70 Tahun Profesor Peter Carey, Menyambung Jejak Raffles

Sebagai ilmuwan, Carey memang menjaga jarak namun sekaligus melebur dalam obyek kajiannya, dalam suatu pendekatan total history.

Sabtu, 6 Juli 2019 | 10:53 WIB
0
257
70 Tahun Profesor Peter Carey, Menyambung Jejak Raffles
Peter Carey (Foto: Manuel Kaisiepo)

Akhirnya terbit juga buku "URIP IKU URUB: Untaian Persembagan 70 Tahun Profesor PETER CAREY", dengan Editor FX Domini BB Hera (Francis Hera). 

Selamat Pak Peter ! Selamat juga buat kerja kerasnya bung Sisco!

Kehadiran sosok ilmuwan-sejarawan Peter Carey yang selama 40 tahun menekuni sejarah Jawa (dengan magnum opus-nya tentang Pangeran Diponegoro), seakan menyambung jejak panjang penulisan sejarah Jawa oleh ilmuwan Inggris, yang sudah diawali dua abad sebelumnya !

Tahun 1817, Thomas Stamford Raffles --sang Gubernur Jenderal Inggris di Hindia Belanda (1811-1816)-- meninggalkan warisan tak ternilai berupa buku tebal dua jilid, yang merupakan opus magnum-nya, THE HISTORY OF JAVA. Maha karya ini adalah buku sejarah Jawa pertama yang lengkap yang ditulis orang Barat, khususnya Inggris.

Meneruskan warisan Raffles, lebih seabad kemudian, sejarawan Inggris, Merle C. Ricklefs, menerbitkan karyanya, "JOGJAKARTA UNDER SULTAN MANGKUBUMI, 1749-1792: A History of the Division of Java (Oxford UP, 1974).

Setahun setelah terbitnya buku Ricklefs, sejarawan muda Inggris lainnya, Peter Carey, pada tahun 1975 menyelesaikan disertasinya di Oxford berjudul: "Pangeran Dipanegara and the Making of the Java War, 1825-1830".

Namun lebih 30 tahun kemudian barulah disertasi ini diterbitkan berjudul: THE POWER OF PROPHECY: PRINCE DIPANEGARA and THE END of AN OLD ORDER in JAVA, 1785-1855 (KITLV, 2007).

Edisi Indonesianya terbit tahun 2012 berjudul, "KUASA RAMALAN: Pangeran Diponegoro dan akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855". Versi singkatnya diterbitkan kemudian berjudul "TAKDIR: Riwayat Pangeran Diponegoro, 1785-1855"(Penerbit Buku Kompas, 2014).

Empat puluh tahun menekuni sejarah Jawa membuat Peter Carey begitu menyatu dengan masyarakat dan kebudayaan Jawa, yang juga ikut mewarnai sisi-sisi tertentu kehidupan pribadinya.

Sebagai ilmuwan, Carey memang menjaga jarak namun sekaligus melebur dalam obyek kajiannya, dalam suatu pendekatan total history.

Carey bukan saja menjelaskan, tapi juga melakukan "interpretation of meaning" (istilah Geertz). Sekaligus dia membangun pengertian (understanding), yang hanya dimungkinkan lewat peleburan diri dan komunikasi intra-personal.

Sisi personal Peter Carey, termasuk nuansa "mistis" Jawa dalam dirinya, sebagian terungkap dalam buku URIP IKU URUB, yang diterbitkan untuk memperingati ulang tahunnya ke-70.

Sekali lagi selamat Pak Peter !

"Ngantos kepanggih wonten ing Jakarta.....".

***