Ada teori bersepeda karena memang tak ada teorinya, pun tak ada kursus naik sepeda, tetapi kita langsung berlatih naik sepeda, jatuh, bangun, jatuh lagi, bangun lagi, sampai kita mahir bersepeda.
"Writing is always a political act,” kata Cristina Rivera Garza. Garza dikenal sebagai penulis tersohor yang banyak menulis novel tentang kaum imigran. Kisah tentang Garza saya baca di koran New York Time di pesawat Cathay Pacific yang membawa saya dari Hong Kong ke Jakarta, pertengahan November 2019.
Sebagai orang yang gemar menulis, saya senang sekali membaca pernyataan Garza itu. Ternyata untuk terlibat dalam politik, orang tak harus terjun ke dunia politik, menjadi politikus. Cukup menjadi penulis, Anda telah terlibat dalam politik.
Begitulah, sejak SMA saya gemar menulis. Ketika tulisan-tulisan pertama berupa artikel ringan atau cerpen dimuat di majalah dinding sekolah, suka citanya bukan main. Apalagi bila dimuat di media komersial, koran atau majalah.
Sejak semester awal kuliah di Medan, Sumut, saya menulis banyak artikel dan mengirimkannya ke koran Waspada, tetapi tak kunjung dimuat. Baru pada semester kelima artikel saya dimuat di halaman opini Harian Waspada. Senangnya tak tertarakan tulisan pertama dimuat di koran terbesar di Medan kala itu. Honornya cuma Rp5.000 tak cukup untuk mentraktir teman-teman. Sekali dimuat, rasanya setiap artikel yang saya tulis dan kirim ke Waspada senantiasa dimuat.
Tulisan bagus bisa dilihat dari argumentasi serta bagaimana menuliskannya. Oleh karena itu selain membaca literatur untuk memperkuat argumentasi, saya juga membaca banyak buku terkait bahasa
untuk memperkuat gaya penulisan. Saya membaca antara lain buku “Seni Menggayakan Kalimat” karangan A. Widyamartaya, “1001 Kesalahan Berbahasa” karangan E. Zainal Arifin dan Farid Hadi, serta “Masalah Bahasa Yang Dapat Anda Atasi Sendiri” karangan Anton Moeliono dkk. Saya juga membaca sejumlah buku berbahasa Inggris tentang menulis. Salah satunya "The New Oxford Guide to Writing" karangan Thomas S. Kane.
Baca Juga: Misteri Menulis, Makin Sibuk Makin Produktif
Selain membaca buku-buku terkait Bahasa Indonesia, kita bisa mengembangkan gaya penulisan dengan membaca buku karangan orang-orang yang kita kenal sebagai penulis yang baik. Saya membaca banyak buku Jalaluddin Rachmat seperti “Islam Aktual” dan “Islam Alternatif.” Kedua buku ini merupakan kumpulan artikel Kang Jalal yang dikenal juga sebagai cendekiawan muslim di koran lokal Bandung. Sebagai Dosen Komunikasi Universitas Pajajaran kala itu, Kang Jalal juga menulis banyak buku komunikasi, seperti “Retorika Modern” dan “Psikologi Komunikasi.” Saya membaca tuntas buku-buku itu.
Saya juga suka membaca tulisan-tulisan wartawan senior Rosihan Anwar. Saya membaca buku Rosihan “Menulis Dalam Air”, “Perkisahan Nusa”, dan "Indonesia 1966-1983.” Buku yang disebut pertama otobiografinya, sedangkan dua buku lainnya kumpulan artikel.
Bila orang bertanya siapa yang mempengaruhi gaya penulisan saya, saya akan menjawab Jalaluddin Rachmat dan Rosihan Anwar. Kang Jalal biasanya menulis satu tema atau teori dengan banyak mencontohkan atau menganalogikan untuk mempermudah pembaca memahami.Gaya ini yang saya “curi” dari Kang Jalal. Rosihan Anwar menulis dengan struktur kalimat rapi, setiap kalimat minimal terdiri dari subjek dan predikat. Kalimatnya mengalir dengan kombinasi kalimat panjang dan pendek yang proporsional sehingga tidak monoton. Gaya inilah yang saya curi dari Rosihan.
Setamat kuliah saya menjadi wartawan di harian Republika di Jakarta. Saya beruntung membaca banyak buku tentang Bahasa Indonesia serta buku yang ditulis Kang Jalal dan Pak Rosihan. Itu karena setiap berita yang ditulis wartawan mendapat penilaian dari redaktur dan salah satu komponen yang dinilai ialah bahasa. Saya selalu mendapat nilai baik untuk bahasa.
Akan tetapi, pelajaran menulis paling berharga sesungguhnya bukan mempelajari teori-teori menulis, melainkan mempraktikkannya, berlatih. Pelukis Sudjujono berkata, “Menulis itu ibarat naik sepeda, tidak ada teorinya.”
Bayangkan semasa kecil kita belajar naik sepeda. Kita tidak membaca teori bersepeda karena memang tak ada teorinya, pun tak ada kursus naik sepeda, tetapi kita langsung berlatih naik sepeda, jatuh, bangun, jatuh lagi, bangun lagi, sampai kita mahir bersepeda.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews