Mari kita siapkan sistem pembelajaran alternatif yang mendorong guru dan siswa lebih aktif dan kreatif dengan menerapkan teknologi tepat guna.
Coba kita dengar paparan Pak Dirjen SMK terkait konsep "link and match". Setahu saya, ini konsep lama yang dulu pernah digaungkan Pak Wardiman Djojonegoro, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1993 hingga tahun 1998 di bawah pemerintahan Presiden Soeharto dalam Kabinet Pembangunan VI.
Kritik terhadap konsep "link and match" dalam bahasa ekstrim, sekolah hanya dijadikan "supplier" tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan industri. Dengan kata lain, sekolah terlalu bias menyiapkan peserta didik menjadi tukang yang cenderung semata mata memenuhi kebutuhan kapitalis. Itu kritik yang saya pernah dengar.
Saya sendiri tak selalu kontra dengan konsep "link and match." Dalam porsi tertentu bisa saja sekolah menjadi supplier tenaga kerja industri. Itu memang kita butuhkan. Namun perlu disadari, walaupun produk lulusan SMK "match" sempurna sekalipun untuk kebutuhan industri, lulusan SMK tetap saja banyak yg tidak bisa diserap industri. Mereka akan menjadi pengantri lapangan kerja. Mindset mereka memang cenderung jadi buruh.
Saya lebih setuju siswa SMK dididik untuk menjadi entrepreneurs. Mereka disiapkan untuk memiliki mental kemandirian, membangun cita cita mengembangkan usaha sendiri, walau dirintis dari tahapan kecil.
Dan memang harus dari tahapan kecil. Harapannya kelak mereka jadi kader kader entrepreneur. Dan bisa, tak hanya "business entrepreneurs" tetapi juga "social entrepreneurs" yang tak hanya berfikir dalam bisnis mencari keuntungan untuk dirinya, tetapi juga untuk keuntungan sosial. Unit unit usaha kecil tapi kreatif yang tumbuh karena merebaknya jiwa entrepreneurship, nampaknya lebih indah daripada menciptakan gelombang antrian lulusan SMK yang hingga saat ini sebagian besar belum nge-link dan belum juga nge-match ke industri.
Saya malah pernah berfikir, jangan jangan link and match antara SMK dan Industri tak akan pernah terjadi bila sistem pembelajaran masih tetap seperti sekarang. Para guru yang mengajar di SMK umumnya tak akan pernah paham terhadap derap perubahan yang terjadi di industri. Dunia industri terlalu dinamis untuk dikejar oleh kurikulum, guru, dan seluruh proses pembelajaran yang terjadi di SMK pada umumnya. Maaf.
Baca Juga: Pendidikan Kita Cetak Anak-anak jadi Egois
Saya banyak sepakat dg buku lama "Small Is Beautiful" karya E.F. Schumacher. Mari kita siapkan sistem pembelajaran alternatif yang mendorong guru dan siswa lebih aktif dan kreatif dengan menerapkan teknologi tepat guna.
Mari kita siapkan sistem pembelajaran alternatif yang mendorong guru dan siswa lebih aktif dan kreatif dengan menerapkan teknologi tepat guna
Mungkin para guru yang saat ini mengajar di sekolah harus didorong dan difasilitasi untuk membuka diri, berinteraksi dengan para praktisi, para enterpreneurs, dan para champions di luar sana yang kini tengah bekerja, bergerak dinamis membangun beragam unit unit usaha kreatif. Coba baca artikel berikut ini.
https://www.theguardian.com/commentisfree/2011/nov/10/small-is-beautiful-economic-idea
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews