Doktor, Dokter, dan Edukasi

Doktor dan dokter adalah gelar yang maknanya sangat dalam. Maka penting bagi orang yang sudah meraih gelar doktor dan dokter untuk mengamalkan maknanya: mendidik di masyarakat.

Kamis, 7 Januari 2021 | 16:17 WIB
0
211
Doktor, Dokter, dan Edukasi
Dokter (Foto: Alodoc)

Ada dua gelar dalam bahasa Indonesia yang hampir mirip, namun diberikan dalam bidang dan jenjang yang berbeda. Gelar tersebut adalah gelar dokter (dr.) dan gelar doktor (Dr.).

Dokter adalah gelar profesi, yang diberikan pada seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan profesi dokter. Untuk dapat mengikuti pendidikan profesi dokter, seseorang harus mengikuti pendidikan sarjana kedokteran (S1 Kedokteran) terlebih dahulu.

Pendidikan sarjana kedokteran bertujuan untuk mempelajari teori-teori kedokteran, sedangkan pendidikan profesi dokter bertujuan untuk melatih seorang sarjana kedokteran mempraktikkan teori tersebut agar menjadi dokter yang profesional. Seorang dokter dianggap mampu mempraktekkan ilmu-ilmu kedokteran secara profesional untuk menyelesaikan masalah kesehatan di masyarakat.

Doktor adalah gelar akademik tertinggi yang dapat diperoleh seseorang. Doktor adalah gelar akademik jenjang S3 dalam bidang apapun. Seorang yang bergelar doktor dianggap memiliki keahlian mendalam di bidang ilmu tertentu, dibuktikan dengan karya ilmiah berupa disertasi yang mengandung unsur kebaruan (novelty) bagi bidang ilmu tersebut. 

Satu hal yang menarik, kedua gelar ini sama-sama berasal dari bahasa Latin, yaitu docere yang berarti 'mengajar'. Pada awalnya gelar doktor merupakan lisensi mengajar (licencia docendi) di bidang teologi Kristen. Ini juga mengapa pendidik di perguruan tinggi disebut dosen, akarnya dari frasa licencia docendi ini.

Sedangkan gelar dokter berawal dari tiga bidang studi doktoral pada masa pertengahan: hukum, kedokteran, dan teologi. 

Seorang yang bergelar doktor, artinya orang ini sudah menguasai satu bidang ilmu secara dalam. Kedalaman penguasaan ilmu ini harusnya dimanfaatkan untuk mencerdaskan masyarakat kita. Itu baru namanya doktor yang sebenar-benar doktor, yang melaksanakan pendidikan di masyarakat sebagaimana asal mula gelar doktor.

Tidak harus jadi dosen di perguruan tinggi untuk mendidik. Sekurang-kurangnya, jangan jadi 'doktor mampet', setelah jadi doktor malah tidak punya sumbangsih apapun. Banyak orang yang sudah meraih gelar doktor, menjabat sebagai profesor di perguruan tinggi, namun setelah itu tidak berkontribusi terhadap bidang keilmuannya.

Tidak lagi menyumbangkan pemikiran ilmiah di bidangnya, tidak lagi membuat karya-karya edukatif bagi masyarakat, malah kadang-kadang justru menggunakan gelar doktornya sebagai 'legitimasi' untuk menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian yang meresahkan masyarakat. 

Baca Juga: Kamu Pilih Dokter Reisa atau Tante Ernie

Seorang dokter, karena asal kata gelarnya saja 'mengajar', tidak boleh terlalu fokus pada aspek kuratif (pengobatan penyakit) saja. Dokter juga harus fokus pada aspek preventif (pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan kualitas kesehatan), yang dua aspek ini menjadikan dokter sebagai pendidik masyarakat.

Dokter tidak harus mengajar di FK sebagai dosen, namun sekurang-kurangnya harus bisa mengedukasi pasien-pasiennya akan penyakit yang diderita dan menjaga kesehatan, tidak hanya memeriksa dan memberi resep obat saja. Dokter harus bisa mengedukasi masyarakat awam dengan pendekatan-pendekatan tertentu untuk meningkatkan kualitas kesehatan mereka, tidak sekadar menunggu masyarakat mendatangi tempat praktik dokter untuk berobat. 

Doktor dan dokter adalah gelar yang maknanya sangat dalam. Maka penting bagi orang yang sudah meraih gelar doktor dan dokter untuk mengamalkan maknanya: mendidik di masyarakat.

***