Ada banyak jalan untuk pembebasan. Ada yang rumit, dan itu mungkin dibutuhkan oleh sebagian orang. Ada yang sederhana dan langsung, seperti yang menjadi minat saya, dan saya tawarkan ke publik.
Beberapa kali, saya berbicara tentang Zen di acara publik. Ini sudah beberapa tahun terjadi. Ada yang di luar jaringan (offline), ada yang di dalam jaringan (online). Seorang teman pun berkomentar.
“Mengapa kamu tidak pernah mengutip teks-teks klasik? Mengapa tidak mengacu pada ortodoksi, terutama ortodoksi Dharma di dalam ajaran Vedanta, Hindu dan Buddhis?” Tidak sekali saya mendapat pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Jawaban saya pun selalu sama.
Jalan pembebasan itu seluas semesta. Ada yang sulit, yakni yang mengacu pada ortodoksi agama. Ada yang sangat mudah dan langsung, seperti Zen. Mau pilih yang mana?
Jalan Ortodoksi
Jika mengacu pada ortodoksi agama, maka banyak yang mesti diperhatikan. Ada aturan moral yang, seringkali, ketinggalan jaman. Ada tradisi. Ada ritual yang panjang dan, kerap kali, tidak jelas tujuannya.
Contoh sederhana dari jalan pembebasan yang ditawarkan Gautama, atau sang Buddha. Ada empat kebenaran mulia. Lalu, ada delapan jalan yang pecah dari empat kebenaran itu. Pengetahuan dan metode yang ditawarkan pun sangat kompleks.
Ada tiga ciri dasar dari kenyataan. Ada empat dasar dari hidup berkesadaran. Ada lima penyusun dari keberadaan manusia. Ada lima penghalang dari pembebasan. Ada tiga kotoran batin.
Semua daftar tersebut juga mengandung konsep dalam bahasa Sanskrit atau Pali, yakni bahasa klasik di dalam tradisi India. Jika diminta, saya bisa menjelaskan semua konsep tersebut. Namun, sampai sekarang, tak ada yang meminta. Yah, saya santai saja.
Masih ada juga tafsiran atas berbagai ajaran tersebut. Masih banyak daftar lainnya, dan itu tersebar di berbagai teks klasik. Jika ditelusuri, ini seperti tak ada habisnya. Akibatnya, orang bingung.
Orang bisa tersesat di belantara konsep. Orang jadi malas untuk belajar lebih jauh. Apalagi, kita hidup di masa digital, dimana orang bergerak sangat cepat. Waktu dan kesempatan untuk berpikir mendalam menjadi sangat kecil, bahkan hilang sama sekali. Jalan yang rumit khas ortodoksi tentu harus mengalami perubahan.
Hal serupa terjadi di dalam tradisi Vedanta, Yoga dan Hindu. Filsafat yang ditawarkan begitu dalam dan luas. Postur Yoga yang diajarkan juga kerap kali amat sulit. Ada beragam tipe dan tingkatan Samadhi. Untuk mencegah jatuhnya orang ke dalam kebingungan, terutama di masa digital yang serba cepat sekarang ini, cara baru tentu diperlukan.
Jalan Tol Pembebasan
Sejauh pemahaman saya, semua jalan pembebasan kembali pada satu konsep, yakni “saat ini”. Detik ini, apakah kamu sadar, atau tidak? Apakah kamu hanyut dalam pikiran dan emosi? Apakah kamu hanyut dalam ingatan dan bayangan?
Jika hanyut dalam pikiran dan emosi, maka kita terbelenggu. Jika kita hanyut ke masa lalu atau masa depan, maka kita menderita. Ini sederhana. Namun, penerapannya mesti dilatih setiap saat.
Masa lalu sudah lewat. Tak ada yang banyak bisa diperbuat. Kita bisa belajar darinya. Lalu, kembali ke “saat ini”.
Masa depan tak akan pernah tiba. Kita bisa membayangkan beragam hal. Kita bisa membuat berbagai rencana. Namun, kita harus selalu kembali pada kebenaran di sini dan saat ini. Inilah inti utama dari Dharma sebagai jalan pembebasan.
Di saat ini, apa yang terbaik bisa dilakukan? Jika saya sedang berjalan, saya perlu berjalan dengan sepenuh hati. Jika saya bekerja sebagai guru, saya perlu menjadi guru terbaik yang saya bisa. Di sini dan saat ini, hidup sepenuhnya, maka kita terbebaskan. Itu cukup.
Tak ada konsep rumit yang mesti dipikirkan. Tak ada kata asing yang mesti dihapalkan. Tak ada guru yang mesti dipuja secara buta. Tak ada aturan moral rumit yang membuat pusing kepala.
Sejauh saya amati, jalan ortodoksi yang rumit juga kerap menjadi pengalihan. Kita sibuk mengejar hal-hal yang tak penting. Bahkan, kita ingin menjadi sakti, dan justru memperkuat ego kita. Dengan pola itu, penderitaan yang kita alami justru semakin besar.
Ada banyak jalan untuk pembebasan. Ada yang rumit, dan itu mungkin dibutuhkan oleh sebagian orang. Ada yang sederhana dan langsung, seperti yang menjadi minat saya, dan saya tawarkan ke publik. Silahkan dipilih.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews