif yang mendorong guru dan siswa lebih aktif dan kreatif dengan menerapkan teknologi tepat guna

Mungkin para guru yang saat ini mengajar di sekolah harus didorong dan difasilitasi untuk membuka diri, berinteraksi dengan para praktisi, para enterpreneurs, dan para champions di luar sana yang kini tengah bekerja, bergerak dinamis membangun beragam unit unit usaha kreatif. Coba baca artikel berikut ini. 

https://www.theguardian.com/commentisfree/2011/nov/10/small-is-beautiful-economic-idea